UPDATE - SIDANG PERDATA ANTI BERSERIKAT DI PN JAKARTA BARAT

PADA SELASA TANGGAL 18 JANUARI 2011 JAM 14.30 WIB, HAKIM KETUA JANNES ARITONANG S.H. MEMBACAKAN ISI PUTUSAN GUGATAN PERDATA ANTI BERSERIKAT (UNION BUSTING), PERKARA NO. 207/PDT.G.2010/JAK.BAR. MAJELIS HAKIM BERPENDAPAT BAHWA "PENGGUGAT MAMPU MEMBUKTIKAN POKOK GUGATANNYA." TERHADAP TERGUGAT MANAJEMEN PT. INDOSIAR VISUAL MANDIRI YANG DIPIMPIM HANDOKO.


KETUA MAJELIS HAKIM JANNES ARITONANG S.H. MEMERINTAHKAN HANDOKO UNTUK MEMBUAT PERMINTAAN MAAF TERHADAP SEKAR INDOSIAR DI MEDIA NASIONAL.

DAN MEMBAYAR DWANGSOM RP. 2 JUTA PER HARI, ATAS KETERLAMBATAN PELAKSANAAN HUKUMAN INI.


MARI TEMAN-TEMAN SEKAR INDOSIAR DAN TEMAN-TEMAN MEDIA UNTUK HADIR DALAM PERSIDANGAN PERDATA INI.

Kamis, 28 Oktober 2010

ANJURAN DINAS NAKERTRANS PROV. DKI JAKARTA ENAM ORANG KARYAWAN DEPARTEMEN ART HARUS DIPEKERJAKAN KEMBALI

PENGURUS SEKAR INDOSIAR YANG SUDAH DI SKORSING TETAP MEMPERJUANGKAN ANGGOTANYA, ANJURAN DINAS NAKERTRANS PROVINSI DKI JAKARTA ENAM ORANG KARYAWAN DEPARTEMEN ART HARUS DIPEKERJAKAN KEMBALI


Walau Pengurus dan Aktivis Sekar Indosiar sebanyak 22 orang sudah digugat PHK dan diskorsing secara semena-mena tanpa prosedur yang sebenarnya oleh Manajemen PT. Indosiar Visual Mandiri. Tapi masih dapat melakukan perlawanan terhadap banyak putusan ngawur yang dilakukan oleh Manajemen PT. Indosiar Visual Mandiri lewat Manager Departemen Personalia Dudi Ruhendi.

Pengurus Sekar Indosiar telah mendapat Surat Anjuran atas Perkara PHK semena-mena tanpa pesangon dan surat pengalaman kerja pada 6 (enam) orang karyawan Departemen Art PT. Indosiar Visual Mandiri. Surat Anjuran Nomor 604/-1/835.3 ini dikeluarkan dan ditandatangani oleh Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi DKI Jakarta, H.R. Deded Sukandar, S.H. M.H. dan Kepala Bidang Hubungan Industrial dan Kesejahteraan Pekerja Dr. Ir. Dwi Untoro P.H., M.A.


Adapun isi dari surat Anjuran Nomor 604/-1/835.3 adalah:
1. Agar perusahaan PT. Indosiar Visual Mandiri, memanggil Sdr. Sugianto, dkk (6 orang), untuk dipekerjakan kembali di perusahaan pada jabatan dan posisi semula dengan membayar upah sampai dengan upah bulan September 2010;
2. Agar pekerja Sdr. Sugianto, dkk (6 orang), dapat bekerja kembali pada jabatan dan posisi semula dengan memperoleh upah sampai dengan bulan September 2010.
3. Agar para pihak memberikan jawaban secara tertulis atas anjuran tersebut diatas selambat-lambatnya dalam waktu 10 (sepuluh) hari kerja setelah menerima surat anjuran ini.
4. Apabila pihak-pihak menerima anjuran ini, maka mediator Hubungan Industrial akan membantu membuat Perjanjian Bersama dan didaftarkan ke Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
5. Apabila salah satu pihak atau para pihak menolak anjuran, maka para pihak atau salah satu pihak dapat mengajukan gugatan ke Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dengan tembusan ke Mediator Hubungan Industrial.

Sabtu, 16 Oktober 2010

KEMALSJAH SIREGAR AND ASSOCIATES KALAH MELAWAN SP STANDARD CHATTERED BANK DI MA


Mahkamah Agung Republik Indonesia memenangkan Kasasi yang diajukan oleh 5 (lima) orang Pengurus Serikat Pekerja Standard Chatterd Bank (SP Stanchart) pada bulan September 2010 yang lalu. Mahkamah Agung RI merubah hasil putusan yang dibuat oleh Majelis Hakim Persidangan Hubungan Industrial (PHI) Jakarta. Dimana Majelis Hakim PHI menerima Gugatan PHK terhadap 6 (enam) orang Pengurus SP Stanchart yang diajukan oleh Kuasa Hukum Manajemen Stanchart Bank, Kemalsjah Siregar and Associates, yang juga menjadi Kuasa Hukum Manajemen PT. Indosiar Visual Mandiri dalam menggugat PHK terhadap 22 orang Pengurus dan Aktivis Sekar Indosiar. MA memerintahkan Manajemen Bank Standard Chatterd Bank untuk mempekerjakan ke-lima orang Pengurus SP Stanchart, yang digugat PHK tersebut.


