Selasa, 28 Juni 2011 20:35 WIB
JAKARTA--MICOM:Jajaran Dewan Direksi dan Komisaris PT Indosiar Visual Mandiri Tbk (IDKM) mengajukan pengunduran diri dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), Selasa (28/6). Hal ini dilakukan sebagai penolakan atas akuisisi Indosiar oleh PT Elang Mahkota Teknologi Tbk (EMTK) yang dinilai melanggar ketentuan UU Penyiaran.
"Kami tidak ingin di masa depan tersangkut perkara hukum karena akuisisi tersebut berpotensi melawan UU Penyiaran," kata Komisaris Independen IDKM Teuku Iskandar di Jakarta.
Menurut Iskandar, proses akuisisi ini melanggar UU No 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran dan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 50 Tahun 2005. Dalam UU Penyiaran ditegaskan bahwa merger atau akuisisi antarlembaga penyiaran tidak dibenarkan
Sedangkan dalam Pasal 31 PP 50 Tahun 2005 dijelaskan bahwa pemusatan televisi oleh satu orang dan satu badan hukum hanya diperkenankan terhadap paling banyak dua lembaga penyiaran dalam wilayah provinsi yang berbeda.
"Akuisisi itu sendiri secara hukum tidak dibenarkan. Dengan membiarkan EMTK menabrak UU Penyiaran berarti pemerintah gagal mejamin hak publik akan keberagaman kepemilikan frekuensi dan keragaman konten," tegas dia.
Iskandar melanjutkan, tidak ada unsur pemaksaan atau keterpaksaan dari pihak-pihak tertentu terkait rencana pengunduran diri tersebut. "Sekali lagi saya pastikan kami mundur semata-mata tidak mau tersangkut perkara hukum. Bukan karena kami akan diganti, maka kami mundur. Justru karena kami mundur maka kami akan diganti," tegas dia.
EMTK telah mendapatkan persetujuan pemegang sahamnya untuk mengakuisisi sebanyak 27,24% saham dari modal ditempatkan dan disetor IDKM dari PT Prima Visualindo (PV) dengan harga Rp900 per saham. Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) juga menyetujui penjaminan 1.648.322.000 saham PT Surya Citra Media Tbk (SCMA) yang memiliki oleh perseroan sebagai jaminan atas utang perseroan yang akan digunakan untuk mendanai transaksi akuisisi IDKM tersebut. (Atp/OL-04)
Penulis : Andreas Timothy
http://www.mediaindonesia.com/read/2011/06/28/237930/21/2/Komisaris-dan-Direksi-Indosiar-Mundur
UPDATE - SIDANG PERDATA ANTI BERSERIKAT DI PN JAKARTA BARAT
PADA SELASA TANGGAL 18 JANUARI 2011 JAM 14.30 WIB, HAKIM KETUA JANNES ARITONANG S.H. MEMBACAKAN ISI PUTUSAN GUGATAN PERDATA ANTI BERSERIKAT (UNION BUSTING), PERKARA NO. 207/PDT.G.2010/JAK.BAR. MAJELIS HAKIM BERPENDAPAT BAHWA "PENGGUGAT MAMPU MEMBUKTIKAN POKOK GUGATANNYA." TERHADAP TERGUGAT MANAJEMEN PT. INDOSIAR VISUAL MANDIRI YANG DIPIMPIM HANDOKO.
DAN MEMBAYAR DWANGSOM RP. 2 JUTA PER HARI, ATAS KETERLAMBATAN PELAKSANAAN HUKUMAN INI.
MARI TEMAN-TEMAN SEKAR INDOSIAR DAN TEMAN-TEMAN MEDIA UNTUK HADIR DALAM PERSIDANGAN PERDATA INI.
Rabu, 29 Juni 2011
Selasa, 14 Juni 2011
Lima Buronan Belum Diseret Dari Hong Kong
RMOL.Lemahnya antisipasi aparat penegak hukum dalam mencekal para tersangka hingga terpidana, membuat mereka yang terlibat kasus korupsi terus mengembara ke negeri orang. Selain masuk Singapura, para koruptor dan obligor kakap melanjutkan pelarian ke negara lain seperti Hong Kong.
Dari data yang dikantongi Sekretariat NCB Interpol Indonesia, terdapat sejumlah nama pelarian yang masih bisa melenggang bebas, bahkan melanjutkan pelariannya dari Singapura ke Hong Kong. Sedikitnya lima buronan kabur ke Hong Kong seperti Bambang Soetrisno, terpidana kasus BLBI Bank Surya senilai Rp 1,5 triliun.
Jejak pelarian Bambang Soetrisno tampaknya diikuti dua buronan kasus Century, Rafat Ali Rizvi dan Hesham Al Warraq yang sebelum melanjutkan pelariannya ke Inggris dan Hong Kong, juga sempat ngendon di Singapura.
