JAKARTA--MICOM: Direktur Utama Indosiar Handoko, Direktur Indosiar Triyandi Suyatman, dan Manajer HRD Dudi Ruhendi dilaporkan ke polisi oleh 17 karyawan mereka yang tergabung dalam Serikat Karyawan Indosiar (Sekar). Hal ini terkait penggelapan atas kewenangan Indosiar Visual Mandiri yang menghentikan pembayaran upah karyawan secara sepihak.
"Kami sudah laporkan pada 18 Mei 2011 dan sekarang sedang tahap pemeriksaan pertama. Saat ini yang diperiksa Ketua Sekar Dicky Iryawan," ujar Yandri Silitonga, saat ditemui di ruang Krimum Polda Metro Jaya, Jumat (27/5).
Pelaporan Sekar pada 18 Mei 2011 lalu diungkapkan Yandri merupakan buntut dari dikeluarkannya surat Pemberitahuan Putusan Mahkamah Agung RI dari pihak Indosiar tertanggal 18 April 2011.
Dalam surat tersebut tertulis bahwa per 28 maret 2011, perusahaan tidak lagi berkewajiban untuk membayarkan upah dan hak 17 pekerja berupa klaim pengobatan. Surat ini dikeluarkan pihak Indosiar merunut putusan tanggal 28 Maret 2011 No 188 K/Pdt.sus/2011 (putusan) yang diunduh di website resmi MA, di mana MA RI menolak permohonan kasasi dari para pemohon kasasi (17 pekerja).
"Isi website mengatakan bila amar putusan menyatakan gugatan ditolak (28 maret 2011). Tapi pada bagian bawah website tertulis bila yang tercantum di dalamnya hanya indikasi situasi terkini perkara. Untuk info autentik tentang amar putusan, silakan akses naskah autentik putusan MA," ujar Yandri.
Sebelumnya, ungkap Yandri, memang pada sidang di Pengadilan Hubungan Industrial, PT Indosiar Visual Mandiri menang dan mendapat hak untuk memecat karyawan namum pihaknya kemudian mengajukan kasasi.
"Kami kemudian mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung dan putusan tetap dari MA belum keluar hingga saat ini. Nah, yang dia unduh di website enggak bisa dijadikan dasar tapi Indosiar sudah memutuskan menghentikan pambayaran upah sejak April 2010," ujarnya.
Lanjutnya, hingga saat ini seharusnya dia bersama 16 rekannya masih berstatus karyawan dan berhak mendapat gaji sebagaimana mestinya. "Status kami masih karyawan karena belum ada keputusan hukumnya," pungkas Yandri.
Dia juga mengungkapkan jika selama satu tahun tiga bulan, dirinya bersama rekan kerja lainnya sudah tidak pernah bekerja. "Sudah lama kami tidak mengunjungi kantor. Selama satu tahun tiga bulan kami cuma terima gaji pokok," ujar Yandri.
Sebelumnya, kasus pengaduan karyawan Indosiar ini bermula dari kasus pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap sekitar 300 karyawan selama Januari-Maret 2010. "Semuanya berawal dari masalah lanjutan PHK yang menimpa sekitar 300 orang. Kemudian ada 22 orang yang bertahan menolak PHK sepihak dan arogan, tapi hanya 17 orang yang bertahan sampai sekarang," katanya.
Sementara itu, pihak Humas Indosiar Gufron Sakaril saat dihubungi Media Indonesia, Jumat (27/5), belum mau memberi komentar terkait pelaporan Dirut, Direktur, dan manajer HRD PT Indosiar Visual Mandiri ke Polda Metro Jaya. "Nanti saja ya," ujarnya. (*/OL-11)
Sumber: http://www.mediaindonesia.com/read/2011/05/27/229441/37/5/Direktur-Utama-Indosiar-Dipolisikan-
UPDATE - SIDANG PERDATA ANTI BERSERIKAT DI PN JAKARTA BARAT
PADA SELASA TANGGAL 18 JANUARI 2011 JAM 14.30 WIB, HAKIM KETUA JANNES ARITONANG S.H. MEMBACAKAN ISI PUTUSAN GUGATAN PERDATA ANTI BERSERIKAT (UNION BUSTING), PERKARA NO. 207/PDT.G.2010/JAK.BAR. MAJELIS HAKIM BERPENDAPAT BAHWA "PENGGUGAT MAMPU MEMBUKTIKAN POKOK GUGATANNYA." TERHADAP TERGUGAT MANAJEMEN PT. INDOSIAR VISUAL MANDIRI YANG DIPIMPIM HANDOKO.