Menurut Harry salah satu pengurus SP Stanchart bahwa putusan ini sungguh melegakan, setelah enam bulan menunggu hasil proses Kasasi. Dan sekarang putusan MA ini sudah menjadi Putusan Tetap. Selanjutnya teman-teman aktivis SP Stanchard harus bekerja kembali sebagai karyawan Stanchart Bank dengan Jabatan dan Posisi sama seperti sebelum proses Gugatan PHK dilakukan oleh Manajemen Stanchart Bank.

Lanjut Harry “teman-teman selama proses Gugatan PHK di PHI hingga Kasasi di MA, tetap menerima Upah dan hak-haknya sebagaimana biasanya. Karena Pasal 155 UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan ada mengatur tentang itu. Selama belum ada putusan tetap, otomatis perusahaan harus membayar Upak dan hak-hak karyawan tersebut.”


Kemenangan ini mendorong kami pengurus SP Stanchart, agar lebih berani lagi dalam memperjuangkan hak-hak normatif dan peningkatan kesejahteraan anggota kami. Semoga kemenangan 5 (lima) orang Pengurus Stanchart di MA juga bisa menjadi inspirasi bagi para pengurus serikat pekerja lainnya. Agar tetap fight saja atas kasus-kasus Perselisihan Hubungan Industrial yang banyak terjadi, terutama dalam hal pemberangusan Pengurus dan aktivis serikat pekerja.

Kamis, 14 Oktober 2010

KESADARAN HUKUM OLEH SEORANG AWAM HUKUM JANGDIV SINGH

AWAM HUKUM, BUKAN PRAKTISI HUKUM, KORBAN KESEMENA-MENAAN PERUSAHAAN, DI PHK TANPA PESANGON DAN TANPA SURAT PENGALAMAN KERJA, MAJU MEMBELA HAKNYA DI PHI JAKARTA TANPA DITEMANI OLEH SEORANG PENGACARA ATAU KUASA HUKUM, MAJU SEORANG DIRI MENGGUGAT PERUSAHAAN YANG TELAH MEM-PHK-NYA, BELAJAR HUKUM SECARA OTODIDAK, TIDAK PUNYA KONEKSI, MAJU SENDIRI DI PERSIDANGAN MELAWAN KUASA HUKUM PERUSAHAAN PT. DALTON, SUNGGUH SANGAT INSPIRATIF.


Sosok kurus, tinggi, hidung mancung, selalu membawa tas ransel, santun dalam bertutur sapa itulah Jangdiv Sing. Pria kelahiran Tanjung Morawa puluhan kilometer dari kota Medan ini, wara-wiri setiap hari Selasa di Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jalan MT Haryono Pancoran Jakarta. Sungguh tidak sulit untuk mengenali sosok pria turunan India ini.

Pada awal di PHK oleh sebuah perusahaan Chemical PT. Dalton, Jangdiv Sing merasa sangat emosional. Secara financial dia tidak mampu untuk menyewa seorang pengacara untuk melakukan pembelaan atas hak-haknya. Di PHK dengan seketika, dan tanpa diberikan pesangon dan surat pengalaman kerja. Dia juga tidak mengetahui apa itu UU Ketenagakerjaan Nomor 13 Tahun 2003, tidak juga tahu UU Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Hubungan Industrial. Karena ia merasa dizholimi dan merasa di PHK begitu saja, maka Jangdiv Singh mulai baca-baca kitab hukum ketenagakerjaan ini.

Dalam perjuangannya dia juga pernah melaporkan perkaranya ini ke Menteri Keuangan Republik Indonesia, atas tindakan manipulasi Pajak yang dilakukan oleh perusahaan tempat dia bekerja. Karena perusahaan tempat dia bekerja adalah PMA. Dia juga pernah melapor ke Sekretaris Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum. Ada cerita unik yang pernah ia alami saat datang ke kantor Setneg. Pertama-tama dia menggunakan celana jeans. Lalu ia ditolak masuk ke kantor Setneg. Kemudian dia kembali kerumahnya di Tangerang, hanya untuk ganti celana. Dan saat itu juga Jangdiv balik lagi mendatangi kantor Setneg. Demikianlah cerita heroik perlawanan hukum yang dilakukan oleh seorang yang awam hukum ini.


Dari hasil otodidaknya, dia melayangkan surat ke manajemen PT. Dalton untuk melakukan proses bipartit. Karena beberapa kali tidak ditanggapi, kemudian dia melanjutkan langkah permohonan mediasi ke Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Tangerang kota. Manajemen PT. Dalton selalu berdalih bahwa Jangdiv bukanlah karyawan PT. Dalton. Disatu sisi memang Jangdiv sama sekali tidak memiliki selembar surat kontrak kerja, selama bekerja di perusahaan yang memecat dirinya. Satu-satunya bukti yang dia punya hanya print out buku tabungan dari sebuah rekening Bank, yang menunjukkan bahwa Jangdiv memang ada terima secara berkala gaji setiap bulan dari PT. Dalton.