Berturut-turut setelah itu, dalam data Interpol juga terdapat nama bekas Direktur Keuangan Indosiar Philipus serta pengacara Johny Situwanda yang diduga berada di Hong Kong. “Pelacakan ke Hong Kong terus kita lakukan,” kata Kepala Bagian Penerangan Umum (Kabagpenum) Mabes Polri Kombes Boy Rafli Amar.
Menanggapi pelarian sederet buronan kakap tersebut, Boy mengaku, langkah Interpol mengidentifikasi keberadaan mereka masih dilakukan secara intensif. “Interpol terus memantau keberadaan mereka,” ujarnya.
Dia menambahkan, permasalahannya, sejauh ini Interpol tidak bisa melakukan penangkapan maupun mengekstradisi para buronan itu karena terganjal belum adanya perjanjian ekstradisi antara Indonesia dengan Hong Kong.
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung Noor Rochmad menambahkan, selain terganjal belum adanya perjanjian ekstradisi, upaya mengeksekusi para buronan itu juga dipicu masih adanya perkara hukum yang membelit mereka di negara tempat pelariannya. “Ada proses hukum yang tengah dijalani mereka. Proses eksekusi pun menunggu sampai proses hukum mereka tuntas,” alasannya.
Noor pun meminta agar tuntutan sejumlah kalangan untuk memulangkan atau menangkap para buronan kakap yang sembunyi di luar negeri, disampaikan secara proporsional. Soalnya, dia mengaku, sampai sejauh ini jajaran kejaksaan masih mengupayakan langkah-langkah untuk mendeteksi dan mengeksekusi para buronan tersebut.
Menurut Kapuspenkum, kerjasama dengan jajaran Ditjen Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM, Kementerian Luar Negeri, Polri dan Interpol serta Kementerian Keuangan, terus dilakukan secara komprehensif.
“Di luar upaya eksekusi badan, kami mengupayakan cara lain seperti eksekusi aset para buronan yang telah divonis pengadilan,” ucapnya.
Kepala Biro Humas KPK Johan Budi Sapto Prabowo juga mengaku, sejauh ini upaya penindakan selalu dilakukan pihaknya manakala menemukan ada kejanggalan yang ditunjukkan tiap saksi maupun tersangka.
“Kami langsung koordinasi dengan Imigrasi untuk meminta pencekalan terhadap orang-orang yang diduga bermasalah,” katanya.
href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhc69l_BLZFO3X6DZBLPUFjX18qOl_qzjyRGLhfqHiSFTmtohO7xihUQSI7_oK3gD1fazcfNOKf4Fz7up9OQJYFoInBlVSigamguBiEqqQ-xGKWSJ8ZtLmGSkAY_aj8YF1bBgUWoYdUeAQ/s1600/Aksi+1Tahun+Perlawanan+Sekar+Indosiar100_2528.JPG">
Langkah tersebut, menurut dia, ditujukan agar persoalan kaburnya saksi maupun tersangka ke luar negeri bisa diminimalisir. “Kami tidak ingin pengalaman yang sudah-sudah terulang kembali,” ucapnya.
Hal senada disampaikan Boy Rafli. Dia menyatakan, lebih baik melakukan pencegahan terhadap orang sebelum bepergian ke luar negeri ketimbang mengejar mereka tatkala sudah ada di luar negeri.
“Para buronan ini umumnya licin dan cerdik. Mereka memanfaatkan kelengahan petugas serta memanfaatkan lemahnya hubungan diplomasi kita dengan negara lain yang dijadikan tempat persembunyian mereka,” katanya.
Untuk itu, lanjut Boy, kepolisian melakukan serangkaian terobosan guna mengantisipasi seorang tersangka menjadi buron. “Ada upaya teknis yang dilakukan untuk mencegah seseorang kabur ke luar negeri,” tambahnya.
Hanya saja, ia menolak memaparkan langkah konkret model apa yang diterapkan kepolisian dalam mencegah ataupun menangkal seseorang menjadi buron. Namun, ia menambahkan, optimalisasi peran dan fungsi kepolisian di jajaran Reserse dan Intelkam senantiasa ditingkatkan untuk mengantisipasi kaburnya tersangka ke luar negeri. “Kalau tersangka dinilai penyidik tidak kooperatif, pasti akan langsung ditahan,” tandasnya.
Tak Pernah Nongol Saat Diadili
Selain Singapura, Hong Kong disinyalir menjadi tempat persembunyian bagi para buronan kasus korupsi. Yang disinyalir kabur ke Hong Kong ialah Bambang Soetrisno, terdakwa kasus penyelewengan dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) yang merugikan keuangan negara sedikitnya Rp 1,5 triliun.