DAN MEMBAYAR DWANGSOM RP. 2 JUTA PER HARI, ATAS KETERLAMBATAN PELAKSANAAN HUKUMAN INI.
MARI TEMAN-TEMAN SEKAR INDOSIAR DAN TEMAN-TEMAN MEDIA UNTUK HADIR DALAM PERSIDANGAN PERDATA INI.
Sabtu, 28 Mei 2011
Dirut Indosiar Dilaporkan ke Polisi
Direktur Utama PT Indosiar Visual Mandiri, Handoko, dilaporkan 17 karyawannya. Handoko diduga menggelapkan hak gaji 17 karyawannya itu sejak April lalu.
"Kami melapor pada 18 Mei lalu dan sekarang sedang tahap pemeriksaan pertama di Direktorat Kriminal Umum,"kata Yandri Silitonga, Sekretaris Jenderal Serikat Karyawan Indosiar, di Kepolisian Daerah Metro Jaya kemarin.
Kasus ini berawal dari keputusan Indosiar memecat 300 karyawan yang tergabung dalam Serikat Karyawan Indosiar atau Sekar pada Januari-Maret 2010. Terkait dengan keputusan itu, Indosiar menggunakan dasar Pasal 164 ayat 3 Undang-Undang Tenaga Kerja, yang menyatakan PHK boleh dilakukan oleh perusahaan yang tutup karena masalah efisiensi. "Tapi kan Indosiar tidak tutup. Mereka hanya gunakan kata efisiensi saja,"ujar Yandri.
Tidak terima dengan keputusan direksi itu, ke-17 karyawan tersebut menolak diberhentikan dari pekerjaannya. Namun penolakan itu membuat Indosiar menggugat ke Pengadilan Hubungan Industrial (PHI), yang hasilnya majelis hakim menyatakan pemecatan itu sah sesuai dengan hukum.
"Kalah di PHI, kami ajukan memori kasasi ke Mahkamah Agung,"kata Yandri.
Handoko dilaporkan telah melanggar Pasal 372 dan 374 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dengan tuduhan penggelapan hak gaji karyawan Indosiar.
Direktur Program dan News Indosiar Triandy Suyatman belum bersedia memberikan keterangan. "Saya sedang rapat," katanya saat dihubungi Tempo kemarin sore.
Sumber: http://epaper.korantempo.com/KT/KT/2011/05/28/ArticleHtmls/28_05_2011_143_003.shtml
"Kami melapor pada 18 Mei lalu dan sekarang sedang tahap pemeriksaan pertama di Direktorat Kriminal Umum,"kata Yandri Silitonga, Sekretaris Jenderal Serikat Karyawan Indosiar, di Kepolisian Daerah Metro Jaya kemarin.
Kasus ini berawal dari keputusan Indosiar memecat 300 karyawan yang tergabung dalam Serikat Karyawan Indosiar atau Sekar pada Januari-Maret 2010. Terkait dengan keputusan itu, Indosiar menggunakan dasar Pasal 164 ayat 3 Undang-Undang Tenaga Kerja, yang menyatakan PHK boleh dilakukan oleh perusahaan yang tutup karena masalah efisiensi. "Tapi kan Indosiar tidak tutup. Mereka hanya gunakan kata efisiensi saja,"ujar Yandri.
Tidak terima dengan keputusan direksi itu, ke-17 karyawan tersebut menolak diberhentikan dari pekerjaannya. Namun penolakan itu membuat Indosiar menggugat ke Pengadilan Hubungan Industrial (PHI), yang hasilnya majelis hakim menyatakan pemecatan itu sah sesuai dengan hukum.