Dari hasil mediasi tripartit di Dinas Nakertrans Kota Tangerang, Jangdiv mendapat Anjuran bahwa PT. Dalton harus membayar pesangon atas masa kerja yang telah dijalaninya. Dari Anjuran ini, dia melanjutkan perkara ini ke PHI Jakarta di Jalan MT Haryono. Semua dilakukannya sendiri, tanpa ada pendampingan dari seorang pengacara atau kuasa hukum. Selama dalam proses persidangan, Jangdiv Singh atas namanya sendiri melakukan pembelaan hukum terhadap dirinya sendiri yang telah menjadi korban PHK. Terjadilah pertarungan yang sangat unik, seorang awam hukum melawan sarjana hukum (lawyer) yang diberi kuasa oleh Manajemen PT. Dalton.

Tidak ada keraguan atau ketakuan sedikitpun dalam benaknya. Jangdiv Singh sering melontarkan kalimat yang menjadi prinsip perjuangannya. “Orang kita sama-sama makan nasi kok takut. Ini masalah hak saya. Makanya harus saya perjuangkan. Saya sudah banyak memberi kontribusi pada perusahaan. Masak kita di PHK begitu saja. Sampai dimanapun akan saya perjuangkan. Mau sampai MA, ayo…


Jangdiv Sing adalah sosok langka di bumi Indonesia ini. Dia adalah sosok awam hukum, tapi oleh karena kondisi perselisihan hubungan industrial yang terjadi, dipaksa oleh keadaan untuk menjadi melek atau paham hukum. Dan oleh karena kesadaran hukumnya (law awareness), dia berani tampil memperjuangkan hak-hak normatifnya, walau tidak didampingi oleh seorang pengacara atau kuasa hukum. Sudah selayaknya Jangdiv Singh ini mendapat penghargaan.

SELAMAT BERJUANG TEMAN. SEMOGA ENGKAU DAPAT JADI INSPIRASI BAGI PARA BURUH ATAU PEKERJA LAINNYA.

Buruk Rupa Law Enforcement atau Penegakkan Hukum Indonesia


Ada 3 aspek yang menentukan berjalannya Penegakan Hukum (Law Enforcement); Pertama, Undang-Undang; kedua, Aktor yang menjalankan Hukum; dan ketiga, kesadaran hukum (Law Awareness) oleh masyarakat. Dimana ketiga aspek ini harus bisa berjalan dengan baik. Adanya carut marut dalam penegakkan hukum di Bumi Pertiwi tercinta ini, karena tidak jalannya ketiga aspek diatas. Mari kita bahas lebih lanjut:

1. Undang-Undang. Law Enforecement tanpa didukung oleh Perundangan-undangan yang jelas dan lengkap, pasti akan sulit untuk dilaksanakan. Memang harus diakui bahwa akhir-akhir ini Indonesia sudah ada kemajuan dalam kualitas dan kuantitas Perundang-undangannya. Tapi masih banyak juga Perundang-undangan yang tidak atau masih kurang dalam Petunjuk Teknis (Juknis) dan Petunjuk Prosedur (Jukdur), sehingga Hukum itu sendiri dapat ditegakkan. Sebagai contoh dalam Undang-undang Ketenagakerjaa Nomor 13 tahun 2003. Seperti pasal 155 ayat 3, dimana perusahaan bisa mem-PHK karyawannya dengan alasan EFISIENSI. Tapi pasal ini belum didukung Jukdur dan Juknis yang spesifik. Sehingga perusahaan dengan seenaknya dapat melakukan PHK dengan alasan ini secara subjektif.


2. Aktor. Harus diakui dari tiga aspek Law Enforcement, aspek Aktor ini adalah yang paling lemah dan amburadul di Indonesia tercinta ini. Seperti Hakim, Jaksa, Polisi, dan Pengacara sangat bermasalah. Sebagai contoh bagaimana penegakkan hukum atas perkara Perselisihan Hubungan Industrial antara pengusaha dan pekerjanya. Mediator dan Majelis Hakim di Persidangan PHI jamak melakukan putusan ambigu, ganda dan cenderung bias. Antara satu kasus dengan kasus lain punya standar acuan yang tikak jelas. Pesanan hukum begitu kentara terlihat. Jika yang berselisih adalah perusahaan kecil sperti pabrik kerupuk, roti dan sandal maka putusan hakim terlihat begitu baik dan tepat. Beda sekali bila yang beperkara adalah perusahaan besar dan di advokasi oleh pengacara terkenal pula, maka akan sangat jelas dapat disaksikan bahwa putusan dan tafsir hukum menjadi ngawur. Sedang contoh lain bila pengurus serikat pekerja yang mengadukan perkara pidana ke Polisi, maka Polisi akan lama dan bertele-tele dalam memeriksa kasus tersebut. Coba kalau sebaliknya, maka pengurus serikat pekerja akan dalam waktu singkat di berkas dan dimasukkan ke bui. Jadi aktor adalah titik terlemah dalam Penegakkan Hukum di Indonesia. Dan Markus (Makelar Kasus) dan Uang telah merusak tatanan penegakkan hukum itu sendiri.