Pada Rabu 13 November 2002, majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menjatuhkan vonis seumur hidup kepada Bambang. Dalam sidang yang diketuai hakim Rukmini itu, Wakil Komisaris Utama PT Bank Surya ini bersama dengan Direktur Utama Bank Surya Adrian Kiki Ariawan terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi.
Dalam amar putusan, hakim menguraikan bahwa terdakwa Bambang terbukti telah memperkaya diri sendiri dengan menyalurkan kredit dari Bank Surya yang dipimpinnya ke 168 perusahaan Paper Company. Kemudian terbukti kredit tersebut masuk ke rekening terdakwa.
Prosedur penyaluran kredit tersebut, menurut majelis hakim, tidak mengindahkan peraturan perbankan yang berlaku di Indonesia, sehingga layak dikategorikan sebagai tindak pidana korupsi.
Di bagian akhir putusannya, hakim menegaskan telah memberikan kesempatan kepada para terdakwa untuk membela diri dan membuktikan diri mereka tak bersalah. “Namun terdakwa tak pernah hadir di persidangan,” kata Rukmini.
Sementara itu, Rafat Ali Rizvi dan Hesham Alwaraq terlibat dalam mega skandal Bank Century. Hesham Al Warraq adalah bekas Komisaris Utama yang juga menjadi pemilik Century. Pria kelahiran 12 April 1958 itu adalah warga negara Saudi Arabia kelahiran Kairo, Mesir.
Sedangkan, Rafat Ali, warga negara Inggris kelahiran Pakistan pada 22 Oktober 1960, juga pemilik Century. Dua nama terakhir ini bertanggung jawab atas penyimpanan aset-aset jaminan surat berharga Century di luar negeri. Mereka pun tak pernah nongol dalam persidangan hingga divonis bersalah oleh majelis hakim.
Selanjutnya ada nama Direktur Keuangan PT Indosiar Karya Mandiri Tbk Phiong Phillipus Darma. Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Baharudin Djafar mengatakan, pengejaran Phiong Phillipus Darma tidak terkait jabatannya sebagai Direktur Keuangan PT Indosiar Visual Mandiri. “Dia diadukan secara personal karena memalsukan surat,” katanya, di Polda (23/12/2010).
Phiong dilaporkan ke Polda Metro Jaya atas pemalsuan surat. Ia disangkakan mengalihkan barang sitaan Badan Penyehatan Perbankan Nasional berupa tanah, peralatan berat, dan barang inventaris kantor lainnya. Oleh Direktorat Reserse Kriminal Umum yang menangani kasus ini, Phiong dikirimi surat pemanggilan hingga dua kali.
Karena tak memenuhi panggilan, polisi melakukan pemanggilan paksa. Namun, saat itu Phiong sudah berada di luar negeri. Direktorat Reskrimum akhirnya memasukkan nama Phiong ke dalam Daftar Pencarian Orang. Tak hanya itu, polisi juga meminta bantuan Interpol untuk menyebarkan nama Phiong sebagai buronan.
Dalam situs Interpol, Phiong disebut dicari karena melakukan pemalsuan dan penipuan. Namanya dimasukkan ke dalam daftar merah. Dengan posisi itu, buronan dikategorikan harus ditangkap dan diekstradisi ke negara asalnya.
Terakhir ialah Johny Situwanda. Dia merupakan tersangka dugaan suap kepada pejabat Polri. Kasus ini diduga terjadi saat Johnny menangani perkara sengketa antara PT Bintang Mentari Perkasa (PT BMP) dan PT Baru Adjak (PT BA) di Bandung, Jawa Barat. Kasus ini ditangani Ditreskrim Polda Jabar. Saat itu Susno Duadji menjabat Kapolda Jawa Barat.
Johnny Situanda akhirnya ditetapkan masuk dalam daftar pencarian orang oleh Mabes Polri setelah pengacara muda tersebut tiga kali mangkir dari pemanggilan Polri. “Dipanggil pertama dan kedua sebagai saksi tidak hadir. Pemanggilan yang ketiga sudah ditetapkan sebagai tersangka juga tidak hadir. Statusnya sudah masuk DPO,” ujar Kadiv Humas Polri yang saat itu dijabat Irjen Edward Aritonang di Mabes Polri, Selasa (1/6/2010).
Sumber: http://www.rakyatmerdekaonline.com/news.php?id=29106
Dari data yang dikantongi Sekretariat NCB Interpol Indonesia, terdapat sejumlah nama pelarian yang masih bisa melenggang bebas, bahkan melanjutkan pelariannya dari Singapura ke Hong Kong. Sedikitnya lima buronan kabur ke Hong Kong seperti Bambang Soetrisno, terpidana kasus BLBI Bank Surya senilai Rp 1,5 triliun.
Jejak pelarian Bambang Soetrisno tampaknya diikuti dua buronan kasus Century, Rafat Ali Rizvi dan Hesham Al Warraq yang sebelum melanjutkan pelariannya ke Inggris dan Hong Kong, juga sempat ngendon di Singapura.