"Kalah di PHI, kami ajukan memori kasasi ke Mahkamah Agung,"kata Yandri.
Handoko dilaporkan telah melanggar Pasal 372 dan 374 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dengan tuduhan penggelapan hak gaji karyawan Indosiar.
Direktur Program dan News Indosiar Triandy Suyatman belum bersedia memberikan keterangan. "Saya sedang rapat," katanya saat dihubungi Tempo kemarin sore.
Sumber: http://epaper.korantempo.com/KT/KT/2011/05/28/ArticleHtmls/28_05_2011_143_003.shtml
Rabu, 25 Mei 2011
Informasi Di Website Mahkamah Agung Hanya Merupakan "Indikasi Terkini" Perkara
(Bagaimana bisa, para pihak yang berperkara malah membuat "Surat Pemberitahuan Putusan Mahkamah Agung RI". Padahal tugas dan peranan ini adalah kewenangan Panitera Pengganti Pengandilan Setempat. Dalam hal ini Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat).
(Dudi Ruhendi bukanlah Pejabat Panitera Pengganti PHI Jakarta. Melainkan salah satu pihak yang berperkara dengan 17 orang Pengurus dan Aktivis SEKAR Indosiar)
(Inilah Print out Informasi Website yang dikutip oleh Manajemen PT. Indosiar Visual Mandiri)
(Padahal bagian catatan Print Out Website Mahakamah Agung RI dinyatakan bahwa: "Informasi yang disampaikan pada sistem ini merupakan INDIKASI situasi terkini perkara." Tapi pihak Manajemen Indosiar nekad menggunakan Print Out Informasi Website ini sebagai dasar untuk menyatakan bahwa Perkara sudah berkekuatan hukum tetap.)
(Walau Pejabat Biro Hukum dan Humas Mahkamah Agung memberi Catatan penegasan bahwa Informasi Website tidak dapat dijadikan rujukan Ekseskusi sebuah Perkara. Putusan bisa berkekuatan Hukum Tetap apabila Para Pihak sudah menerima Salinan Putusan Mahkamah Agung RI yang akan disampaikan lewat Panitera Pengganti PN Setempat, dalam hal ini PHI Pada PN Jakarta Pusat)
(Tapi pihak Manajemen Indosiar melalui H. Triyandi Suyatman MBA, yang ditandatangani oleh Dudi Ruhendi mengatakan bahwa Pernyataan Pejabat Lembaga Yudikatif ini sebagai pendapat pribadi. Tapi sudah sangat jelas namanya Edi Yulianto SH. MH dan dibubuhi CAP MAHKAMAH AGUNG RI.)
(Dudi Ruhendi bukanlah Pejabat Panitera Pengganti PHI Jakarta. Melainkan salah satu pihak yang berperkara dengan 17 orang Pengurus dan Aktivis SEKAR Indosiar)
(Inilah Print out Informasi Website yang dikutip oleh Manajemen PT. Indosiar Visual Mandiri)
(Padahal bagian catatan Print Out Website Mahakamah Agung RI dinyatakan bahwa: "Informasi yang disampaikan pada sistem ini merupakan INDIKASI situasi terkini perkara." Tapi pihak Manajemen Indosiar nekad menggunakan Print Out Informasi Website ini sebagai dasar untuk menyatakan bahwa Perkara sudah berkekuatan hukum tetap.)
(Walau Pejabat Biro Hukum dan Humas Mahkamah Agung memberi Catatan penegasan bahwa Informasi Website tidak dapat dijadikan rujukan Ekseskusi sebuah Perkara. Putusan bisa berkekuatan Hukum Tetap apabila Para Pihak sudah menerima Salinan Putusan Mahkamah Agung RI yang akan disampaikan lewat Panitera Pengganti PN Setempat, dalam hal ini PHI Pada PN Jakarta Pusat)
(Tapi pihak Manajemen Indosiar melalui H. Triyandi Suyatman MBA, yang ditandatangani oleh Dudi Ruhendi mengatakan bahwa Pernyataan Pejabat Lembaga Yudikatif ini sebagai pendapat pribadi. Tapi sudah sangat jelas namanya Edi Yulianto SH. MH dan dibubuhi CAP MAHKAMAH AGUNG RI.)