3. Kesadaran Hukum. Lemahnya pengetahuan atau pemahaman atau kesadaran masyarakat akan hukum, juga semakin memperparah Law Enforcement. Ada beberapa dampak dari akibat lemahnya kesadaran hukum ini. Setiap kali ada pelanggaran hukum yang terjadi, masyarakat cenderung tidak tahu langkah hukum yang harus dilakukan atau masyarakat tidak mau tahu atas dampak pelanggaran hukum itu sendiri. Saat ini nyaris semua masyarakat akan menghindari proses hukum, bilamana bisa dilakukan. Semua ini akibat lemahnya kesadaran atau pengetahuan masyarakat hukum. Hal ini sangat nyata terlihat dalam dunia kerja. Banyak pekerja tidak mengerti hak-hak normatif dan bentuk-bentuk hukum yang melindungi mereka. UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. UU Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial, UU Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jamsostek, UU Nomor 11 Tahun 1992 tentang Dana Pensiun, UU Nomor 21 tentang Serikat Pekerja, UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Azasi Manusia dan lain-lain. Lemahnya kesadaran hukum masyarakat Indonesia ini, semakin memperparah berjalannya Law Enforcement itu sendiri. Seharusnya masyarakat berani mengatakan yang benar itu adalah benar. Bila ada permasalahan atau perselisihan hukum, seyogiyanya juga masyarakat itu berani untuk menempuh jalur hukum yang ada. Bila merasa tidak punya dana untuk perkara hukum yang ada. Banyak Lembaga Bantuan Hukum yang non profit atau murah tapi kualitasnya tidak murahan, bisa membantu masyarakat. Yang penting adalah masyarakat itu harus berani untuk melawan. Karena dengan demikianlah Negara ini bisa Jaya dan Maju. SEMUA MEMPUNYAI HAK DAN KEWAJIBAN YANG SAMA DI MUKA HUKUM.

Minggu, 10 Oktober 2010

ANTI BERSERIKAT ADALAH PELANGGARAN HAM


Pada saat Persidangan Perdata Perbuatan melawan Hukum Anti Berserikat oleh Manajemen PT. Indosiar Visual Mandiri. Sholeh Ali sebagai Kuasa Hukum Penggugat Pengurus Serikat Karyawan (Sekar) Indosiar menyampaikan beberapa pertanyaan pada Ahli Hukum HAM dan anggota Komisi Nasional HAM, Kabul Supriadi mengenai tindakan Anti Berserikat (union busting) adalah merupakan pelanggaran HAM.

Sholeh Ali menyampaikan pertanyaan kepada Kabul Supriadi “bagaimana pendapat Ahli ketika ada serikat pekerja sedang mendaftar anggota baru, lalu formulirnya diambil paksa?” Kabul Supriadi memberikan pendapatnya sebagai Ahli “Ini namanya menghalang-halangi. Menghalang-halangi rekrutmen terhadap serikat diancam dalam Pasal 43 dari Undang-Undang Nomor 21. Ancamannya itu hukuman 1 (satu) tahun maksimal 5 (lima) tahun.”

Lalu Kuasa Hukum Pengurus Sekar Indosiar ini bertanyan “apakah ada dampak hukum terhadap proses perbuatan ini? yang mana terakhir pengurus-pengurus serikat itu di PHK.” Anggota Komnas HAM ini berpendapat “Bahwa siapapun yang mengurangi, membatasi, menghalang-halangi, mencabut dan sebagainya terkait dengan Hak Azasi, dalam hal ini Hak adalah untuk berserikat. Itulah namanya pelanggaran Hak Azasi Manusia. Hak Azasi Manusia dilanggar, apa konsekuensinya? Sudah barang tentu ini ketentuan hukum, maka perbuatan itu dianggap sebagai melawan hukum.”


Ketika Andi Irwanda Ismunandar, S.H. Kuasa Hukum Sekar Indosiar menyanyakan lebih lanjut “ketika sebuah manajemen perusahaan mengatakan untuk karyawannya keluar dari berserikat, atau manajemen perusahaan menyampaikan pada karyawannya untuk masuk ke serikat tertentu, dan atau menyampaikan kepada karyawannya untuk untuk bersikap netral, apakah itu termasuk perbuatan menghalang-halangi berserikat?” Ahli HAM ini menyatakan bahwa “Siapa pun. Baik Pemerintah, Pengusaha, Polisi. Tidak boleh mengintervensi serikat. Disinilah HAM-nya. Dimana berserikat adalah Hak Azasi. Dan siapa pun tidak boleh mengintervensi, apalagi mengatakan sesat, atau tidak sah, atau illegal dan lain sebagainya.