Berturut-turut setelah itu, dalam data Interpol juga terdapat nama bekas Direktur Keuangan Indosiar Philipus serta pengacara Johny Situwanda yang diduga berada di Hong Kong. “Pelacakan ke Hong Kong terus kita lakukan,” kata Kepala Bagian Penerangan Umum (Kabagpenum) Mabes Polri Kombes Boy Rafli Amar.
Menanggapi pelarian sederet buronan kakap tersebut, Boy mengaku, langkah Interpol mengidentifikasi keberadaan mereka masih dilakukan secara intensif. “Interpol terus memantau keberadaan mereka,” ujarnya.
Dia menambahkan, permasalahannya, sejauh ini Interpol tidak bisa melakukan penangkapan maupun mengekstradisi para buronan itu karena terganjal belum adanya perjanjian ekstradisi antara Indonesia dengan Hong Kong.
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung Noor Rochmad menambahkan, selain terganjal belum adanya perjanjian ekstradisi, upaya mengeksekusi para buronan itu juga dipicu masih adanya perkara hukum yang membelit mereka di negara tempat pelariannya. “Ada proses hukum yang tengah dijalani mereka. Proses eksekusi pun menunggu sampai proses hukum mereka tuntas,” alasannya.
Noor pun meminta agar tuntutan sejumlah kalangan untuk memulangkan atau menangkap para buronan kakap yang sembunyi di luar negeri, disampaikan secara proporsional. Soalnya, dia mengaku, sampai sejauh ini jajaran kejaksaan masih mengupayakan langkah-langkah untuk mendeteksi dan mengeksekusi para buronan tersebut.
Menurut Kapuspenkum, kerjasama dengan jajaran Ditjen Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM, Kementerian Luar Negeri, Polri dan Interpol serta Kementerian Keuangan, terus dilakukan secara komprehensif.
“Di luar upaya eksekusi badan, kami mengupayakan cara lain seperti eksekusi aset para buronan yang telah divonis pengadilan,” ucapnya.
Kepala Biro Humas KPK Johan Budi Sapto Prabowo juga mengaku, sejauh ini upaya penindakan selalu dilakukan pihaknya manakala menemukan ada kejanggalan yang ditunjukkan tiap saksi maupun tersangka.
“Kami langsung koordinasi dengan Imigrasi untuk meminta pencekalan terhadap orang-orang yang diduga bermasalah,” katanya.
href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhc69l_BLZFO3X6DZBLPUFjX18qOl_qzjyRGLhfqHiSFTmtohO7xihUQSI7_oK3gD1fazcfNOKf4Fz7up9OQJYFoInBlVSigamguBiEqqQ-xGKWSJ8ZtLmGSkAY_aj8YF1bBgUWoYdUeAQ/s1600/Aksi+1Tahun+Perlawanan+Sekar+Indosiar100_2528.JPG">
Langkah tersebut, menurut dia, ditujukan agar persoalan kaburnya saksi maupun tersangka ke luar negeri bisa diminimalisir. “Kami tidak ingin pengalaman yang sudah-sudah terulang kembali,” ucapnya.
Hal senada disampaikan Boy Rafli. Dia menyatakan, lebih baik melakukan pencegahan terhadap orang sebelum bepergian ke luar negeri ketimbang mengejar mereka tatkala sudah ada di luar negeri.
“Para buronan ini umumnya licin dan cerdik. Mereka memanfaatkan kelengahan petugas serta memanfaatkan lemahnya hubungan diplomasi kita dengan negara lain yang dijadikan tempat persembunyian mereka,” katanya.
Untuk itu, lanjut Boy, kepolisian melakukan serangkaian terobosan guna mengantisipasi seorang tersangka menjadi buron. “Ada upaya teknis yang dilakukan untuk mencegah seseorang kabur ke luar negeri,” tambahnya.
Hanya saja, ia menolak memaparkan langkah konkret model apa yang diterapkan kepolisian dalam mencegah ataupun menangkal seseorang menjadi buron. Namun, ia menambahkan, optimalisasi peran dan fungsi kepolisian di jajaran Reserse dan Intelkam senantiasa ditingkatkan untuk mengantisipasi kaburnya tersangka ke luar negeri. “Kalau tersangka dinilai penyidik tidak kooperatif, pasti akan langsung ditahan,” tandasnya.
Tak Pernah Nongol Saat Diadili
Selain Singapura, Hong Kong disinyalir menjadi tempat persembunyian bagi para buronan kasus korupsi. Yang disinyalir kabur ke Hong Kong ialah Bambang Soetrisno, terdakwa kasus penyelewengan dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) yang merugikan keuangan negara sedikitnya Rp 1,5 triliun.