Senin, 16 Mei 2011
Manajemen Indosiar Mau Lari Dari Tanggung Jawab Hukum
Manajemen PT. Indosiar Visual Mandiri No. 353/IVM-HRD/V/2011 membuat surat kepada Panji Atmono dkk, yang ditandatangani oleh Dudi Ruhendi atas nama H. Triyandi Suyatman MBA Direktur PT. Indosiar Visual Mandiri. Dimana pihak Manajemen PT. Indosiar Visual Mandiri menyampaikan pendapat yang berisi sbb:
1. Berdasarkan Putusan tertanggal 28 Maret 2011, Ni. 188K/Pdt.Sus/2011 (“Putusan”), Mahkamah Agung RI menolak permohonan kasasi dari 17 pekerja selaku Para Pemohon Kasasi.
2. Dengan ditolaknya permohonan kasasi tersebut maka Putusan Pengadilan Hubungan Industrial Pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tertanggal 5 Oktober 2010, No. 114/PHI.G/2010/PN.JKT.PST (“Putusan PHI”) telah berkekuatan hukum tetap.
3. Karena Putusan PHI telah berkekuatan hukum tetap maka berdasarkan Pasal 61 ayat 1 huruf c UU No.13/2003 hubungan kerja antara Para Pemohon Kasasi dan PT. Indosiar Visual Mandiri (“Persahaan”) berakhir.
4. Walaupun para pihak belum menerima Salinan Putusan Mahkamah Agung RI, namun dengan telah adanya Putusan Mahkamah Agung tersebut Perusahaan berpendapat tidak lagi berkewajiban membayar upah kepada Para Pemohon Kasasi.
5. Kewajiban Perusahaan adalah melaksanakan Putusan Mahkamah Agung RI.
6. Perusahaan akan membayar upah Para Pemohon Kasasi apabila dalam Putusannya Mahkamah Agung mewajibkan Perusahaan membayar upah sejak tanggal Putusan Mahkamah Agung hingga diterima salinan Putusan dari PHI.
7. Catatan berupa tulisan tangan hanya merupakan penjelasan pribadi seorang pegawai Mahkamah Agung dan bukan merupakan pendapat Mahkamah Agung sebagai Lembaga dan karenanya tidak ada kewajiban untuk mentaatinya.
8. Dengan telah jelasnya permasalahan ini maka kami tegaskan bahwa ini merupakan tanggapan terakhir dan tidak melayani lagi surat-menyurat mengenai hal ini, begitupun dengan undangan perundingan (Bipartit) adalah sudah tidak relevan dan tidak perlu.
17 orang Pengurus dan Aktivis SEKAR Indosair yang digugat PHK sepihak dan semena-mena berpendapat bahwa :
1. Pihak Manajemen PT. Indosiar Visual Mandiri telah bertindak melebihi kapasitasnya sebagai salah satu pihak yang berperkara. Dimana Manajemen PT. Indosiar Visual Mandiri telah mengambil peranan dan kewenangan dari Lembaga Yudusial dalam hal ini Mahkamah Agung RI untuk menentukan sah dan sudah berkekuatan hukum tetap sebuah perkara.
2. Pihak Manajemen PT. Indosiar Visual Mandiri juga mengakui bahwa para pihak yang berperkara belum menerima Salinan Putusan Mahkamah Agung RI. Hal ini menunjukkan bahwa pihak Manajemen PT. Indosiar Visual Mandiri tidak mempunyai dasar atau bukti yang jelas dan sah atas Eksekusi Hukum yang telah sepihak dilakukan.
3. Pihak Manajemen PT. Indosiar Visual Mandiri sudah terlalu jauh mengambil kewenangan Lembaga Yudikatif dalam hal ini Mahkamah Agung RI, dimana tanpa adanya bukti Salinan Putusan dari Mahkamah Agung RI diterima oleh para Pihak yang bersengketa. Akan tetapi Pihak Manajemen PT. Indosiar Visual Mandiri sudah berani menyatakan bahwa perkara PHK terhadap 17 orang Pengurus dan Aktivis SEKAR Indosiar telah berkekuatan hukum tetap.