Kemudian Kuasa Hukum Manajemen PT. Indosiar Visual Mandiri, Tergugat 1 (satu) Handoko, menanyakan “Tadi saudara Ahli mengatakan adanya pelanggaran Hak Azasi Manusia. Apakah indikasi ada timbulnya pelanggaran Hak Azasi Manusia itu? Siapa yang harus membuktikan?” Kemudian Hakim Ad hoc Pengadilan HAM berat ini memberikan pendapat hukumnya “Saya hanya ingin katakan bahwa mencabut, membatasi, menghalang-halangi, Hak Azasi Manusia yang tercantum dalam Undang-Undang 39 tahun 1999. Siapa pun, dia adalah pelanggar Hak Azasi Manusia. Kalau mau pertanyaan pembuktian, pengadilan lah yang membuktikan. Saya tadi sudah katakan, bahwa tidak ada pengadilan HAM untuk konteks yang bukan pelanggaran Hak Azasi Manusia yang berat. Oleh karena itu, termasuk pengadilan ini atau pengadilan-pengadilan yang lain. Siapa pun pengadilannya, yang mempunyai kompetensi. Kalau pelanggaran HAM yang berat, pasti kami akan melakukan penyelidikan pro justicia.


Pada saat Hakim Ketua Jannes Arotonang, S.H. M.H. menanyakan pertanyaan terakhir “Jadi kalau boleh saya simpulkan pendapat Bapak atas pertanyaan saya tadi. Jadi pada saat suatu serikat kerja. Katakanlah suatu embrio serikat kerja akan membentuk diri untuk eksis. Disana bisa terjadi juga pelanggaran mengenai aspek-aspek HAM? Dan pada serikat pekerja yang sudah eksis pun bisa terjadi?” Dan Kabul Supriadi menyatakan pendapatnya “Iya. Betul. Bisa.

Lalu Hakim Ketua Jannes Aritonang menutup dengan mengatakan “Begitu iya… Kesimpulan Bapak.

BERSERIKAT ADALAH HAK AZASI MANUSIA, TIDAK BOLEH SIAPAPUN MENGHALANG-HALANGINYA


Dalam Persidangan Lanjutan Gugatan Anti Berserikat (union busting) yang diajukan oleh Pengurus Serikat Karyawan (Sekar) Indosiar di PN Jakarta Barat, Rabu tanggal 6 Okotober 2010. Kuasa Hukum Sekar Indosiar dari LBH Pers; Sholeh Ali, S.H.; Andi Irwanda Ismunandar, S.H; dan Rhoma Dwi Cahyaningsih, S.H., menghadirkan Ahli Hukum Hak Azasi Manusia Kobul Supriadi, S.H. M.A., Dosen tetap Fakultas Hukum Universitas Diponegoro dan Anggota Komisi Nasional Hak Azasi Manusia.

Kuasa Hukum Sekar Indosiar, Sholeh Ali, S.H. di awal persidangan mengajukan pertanyaan yang mendasar tentang “apa definisi Hak Berserikat dalam konteks HAM?

Kabul Supriadi, S.H. M.A. dalam pendapat hukum mengatakan bahwa “hak berserikat adalah salah satu hak yang terkait dengan Hak Azasi Manusia. Dan hak ini harus dilindungi, dipenuhi siapa pun, termasuk aparat Negara, dan pemerintah juga bertanggung jawab dalam rangka perlindungan ini.”


Ketika lebih lanjut Sholeh Ali menanyakan “apakah pekerja kasar maupun buruh punya sama mempunyai hak berserikat?” Ahli yang juga adalah Hakim Ad hoc Pengadilan HAM Indonesia berpendapat bahwa “Setiap orang yang bekerja, apalagi di perusahaan, sudah barang tentu melekat, karena hak azasi itu melekat diri seseorang, apalagi dia bekerja. Maka dia mempunyai hak azasi manusia yang terkait dengan pekerjaan itu dalam hal ini hak untuk berserikat.”

Kuasa Hukum Pengugat, Pengurus Sekar Indosiar melanjutkan pertanyaan tentang “apakah hak untuk memperjuangkan upah dibawah minimum kawannya, atau anggotanya yang tergabung dalam serikat itu, merupakan kegiatan menjalankan hak serikat?

Ahli yang adalah anggota Komnas HAM ini mengatakan “Essensi dari hak berserikat, itu sebenarnya dalam rangka untuk memperjuangkan hak-hak dari pekerja, termasuk anggota dan pengurusnya. Dalam rangka perbaikan kesejahteraan daripada tenaga kerja yang bersangkutan.”


Lalu Sholeh Ali melanjutkan pertanyaannya “bagaimana perusahaan harus menghargai hak karyawan untuk berserikat, tanpa menghalang-halangi aktivitas serikat itu?

Ahli, Kabul Supriadi, berpendapat bahwa “Siapapun di negeri ini, karena sudah ada Undang-Undang 39 Tahun 1999 tentang Hak Azasi Manusia. Tidak ada yang boleh turut campur, mengintervensi terkait dengan hak berserikat itu. Siapapun! Termasuk perusahaan dimana pekerja itu berada. Pemerintah pun tidak bisa mengintervensi. Sepanjang yang dilakukan serikat itu tidak bertentangan dengan UUD 1945, Pancasila dan Peraturan Undang-Undang yang berlaku.”