Pada Rabu 13 November 2002, majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menjatuhkan vonis seumur hidup kepada Bambang. Dalam sidang yang diketuai hakim Rukmini itu, Wakil Komisaris Utama PT Bank Surya ini bersama dengan Direktur Utama Bank Surya Adrian Kiki Ariawan terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi.
Dalam amar putusan, hakim menguraikan bahwa terdakwa Bambang terbukti telah memperkaya diri sendiri dengan menyalurkan kredit dari Bank Surya yang dipimpinnya ke 168 perusahaan Paper Company. Kemudian terbukti kredit tersebut masuk ke rekening terdakwa.
Prosedur penyaluran kredit tersebut, menurut majelis hakim, tidak mengindahkan peraturan perbankan yang berlaku di Indonesia, sehingga layak dikategorikan sebagai tindak pidana korupsi.
Di bagian akhir putusannya, hakim menegaskan telah memberikan kesempatan kepada para terdakwa untuk membela diri dan membuktikan diri mereka tak bersalah. “Namun terdakwa tak pernah hadir di persidangan,” kata Rukmini.
Sementara itu, Rafat Ali Rizvi dan Hesham Alwaraq terlibat dalam mega skandal Bank Century. Hesham Al Warraq adalah bekas Komisaris Utama yang juga menjadi pemilik Century. Pria kelahiran 12 April 1958 itu adalah warga negara Saudi Arabia kelahiran Kairo, Mesir.
Sedangkan, Rafat Ali, warga negara Inggris kelahiran Pakistan pada 22 Oktober 1960, juga pemilik Century. Dua nama terakhir ini bertanggung jawab atas penyimpanan aset-aset jaminan surat berharga Century di luar negeri. Mereka pun tak pernah nongol dalam persidangan hingga divonis bersalah oleh majelis hakim.
Selanjutnya ada nama Direktur Keuangan PT Indosiar Karya Mandiri Tbk Phiong Phillipus Darma. Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Baharudin Djafar mengatakan, pengejaran Phiong Phillipus Darma tidak terkait jabatannya sebagai Direktur Keuangan PT Indosiar Visual Mandiri. “Dia diadukan secara personal karena memalsukan surat,” katanya, di Polda (23/12/2010).
Phiong dilaporkan ke Polda Metro Jaya atas pemalsuan surat. Ia disangkakan mengalihkan barang sitaan Badan Penyehatan Perbankan Nasional berupa tanah, peralatan berat, dan barang inventaris kantor lainnya. Oleh Direktorat Reserse Kriminal Umum yang menangani kasus ini, Phiong dikirimi surat pemanggilan hingga dua kali.
Karena tak memenuhi panggilan, polisi melakukan pemanggilan paksa. Namun, saat itu Phiong sudah berada di luar negeri. Direktorat Reskrimum akhirnya memasukkan nama Phiong ke dalam Daftar Pencarian Orang. Tak hanya itu, polisi juga meminta bantuan Interpol untuk menyebarkan nama Phiong sebagai buronan.
Dalam situs Interpol, Phiong disebut dicari karena melakukan pemalsuan dan penipuan. Namanya dimasukkan ke dalam daftar merah. Dengan posisi itu, buronan dikategorikan harus ditangkap dan diekstradisi ke negara asalnya.
Terakhir ialah Johny Situwanda. Dia merupakan tersangka dugaan suap kepada pejabat Polri. Kasus ini diduga terjadi saat Johnny menangani perkara sengketa antara PT Bintang Mentari Perkasa (PT BMP) dan PT Baru Adjak (PT BA) di Bandung, Jawa Barat. Kasus ini ditangani Ditreskrim Polda Jabar. Saat itu Susno Duadji menjabat Kapolda Jawa Barat.
Johnny Situanda akhirnya ditetapkan masuk dalam daftar pencarian orang oleh Mabes Polri setelah pengacara muda tersebut tiga kali mangkir dari pemanggilan Polri. “Dipanggil pertama dan kedua sebagai saksi tidak hadir. Pemanggilan yang ketiga sudah ditetapkan sebagai tersangka juga tidak hadir. Statusnya sudah masuk DPO,” ujar Kadiv Humas Polri yang saat itu dijabat Irjen Edward Aritonang di Mabes Polri, Selasa (1/6/2010).
Sumber: http://www.rakyatmerdekaonline.com/news.php?id=29106
Kamis, 09 Juni 2011
LAW AWARENESS BUKAN BERARTI RESE
Tiga pilar dari Tegaknya Supremasi Hukum terdiri dari Law Matterials, seperti Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, Keputusan Meteri, Peraturan Daerah dll; Law Actors, seperti Pengacara, Polisi, Jaksa, Mediator Dinas Tenaga Kerja, Hakim, dll; Law Awareness, kesadaran hukum masyarakat untuk mau menjadi saksi, mau menggugat, mau turut mengawal jalanya proses hukum yang ada.