4. Pernyataan bahwa “Perusahaan akan membayar upah Para Pemohon Kasasi apabila dalam Putusannya Mahkamah Agung mewajibkan Perusahaan membayar upah sejak tanggal Putusan Mahkamah Agung hingga diterima salinan Putusan dari PHI”. Pernyataan ini sangat aneh dan konyol. Harusnya pihak Manajemen PT. Indosiar Visual Mandiri membuktikan terlebih dahulu akan dasar hukum Eksekusi sebuah perkara berdasarkan Salinan Putusan MA RI yang disampaikan melalui Panitera Pengganti PHI Pada PN Jakarta Pusat. Baru kemudian mempunyai dasar hukum yang sah untuk melakukan Eksekusi sebuah Perkara. Panitera Pengganti PHI Pada PN Jakarta Pusat adalah Pejabat Lembaga yudikatif yang berhak untuk melakukan Eksekusi sebuah Perkara, bukan salah satu pihak yang Berperkara.
5. Atas tanggapan Surat No. 195/Sekar-Indosiar/V/2011 yang disampaikan oleh Pengurus SEKAR Indosiar terhadap Biro Hukum & Humas Mahakamah Agung RI. Yang mana kemudian Bapak Edi Yulianto SH. MH. memberikan sebuah catatan / pendapat dan diberi “cap Mahakamah Agung RI”. Lalu oleh pihak Manajemen PT. Indosiar Visual Mandiri dianggap hanya sebagai “pendapat pribadi”, bukan pendapat seorang Pejabat Lembaga Yudikatif, yakni Pejabat Biro Hukum & Humas Mahkamah Agung RI. Hal ini menunjukkan sikap Arogan, semena-mena dan sama sekali tidak menghargai Aparatur Hukum Negara di Republik Indonesia Tercinta ini.
Padahal apa yang disampaikan oleh Bapak Edi Yulianto SH. MH. adalah sebuah catatan yang umum dan biasa berlaku di Mahkamah Agung RI. Seperti dikutip berikut ini:
“Bahwa informasiperkara MA yang ada di website MA merupakan Infromasi terkini perkara, tidak mempunyai nilai otentik.”
Lalu kemudian dinyatakan lagi “Adapun yang menyangkut Putusan resmi dari Mahkamah Agung adalah melalui Pengadilan Negeri setempat, setelah adanya pemberitahuan dari Pengadilan Negeri Setempat.”
1. Berdasarkan Putusan tertanggal 28 Maret 2011, Ni. 188K/Pdt.Sus/2011 (“Putusan”), Mahkamah Agung RI menolak permohonan kasasi dari 17 pekerja selaku Para Pemohon Kasasi.
2. Dengan ditolaknya permohonan kasasi tersebut maka Putusan Pengadilan Hubungan Industrial Pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tertanggal 5 Oktober 2010, No. 114/PHI.G/2010/PN.JKT.PST (“Putusan PHI”) telah berkekuatan hukum tetap.
3. Karena Putusan PHI telah berkekuatan hukum tetap maka berdasarkan Pasal 61 ayat 1 huruf c UU No.13/2003 hubungan kerja antara Para Pemohon Kasasi dan PT. Indosiar Visual Mandiri (“Persahaan”) berakhir.
4. Walaupun para pihak belum menerima Salinan Putusan Mahkamah Agung RI, namun dengan telah adanya Putusan Mahkamah Agung tersebut Perusahaan berpendapat tidak lagi berkewajiban membayar upah kepada Para Pemohon Kasasi.
5. Kewajiban Perusahaan adalah melaksanakan Putusan Mahkamah Agung RI.
6. Perusahaan akan membayar upah Para Pemohon Kasasi apabila dalam Putusannya Mahkamah Agung mewajibkan Perusahaan membayar upah sejak tanggal Putusan Mahkamah Agung hingga diterima salinan Putusan dari PHI.
7. Catatan berupa tulisan tangan hanya merupakan penjelasan pribadi seorang pegawai Mahkamah Agung dan bukan merupakan pendapat Mahkamah Agung sebagai Lembaga dan karenanya tidak ada kewajiban untuk mentaatinya.