MAJELIS HAKIM PHI DI DEMO SEKAR INDOSIAR TAPI TAK BERGEMING DAN TELAH MENUTUP MATA HATINYA



(Pengurus Sekar Indosiar bersama 22 orang yang di skorsing tetap solid. Selasa 05 Oktober 2010 SEKAR Indosiar melakukan Aksi Unjuk Rasa di Pengadilan PHI Jl. MT. Haryono Pancoran Jakarta. Aksi ini dilakukan sebelum Majelis PHI membacakan putusannya. Walau demikian Majelis Hakim tak bergeming, dimana logika hukum tak jelas dan penuh pemelintiran.)

(Orasi berapi-api dari Kuasa Hukum SEKAR Indosiar, Sholeh Ali, S.H. dari LBH Pers "kita menyadari bahwa Majelis Hakim sudah berpihak dari mulai awal persidangan. Untuk itu kita harus menyuarakan agar Majelis Hakim PHI ini bebas dari Markus. Mereka harus membuat putusan yang sesuai dengan Hukum di Reublik ini.")

(Orasi juga disampaikan oleh Winuranto dari Aliansi Jurnalis Independen (AJI) yang menyatakan bahwa "Majelis Hakim PHI telah sering menunjukkan ketidak netralannya. Pengusaha begitu kuat mengontrol putusan-putusan yang dibuatnya. Apalagi nalar PHK kadang hanya berdasarkan pertimbangan TIDAK ADA KEHARMONISAN. Persidangan PHI sudah seperti Lembaga KUA.")

(Ketua Serikat Karyawan Garuda (SEKARGA), Tommy, juga menyampaikan orasinya: "tindakan union busting tidak hanya terjadi di PT.Indosiar. Di Garuda yang nota bene Perusahaan Milik Negara juga terjadi. Hadirnya serikat pekerja memang sangat tidak disukai oleh para Manajemen yang tidak punya baik untuk memajukan perusahaan. Mereka merasa terancam, tindak-tanduk Korupsi tidak leluasa. Saat ini, saya sama dengan teman-teman pengurus SEKAR Indosiar. Juga digugat PHK oleh Direksi Garuda.")

(Orasi juga disampaikan oleh Ketua Serikat Pekerja Dok Galangan Kapal Koja, Gatot, dalam orasinya menyampaikan bahwa "tindakan PHK terhadap pengurus serikat pekerja adalah cara ampuh untuk memberangus aktivitas serikat pekerja. Seperti yang saya alami juga digugat PHK oleh Manajemen Galangan Kapal Koja. Untuk itu, maju terus jangan takut."

(Dukungan kepada perjuangan SEKAR INDOSIAR juga disampaikan oleh Bambang Wisudo mantan Wartawan Kompas yang digugat PHK oleh Pimpinan Redaksi Kompas karena perjuangannya sebagai Ketua serikat pekerja, Forum Komunikasi Karyawan Kompas.)


(Budi Laksono juga mengajukan orasinya. Mantan Ketua Serikat Pekerja Suara Pembaruan ini menyampaikan dalam orasinya bahwa "PHK adalah cara umum yang dilakukan oleh Pimpinan Perusahaan. Dan saat ini Kehidupan Demokrasi telah mati dalam perusahaan Media itu sendiri. Semua hanya dilakukan hanya berdasarkan azas perhitungan ekonomis yakni keuntungan. Apakah itu melanggar aturan atau tidak? Bukan masalah. Harusnya perusahaan media jadi contoh atas penegakan hukum atau aturan."

(TINDAKAN ANTI BERSERIKAT ADALAH PELANGGARAN HAM, hal ini sudah diatur sangat tegas dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Azasi Manusia. Dan Pasal 28 UUD 1945 juga dinyatakan bahwa " Negara menjamin setiap warga negara untuk berserikat dan berkumpul." Sedang Pasal 28 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja "perusahaan tidak boleh menghalangi-halangi pekerja untuk menjalankan aktivitasnya dalam sebuah serikat pekerja."

KETUA SEKAWAN DUKUNG MANAJEMEN INDOSIAR PHK SEMUA PENGURUS SEKAR INDOSIAR



Ketua Serikat Pekerja SEKAWAN Indosiar Adhi Novi hadir dalam Persidangan Perselisihan Hubungan Industrial (PHI), Gugatan PHK terhadap 22 orang Pengurus dan Aktivis SEKAR Indosiar. Dalam sidang kali ini Adhi Novi datang bersama dengan Dudi Ruhendi Manager HRD PT. Inodisar dan Immanuel Matondang dari Bagian Legal PT. Indoiar.

Pengurus SEKAR Indosiar yang sedang berjuang agar PT.Indosiar Visual Mandiri memberikan hak normatif karyawannya, seperti: Upah yang masih ada dibawah UMP, karyawan kontrak yang banyak lebih dari 3 tahun, Jamsostek yang tidak merata, perhitungan lembur yang tidak sesuai dengan Peraturan Pemerintah, dll. Malah Manajemen PT. Indosiar Visual Mandiri yang dipimpin oleh Handoko, kemudian mem-PHK semua karyawan yang diperjuangkan oleh Pengurus SEKAR tersebut diatas. Lalu kemudian Ketua SEKAWAN Adhi Novi aktif mendukung tindakan PHK semena-mena dan sepihak ini.