Bila saat ini Indonesia heboh dengan lemahnya penegakan Hukum, yang ujung-ujungnya sulitnya menjadaikan Hukum sebagai Panglima di Indonesia tercinta ini. Itu disebakan oleh banyak faktor, seperti: Kurangnya tegasnya Materi Hukum yang menjadi sanksi atas pelanggaran hukum yang terjadi; bergentayangannya para Mafia Hukum dan Peradilan membuat Indonesia, mulai dari pengacara, polisi, mediator hingga para hakim. Hal ini yang membuat pertumbuhan ekonomi Indonesia tidak bisa lebih baik dari beberapa negara Asia Tenggara lainnya, akibatnya tidak dapat mendorong pertumbuhan penciptaan lapangan pekerjaan.
Law Awareness adalah salah satu pilar yang harus terus digalakkan, demi mendorong Penegakan Hukum yang lebih baik di Indonesia. Hanya sebagian kecil saja warga negara Indonesia ini melek hukum. Sebagai contoh adalah adalah Supremasi Hukum Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Masih banyak sekali pekerja/buruh di Indonesia, bahkan staf SDM juga termasuk Manager SDM sebuah perusahaan Awam akan UU Ketenagakerjaan ini. Para Manager SDM ini lebih percaya pada bisikan sesat para konsultan hukum, daripada dengan ketulusan hati berupaya untuk memperbaiki tatakelola SDM-nya.
Sebagai contoh Pengurus SEKAR Indosiar pada Januari 2010 telah mengajukan 7 (tujuh) butir tuntutan untuk dilaksanakan di Indosiar. Hal ini adalah bersifat normatif. Artinya ada dasar hukumnya. Jadi harus dilaksanakan, tidak boleh tidak. Walau mediasi sudah dilakukan oleh Mediator dari Suku Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Jakarta Barat, lalu berlanjut ke Kementrian Nakertrans RI dan Pokja Komisi IX DPR RI. Tapi tokh bukan itikad baik untuk menjalankan tuntutan normatif yang dilakukan oleh Manajemen Indosiar. Malah sebaliknya melakukan PHK terhadap karyawan yang Hak Normatifnya diperjuangkan, bahkan sampai memberangus semua Pengurus dan Aktivis SEKAR Indosiar.
7 (tujuh) tuntutan seperti: Pemberian Upah harus diatas UMP; Jamsostek wajib diberikan pada semua pekerja, termasuk yang masih berstatus klontrak, harian dan magang; pengankatan karyawan kontrak yang sudah dipekerjakan lebih dari 2 (dua) tahun; skala pengupahan yang sesuai dengan Pasal 94 UUK, dimana besaran tunjangan tidak boleh lebih dari 25% dari Total Upah, dll.
Bila Law Matterials dan Law Actors tidak bisa jalan. Seperti Hak Normatif tidak bisa dipenuhi, Pelaku Hukum (Law Actors) lumpuh. Maka Law Awareness harus secara konsisten dan tetap ditegakkan oleh semua lapisan masyarakat.
Seperti apa yang sudah ditempuh dan dilakukan oleh Pengurus SEKAR Indosiar:
- membuat laporan atas ketidak profesionalan Mediator Suku Dinas Jakarta Barat ke Inspektorat Pemerintah Provinsi DKI Jakarta,
- membuat laporan atas pelanggaran kode etik dan keberpihak yang telh ditunjukkan oleh Hakim PHI pada PN Jakarta Pusat kepada SATGAS Mafia Hukum dan Peradilan, yang telah memutus perkara PHK terhadap 22 (dua puluh dua) Pengurus dan Aktivis SEKAR Indosiar,
- membuat laporan atas pelanggaran kode etik dan keberpihak yang telh ditunjukkan oleh Hakim PHI pada PN Jakarta Pusat kepada Komisi Yudisial, yang telah memutus perkara PHK terhadap 22 (dua puluh dua) Pengurus dan Aktivis SEKAR Indosiar,
- membuat laporan atas pelanggaran kode etik dan keberpihak yang telh ditunjukkan oleh Hakim PHI pada PN Jakarta Pusat kepada Hakim Agung Bagian Pengawasan Hakim, yang telah memutus perkara PHK terhadap 22 (dua puluh dua) Pengurus dan Aktivis SEKAR Indosiar,
- mengajukan Judicial Review atas Pasal 164 ayat (3) UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, bersama teman-teman SP Hotel Papandayan Bandung, yang telah digunakan oleh Manajemen Indosiar untuk mem-PHK lebih 300 orang karyawannya. Demikian pula Pasal 164 ayat (3) ini telah dilakukan oleh Manajemen Hotal Papandayan untuk mem-PHK karyawannya.