8. Dengan telah jelasnya permasalahan ini maka kami tegaskan bahwa ini merupakan tanggapan terakhir dan tidak melayani lagi surat-menyurat mengenai hal ini, begitupun dengan undangan perundingan (Bipartit) adalah sudah tidak relevan dan tidak perlu.
17 orang Pengurus dan Aktivis SEKAR Indosair yang digugat PHK sepihak dan semena-mena berpendapat bahwa :
1. Pihak Manajemen PT. Indosiar Visual Mandiri telah bertindak melebihi kapasitasnya sebagai salah satu pihak yang berperkara. Dimana Manajemen PT. Indosiar Visual Mandiri telah mengambil peranan dan kewenangan dari Lembaga Yudusial dalam hal ini Mahkamah Agung RI untuk menentukan sah dan sudah berkekuatan hukum tetap sebuah perkara.
2. Pihak Manajemen PT. Indosiar Visual Mandiri juga mengakui bahwa para pihak yang berperkara belum menerima Salinan Putusan Mahkamah Agung RI. Hal ini menunjukkan bahwa pihak Manajemen PT. Indosiar Visual Mandiri tidak mempunyai dasar atau bukti yang jelas dan sah atas Eksekusi Hukum yang telah sepihak dilakukan.
3. Pihak Manajemen PT. Indosiar Visual Mandiri sudah terlalu jauh mengambil kewenangan Lembaga Yudikatif dalam hal ini Mahkamah Agung RI, dimana tanpa adanya bukti Salinan Putusan dari Mahkamah Agung RI diterima oleh para Pihak yang bersengketa. Akan tetapi Pihak Manajemen PT. Indosiar Visual Mandiri sudah berani menyatakan bahwa perkara PHK terhadap 17 orang Pengurus dan Aktivis SEKAR Indosiar telah berkekuatan hukum tetap.
4. Pernyataan bahwa “Perusahaan akan membayar upah Para Pemohon Kasasi apabila dalam Putusannya Mahkamah Agung mewajibkan Perusahaan membayar upah sejak tanggal Putusan Mahkamah Agung hingga diterima salinan Putusan dari PHI”. Pernyataan ini sangat aneh dan konyol. Harusnya pihak Manajemen PT. Indosiar Visual Mandiri membuktikan terlebih dahulu akan dasar hukum Eksekusi sebuah perkara berdasarkan Salinan Putusan MA RI yang disampaikan melalui Panitera Pengganti PHI Pada PN Jakarta Pusat. Baru kemudian mempunyai dasar hukum yang sah untuk melakukan Eksekusi sebuah Perkara. Panitera Pengganti PHI Pada PN Jakarta Pusat adalah Pejabat Lembaga yudikatif yang berhak untuk melakukan Eksekusi sebuah Perkara, bukan salah satu pihak yang Berperkara.
5. Atas tanggapan Surat No. 195/Sekar-Indosiar/V/2011 yang disampaikan oleh Pengurus SEKAR Indosiar terhadap Biro Hukum & Humas Mahakamah Agung RI. Yang mana kemudian Bapak Edi Yulianto SH. MH. memberikan sebuah catatan / pendapat dan diberi “cap Mahakamah Agung RI”. Lalu oleh pihak Manajemen PT. Indosiar Visual Mandiri dianggap hanya sebagai “pendapat pribadi”, bukan pendapat seorang Pejabat Lembaga Yudikatif, yakni Pejabat Biro Hukum & Humas Mahkamah Agung RI. Hal ini menunjukkan sikap Arogan, semena-mena dan sama sekali tidak menghargai Aparatur Hukum Negara di Republik Indonesia Tercinta ini.
Padahal apa yang disampaikan oleh Bapak Edi Yulianto SH. MH. adalah sebuah catatan yang umum dan biasa berlaku di Mahkamah Agung RI. Seperti dikutip berikut ini:
“Bahwa informasiperkara MA yang ada di website MA merupakan Infromasi terkini perkara, tidak mempunyai nilai otentik.”