Tindakan ini telah berhasil mem-PHK 300 orang anggota SEKAR INDOSIAR. Bahkan memberikan skorsing pada 22 orang Pengurus dan Aktivis SEKAR INDOSIAR.

Rabu, 06 Oktober 2010

Putusan Majelis Hakim PHI Jakarta: Matinya Hak Berserikat di Industri Media…


Selasa tanggal 5 Oktober 2010 Majelis Hakim Persidangan Hubungan Industrial (PHI) DKI Jakarta membacakan Putusan, yang mana Majelis Hakim mengabulkan semua dalil Gugatan PHK oleh Manajemen PT. Indosiar Visual Mandiri terhadap 22 orang Pengurus dan Aktivis Serikat Karyawan (Sekar) Indosiar.

Tidak ada yang mengangetkan dari Putusan Majelis Hakim ini, karena selama 7 (tujuh) bulan jalannya proses persidangan PHK atas 22 orang Pengurus dan Aktivis Sekar Indosiar, Majelis Hakim yang diketuai oleh F.X. Jiwo Santoso S.H. M.H. bersama dua Hakim Ad Hoc, Endro Budiarto, S.H. dari Wakil Serikat Pekerja dan Zebua, S.H. dari Wakil dari Pengusaha, sudah berkecenderungan untuk berpihak pada Manajemen PT. Indosiar Visual Mandiri.

Majelis Hakim PHI ini menerima semua dalil Gugatan PHK dari Kuasa Hukum PT. Indosiar dan sama sekali tidak mempertimbangkan fakta-fakta yang ada di persidangan seperti yang diuraikan dibawah ini:

1. Dalam Pertimbangan Putusannya Majelis Hakim telah memilintir bunyi Pasal Pasal 164 ayat (2) UU No. 13 Tahun 2003. Bahwa kerugian harus dibuktikan dengan Laporan Keuangan 2 (dua) tahun berturut-turut, menjadi bahwa PT. Indosiar masih mengalami akumulasi kerugian selama 5 (lima) tahun terakhir. Manjemen PT. Indosiar Visual Mandiri tidak dapat membuktikan adanya kerugian PT. Indosiar Visual Mandiri pada masa 2 (dua) tahun terakhir secara berturut–turut. Padahal Auditor Independen dari Eddy Prakarsa Permana Siddharta, FL Tobing, menyatakan bahwa PT. Indosiar Visual Mandir memperoleh Laba bersih tahun 2008 dan 2009. Yakni sebesar 19 Milyar tahun 2008 dan 8 Milyar tahun 2009.



2. Majelis Hakim juga menggunakan dasar Pengumuman tanggal 29 Nopember 2009 Versi Manajemen yang mana akan melakukan pengurangan karyawan (Rasionalisasi). Padahal Fakta yang muncul di Persidangan, semua saksi yang dihadirkan di persidangan tidak ada yang pernah melihat Pengumuman tersebut. Sudah tentu ini surat adalah skenario pembenar dari Manajemen PT. Indosiar Visual Mandiri yang dipimpin oleh Handoko. Sudah saatnya untuk dipertanyakan keabsahannya, tidak menutup kemungkinan untuk diusut kasus Pidananya.

3. Majelis Hakim juga memelintir Program Pengumuman Pengunduran diri Secara Terhormat dengan menggunakan istilah Program Rasionalisasi. Sementara PT. Indosiar tidak dapat membuktikan atau memberi Fakta dalil Program Rasionalisasi tersebut. Padahal yang muncul di Persidangan adalah Program Pengumuman Pengunduran diri Secara Terhormat, seperti yang telah diumumkan oleh Manajemen pada tanggal 2 dan 3 Februari 2010, yang ditanda tangani oleh Triandy Suyatman dan Harry Pramono selaku Direksi Indosiar. Menurut Ahli Perburuhan, Dosen Universitas Atmadjaja, Surya Chandra: “hampir mustahil ada PHK menurut Undang-Undang Ketenakerjaan No. 13 tahun 2003. Kalaupun ada PHK sesuai dengan UU Ketenakerjaaan adalah karena; satu, karyawan itu sendiri mengundurkan diri; dua, karyawan itu sendiri habis masa kontraknya; tiga, karyawan yang meninggal dunia; dan empat, karyawan yang pensiun. Diluar itu hampir mustahi ada PHK.” Tapi anehnya Manajemen PT. Indosiar yang dipimpin oleh Handoko ini dengan mudahnya melakukan PHK dan memberangus serikat pekerja (Sekar Indosiar). Akibat perbuatan arogan ini pihak Manajemen PT. Indosiar Visual Mandiri berhasil dengan sukses mem-PHK 300 orang lebih karyawannya.