Langkah pelaporan tindak pidana penggelapan, pasal 372 dan 374 KUHP yang telah dilakukan oleh 17 (tujuh belas) orang karyawan Indosiar terhadap Manajemen PT. Indosiar, adalah salah satu pelaksanaan pilar Law Awareness. Hal ini sehubungan dengan penghentian sepihak dan semena-mena oleh Manajemen Indosiar atas Hak Upah dan Hak Lainnya yang biasanya diterima.
Ada juga yang bertanya kenapa mesti ujug-ujug harus sampai dilapor ke Polisi segala??
Apa yang dilakukan oleh 17 (tujuh belas) Pengurus dan Aktivis SEKAR Indosiar tidak serta-merta dilakukan. Karena Pengurus SEKAR Indosiar telah melakukan banyak upaya untuk meluruskan langkah salah dari Manajemen Indosiar ini. 4 (empat) kali surat menyurat, bahkan undangan bipartit untuk menyelesaikan persolan ini juga diabaikan. Aksi Demo di Jalan Damai 11 Daan Mogot hanya dianggap sebagai angin lalu. Bahkan pada surat yang terakhir pihak Manajemen Indosiar melalui Triyandi Suyatman yang ditandatangani atas nama Dudi RUhendi menyatakan bahwa tidak bersedia untuk bertemu lagi dengan 17 (tujuh belas) orang Pengurus dan Aktivis SEKAR Indosiar, dan bahkan lewat surat menyurat sekalipun.
Law Awareness bukan berarti RESE. Langkah hukum yang dilakukan oleh SEKAR Indosiar dengan membuat pengaduan ke Polda Metrojaya adalah upaya Pengurus SEKAR Indosiar demi tegaknya Supremasi Hukum di Indonesia Tercinta ini.
Hal ini supaya menegasi paradigma salah yang pernah disampaikan oleh Petinggi Indosiar kepada Pengurus SEKAR Indosiar bahwa, "Bila di Singapura, begitu bayi lahir, dia langsung diajari bagaimana untuk taat pada aturan/hukum. Sedang di Indonesia, kita diajari bagaimana untuk mensiasati hukum."
Ironi, memang. Oleh karena itu setiap lapisan masyarakat termasuk pekerja/buruh harus berani dan konsisten untuk menjalankan koreksi penegakan hukum ( Law Awarenessnya), demi Tegaknya Supremasi Hukum di bumi Indonesia tercinta ini. Semoga Indosiar dalam dikelelola dengan lebih baik dan taat hukum.
Bila saat ini Indonesia heboh dengan lemahnya penegakan Hukum, yang ujung-ujungnya sulitnya menjadaikan Hukum sebagai Panglima di Indonesia tercinta ini. Itu disebakan oleh banyak faktor, seperti: Kurangnya tegasnya Materi Hukum yang menjadi sanksi atas pelanggaran hukum yang terjadi; bergentayangannya para Mafia Hukum dan Peradilan membuat Indonesia, mulai dari pengacara, polisi, mediator hingga para hakim. Hal ini yang membuat pertumbuhan ekonomi Indonesia tidak bisa lebih baik dari beberapa negara Asia Tenggara lainnya, akibatnya tidak dapat mendorong pertumbuhan penciptaan lapangan pekerjaan.
Law Awareness adalah salah satu pilar yang harus terus digalakkan, demi mendorong Penegakan Hukum yang lebih baik di Indonesia. Hanya sebagian kecil saja warga negara Indonesia ini melek hukum. Sebagai contoh adalah adalah Supremasi Hukum Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Masih banyak sekali pekerja/buruh di Indonesia, bahkan staf SDM juga termasuk Manager SDM sebuah perusahaan Awam akan UU Ketenagakerjaan ini. Para Manager SDM ini lebih percaya pada bisikan sesat para konsultan hukum, daripada dengan ketulusan hati berupaya untuk memperbaiki tatakelola SDM-nya.
Sebagai contoh Pengurus SEKAR Indosiar pada Januari 2010 telah mengajukan 7 (tujuh) butir tuntutan untuk dilaksanakan di Indosiar. Hal ini adalah bersifat normatif. Artinya ada dasar hukumnya. Jadi harus dilaksanakan, tidak boleh tidak. Walau mediasi sudah dilakukan oleh Mediator dari Suku Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Jakarta Barat, lalu berlanjut ke Kementrian Nakertrans RI dan Pokja Komisi IX DPR RI. Tapi tokh bukan itikad baik untuk menjalankan tuntutan normatif yang dilakukan oleh Manajemen Indosiar. Malah sebaliknya melakukan PHK terhadap karyawan yang Hak Normatifnya diperjuangkan, bahkan sampai memberangus semua Pengurus dan Aktivis SEKAR Indosiar.