Lalu kemudian dinyatakan lagi “Adapun yang menyangkut Putusan resmi dari Mahkamah Agung adalah melalui Pengadilan Negeri setempat, setelah adanya pemberitahuan dari Pengadilan Negeri Setempat.”
Sabtu, 14 Mei 2011
PENGURUS SEKAR INDOSIAR MENJADI SAKSI KORBAN PHK ATAS ALASAN EFISIENSI
Untuk kesekian kalinya PARA PEJUANG SEKAR INDOSIAR menerobos tembok-tembok yang merintangi dan membatasi guna meraih capaian-capaian besar yang dapat merontokkan Keangkuhan, dan stigma Arogan yang berlaku saat ini. Stigma bahwa Karyawan/Pekerja adalah pihak yang tidak mempunyai kekuatan Uang. Jadi sudah dipastikan akan kalah dan akan jadi korban, bila berperkara dengan pihak Pengusaha/Manajemen Perusahaan. Dimana Karyawan/Pekerja tidak akan pernah bisa memenangkan sebuah perkara Hukum.
Handoko Direktur Utama PT. Indosiar Visual Mandiri pernah berucap pada Pengurus SEKAR Indosiar "berapapun Pengacara yang akan kalian bawa (SEKAR Indosiar, red). Perusahaan siap untuk menghadapinya." Sebuah kata jumawa yang sangat mengagungkan kekuatan Uang.
Pada hari Senin tanggal 9 Mei 2011, Mahkamah Konstitusi (MK) Republik Indonesia mengggelar Pleno Sidang Judicial Review atas Pasal 164 ayat (3) UU No. 13 Tahun 2003 tentang PHK karena alasan Efisiensi. Gugatan ini diajukan oleh Serikat Pekerja Hotel Papandayan Bandung. Dimana 38 (tiga puluh delapan) orang karyawan Hotel Papandayan Bandung digugat PHK karena alasan EFISIENSI (Pasal 164 ayat (3) UU No. 13 Tahun 2003, oleh Surya Paloh, pendiri dan tokoh Nasional Demokrat ini, dan sangat berambisi besar untuk maju menjadi Calon Presiden pada tahun 2014..
Bila ditinjau lebih dalam bunyi dari Pasal 164 ayat (3) ini adalah "Pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja/buruh karena perusahaan tutup bukan karena mengalami kerugian 2 (dua) tahun berturut-turut atau bukan karena keadaan memaksa (force majeur) tetapi perusahaan melakukan efisiensi, dengan ketentuan pekerja/buruh berhak atas uang pesangon sebesar 2 (dua) kali ketentuan Pasal 156 ayat (2), uang penghargaan masa kerja sebesar 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (3) dan uang penggantian hak sesuai sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (4)."
Kalimat "...tetapi perusahaan melakukan efisiensi." ini banyak dipelintir oleh para Pengacara/Kuasa Hukum yang membela pengusaha/manajemen perusahaan. Sedang bunyi lengkap atas Pasal 164ayat (3) ini sangat terang-terangan dikebiri oleh para Mafia Hukum yang gentayangan di PHI Jakarta dan juga di seluruh Indonesia.
Kalimat lengkap dan mutlak dari Pasal dari Pasal 164 ayat (3) ini diabaikan atau ditiadakan. Seperti dikutip berikut ini "Pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja/buruh karena PERUSAHAAN TUTUP...". Jadi syarat utama PHK yang SAH dengan menggunakan pasal ini adalah Perusahaan HARUS TUTUP.
Sementara perusahaan Televisi PT. Indosiar Visual Mandiri yang dipimpin oleh Handoko TIDAK TUTUP. Dan hal yang sama juga pada perusahaan Hotel Papandayan Bandung yang dipimpin oleh Surya Paloh TIDAK TUTUP. Demikian pula dengan segudang perkara lain yang ada digelar di Pengadilan Hubungan Industrial.
Modus PHK dengan menggunakan Pasal 164 ayat (3) ini banyak sekali ditemukan di PHI seluruh Indonesia. Aroma yang sangat kental bila ditelusuri adalah Upaya Sistematis guna menggembosi atau memberangus Pengurus beserta Aktivis sebuah Serikat Pekerja.