4. Fakta yang ada di Persidangan Manajemen Indosiar tidak dapat membuktikan klaim mereka telah mendapat ijin untuk mem-PHK 300 orang karyawan. Padahal kata-kata ini sering disampaikan oleh para staf HRD saat memanggil satu persatu anggota Sekar Indosiar untuk di PHK.


5. Majelis Hakim PHI sama sekali tidak mempertimbangkan 7 (Tujuh) butir tuntutan Sekar Indosiar dengan adanya Aksi Demo dan upaya Mediasi untuk menyelesaikan perselisihan pekerja tidak pernah ada penyelesaiannya. Bahkan upaya oleh Menteri Tenaga Kerja & Transmigrasi RI, juga dengan Dirjen PHI serta Direktur Pengupahan dan Jamsostek Kemenakertrans RI telah nyata-nyata diabaikan oleh Manajemen Indosiar. Bahkan saat ada pertemuan Rapat Dengar Pendapat dengan Anggota Komisi IX DPR RI sebanyak 2 (dua) kali di Gedung DPR RI. Dan juga saat kunjungan sidak implementasi hak-hak normatif pekerja/karyawan di Indosiar oleh satu bus rombongan Pokja Nakertrans Komisi IX yang dipimpin oleh Ketuanya Ribka Tjiptaning, pada tanggal 11 Maret 2010. Manajemen Indosiar tetap “PD” dengan keangkuhannya untuk memberangus hak pekerja untuk berserikat.

6. Majelis Hakim semakin menutup mati hati dan nuraninya dengan berpendapat bahwa tidak ada pemberangus aktivitas serikat pekerja dengan melakukan PHK atas semua Pengurus dan Aktivis Sekar Indosiar. Fakta yang diberikan oleh Pengurus Sekar Indosiar pada saat persidangan, bahwa hampir 100 persen karyawan yang di PHK termasuk 22 orang yang digugat PHK di Pengadilan Hubungan Industrial DKI Jakarta adalah anggota Sekar Indosiar. Tak juga seorang pun ada anggota Sekawan. Bahkan Organisasi Sekawan telah dijadikan alat untuk membela kepentingan Manajemen Indosiar. Seperti hadirnya Ketua Sekawan Adhi Novi dalam beberapa Persidangan mendapangi Dudi Ruhendi Manager HRD PT. Indosiar. Sungguh tindakannya ini menyimpang jauh dari hakekat dan fungsi serikat pekerja sesuai dengan UU No. 21 tahun 2000.

7. Majelis Hakim juga mengabaikan Fakta yang ada di Pengadilan bahwa PT. Indosiar Visual Mandiri yang dipimpin oleh Handoko ini telah mempekerjakan karyawannya secara sengaja dan bertahun-tahun dengan melanggar UU Ketenakerjaan No. 13 tahun 2003. Seperti memberi Upah dibawah UMP, tidak menyertakan semua Karyawannya dalam Jamsostek, perhitungan lembur yang tidak jelas, skala pengupahan yang tidak sesuai dengan Pasal 94 UU No. 13 Tahun 2003, karyawan kontrak yang terus menerus hingga melebihi waktu 3 (tiga) tahun dan tidak ada jenjang karir yang jelas.


8. Atas putusannya ini, Majelis Hakim telah turut serta dalam memberangus Aktivitas Serikat Pekerja dalam hal ini Sekar Indosiar untuk memperjuangkan hak-hak normatif dan peningkatan kesejahteraan anggotanya. Faktanya saat ini tidak ada lagi pengurus Sekar Indosiar yang dapat menindak lanjuti perjuangan untuk terwujudnya PKB dan memperjuangkan perbaikan kesejahteraan pekerja di Indosiar. Kebebasan untuk berserikat dan berkumpul telah dirampas oleh Manajemen Indosiar. Banyak anggota Sekar Indosiar yang menjadi parno alias takut menunjukkan identitas dirinya sebagai Sekar Indosiar. Padahal hak berserikat dan berkumpul ini dilindungi oleh UU No. 21 tahun 2000 dan Pasal 28 UUD 1945.

9. Majelis Hakim PHI juga mengabaikan dan mematikan perjuangan Pengurus Sekar Indosiar guna memperbaiki pengelolaan Koperasi Karyawan Indosiar. Yang selama tidak memiliki ijin sebagai lembaga pengerah tenaga kerja (perusahaan outsourching). Tapi menjalankna usaha illegal seperti: usaha cleaning service, dubber, bengkel, cuci cetak film, dan lain-lain. Kelembagaan Koperasi Kokarin semakin tidak jelas dengan tidak pernah dilakukannya RAT (Rapat Anggota Tahunan).

Apa yang telah di Putuskan oleh Majelis Hakim PHI Provinsi DKI Jakarta sungguh telah mematikan Hak Pekerja Media dalam hal ini Hak Karyawan PT. Indosiar Visual Mandiri guna mendapatkan Hak Normatif sesuai dengan UU Nomor 13 Tahun 2003 dan Hak Kemerdekaan Dalam Berpendapat dan Berserikat sesuai dengan Pasal 28 UUD 1945.