7 (tujuh) tuntutan seperti: Pemberian Upah harus diatas UMP; Jamsostek wajib diberikan pada semua pekerja, termasuk yang masih berstatus klontrak, harian dan magang; pengankatan karyawan kontrak yang sudah dipekerjakan lebih dari 2 (dua) tahun; skala pengupahan yang sesuai dengan Pasal 94 UUK, dimana besaran tunjangan tidak boleh lebih dari 25% dari Total Upah, dll.
Bila Law Matterials dan Law Actors tidak bisa jalan. Seperti Hak Normatif tidak bisa dipenuhi, Pelaku Hukum (Law Actors) lumpuh. Maka Law Awareness harus secara konsisten dan tetap ditegakkan oleh semua lapisan masyarakat.
Seperti apa yang sudah ditempuh dan dilakukan oleh Pengurus SEKAR Indosiar:
- membuat laporan atas ketidak profesionalan Mediator Suku Dinas Jakarta Barat ke Inspektorat Pemerintah Provinsi DKI Jakarta,
- membuat laporan atas pelanggaran kode etik dan keberpihak yang telh ditunjukkan oleh Hakim PHI pada PN Jakarta Pusat kepada SATGAS Mafia Hukum dan Peradilan, yang telah memutus perkara PHK terhadap 22 (dua puluh dua) Pengurus dan Aktivis SEKAR Indosiar,
- membuat laporan atas pelanggaran kode etik dan keberpihak yang telh ditunjukkan oleh Hakim PHI pada PN Jakarta Pusat kepada Komisi Yudisial, yang telah memutus perkara PHK terhadap 22 (dua puluh dua) Pengurus dan Aktivis SEKAR Indosiar,
- membuat laporan atas pelanggaran kode etik dan keberpihak yang telh ditunjukkan oleh Hakim PHI pada PN Jakarta Pusat kepada Hakim Agung Bagian Pengawasan Hakim, yang telah memutus perkara PHK terhadap 22 (dua puluh dua) Pengurus dan Aktivis SEKAR Indosiar,
- mengajukan Judicial Review atas Pasal 164 ayat (3) UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, bersama teman-teman SP Hotel Papandayan Bandung, yang telah digunakan oleh Manajemen Indosiar untuk mem-PHK lebih 300 orang karyawannya. Demikian pula Pasal 164 ayat (3) ini telah dilakukan oleh Manajemen Hotal Papandayan untuk mem-PHK karyawannya.
Langkah pelaporan tindak pidana penggelapan, pasal 372 dan 374 KUHP yang telah dilakukan oleh 17 (tujuh belas) orang karyawan Indosiar terhadap Manajemen PT. Indosiar, adalah salah satu pelaksanaan pilar Law Awareness. Hal ini sehubungan dengan penghentian sepihak dan semena-mena oleh Manajemen Indosiar atas Hak Upah dan Hak Lainnya yang biasanya diterima.
Ada juga yang bertanya kenapa mesti ujug-ujug harus sampai dilapor ke Polisi segala??
Apa yang dilakukan oleh 17 (tujuh belas) Pengurus dan Aktivis SEKAR Indosiar tidak serta-merta dilakukan. Karena Pengurus SEKAR Indosiar telah melakukan banyak upaya untuk meluruskan langkah salah dari Manajemen Indosiar ini. 4 (empat) kali surat menyurat, bahkan undangan bipartit untuk menyelesaikan persolan ini juga diabaikan. Aksi Demo di Jalan Damai 11 Daan Mogot hanya dianggap sebagai angin lalu. Bahkan pada surat yang terakhir pihak Manajemen Indosiar melalui Triyandi Suyatman yang ditandatangani atas nama Dudi RUhendi menyatakan bahwa tidak bersedia untuk bertemu lagi dengan 17 (tujuh belas) orang Pengurus dan Aktivis SEKAR Indosiar, dan bahkan lewat surat menyurat sekalipun.
Law Awareness bukan berarti RESE. Langkah hukum yang dilakukan oleh SEKAR Indosiar dengan membuat pengaduan ke Polda Metrojaya adalah upaya Pengurus SEKAR Indosiar demi tegaknya Supremasi Hukum di Indonesia Tercinta ini.
Hal ini supaya menegasi paradigma salah yang pernah disampaikan oleh Petinggi Indosiar kepada Pengurus SEKAR Indosiar bahwa, "Bila di Singapura, begitu bayi lahir, dia langsung diajari bagaimana untuk taat pada aturan/hukum. Sedang di Indonesia, kita diajari bagaimana untuk mensiasati hukum."
Ironi, memang. Oleh karena itu setiap lapisan masyarakat termasuk pekerja/buruh harus berani dan konsisten untuk menjalankan koreksi penegakan hukum ( Law Awarenessnya), demi Tegaknya Supremasi Hukum di bumi Indonesia tercinta ini. Semoga Indosiar dalam dikelelola dengan lebih baik dan taat hukum.
Langganan:
Postingan (Atom)