Yanri Silitonga Sekretasis SEKAR Indosiar dalam paparannya di Persidangan menyatakan bahwa "Mediasi yang sudah dilakukan di Kemenakertrans RI dan 3 kali di Komisi IX DPR RI adalah untuk memediasi SEKAR Indosiar dengan pihak Manajemen PT. Indosiar guna membahas tuntutan Hak Normatif karyawan Indosiar seperti: mengenai pembayaran Upah harus diatas UMP, Jamsostek harus merata diberikan, Karyawan Kotrak yang sudah lebih 3 tahun harus diangkat jadi karyawan tetap, Jenjang karir harus jelas dan transparan, dll. Luar biasanya pihak Manajemen PT. Indosiar mengabaikan Lembaga Eksekutif/ Pemerintah yakni Menteri Muhaimin Iskandar beserta Pejabat Tinggi di Kemenakertrans RI. Juga melecehkan Lembaga Legislatif yakni Ketua Komisi IX DPR RI, Dr. Ribka Tjiptaning, beserta dengan para Anggota Komisi IX DPR RI."
Lanjut papar Sekretaris SEKAR Indosiar ini "Bila kami yang bekerja di Media saja diperlakukan PHK semena-mena dan arogan, bagaimana pula dengan Pekerja lain yang jauh dari sorotan Media dan tidak punya link dengan Pejabat atau Lembaga Berwenang di Republik Indonesia ini. Kamis pagi saya dapat undangan mediasi bipartit. Lalu sorenya dikasih lagi undangan bipartit kedua dan ketiga untuk membicarakan putusan PHK esok harinya, yakni hari Jumat. Tapi akhirnya mundur jadi hari Senin. Bagaiman bisa membicarakan Putusan PHK hanya dalam waktu3 hari. Saat saya Menolak PHK, lalu pihak Manajemen Indosiar menjatuhkan sanksi SKORSING. Padahal saya tidak pernah ada masalah denganperformace kerja dan kedisiplinan." Senin
Dicky Irawan selaku Ketua SEKAR Indosiar dalam kesaksiaannya mengatakan bahwa "PHK terhadap kami mengada-ada alasannya. Hari Jumat teman-teman Cleaning Service dan Sopir di PHK, Hari Minggu sudah pekerjaannya sudah digantikan oleh tenaga kerja dari outsourcing. Tidak ada juga alasan dan capaian PHK yang mendasari Gugatan PHK oleh Manajemen Indosiar. Hampir semua 300 orang karyawan Indosiar yang di PHK adalah Anggota kami. Nyaris tidak anggota Serikat Pekerja Tandingan (SEKAWAN Indosiar) yang terkena PHK. Dan yang luar biasanya Majelis Hakim PHI Jakarta juga menyetujui PHK atas dasar Pasal 164 ayat (3) yang tidak berdasar ini. Karena hingga sekarang Perusahaan Televisi PT. Indosiar Visual Mandiri masih berjalan. Dan Laporan Keuangan tahun 2008 dan 2009 PT. Indosiar Visual Mandiri memperoleh UNTUNG."
Sudah saatnya Pasal 164 ayat (3) UU No. 13 Tahun 2003 ini dihapus. Bila tidak dihapus, maka akan semakin banyak korban-korban PHK berikutnya.
Handoko Direktur Utama PT. Indosiar Visual Mandiri pernah berucap pada Pengurus SEKAR Indosiar "berapapun Pengacara yang akan kalian bawa (SEKAR Indosiar, red). Perusahaan siap untuk menghadapinya." Sebuah kata jumawa yang sangat mengagungkan kekuatan Uang.
Pada hari Senin tanggal 9 Mei 2011, Mahkamah Konstitusi (MK) Republik Indonesia mengggelar Pleno Sidang Judicial Review atas Pasal 164 ayat (3) UU No. 13 Tahun 2003 tentang PHK karena alasan Efisiensi. Gugatan ini diajukan oleh Serikat Pekerja Hotel Papandayan Bandung. Dimana 38 (tiga puluh delapan) orang karyawan Hotel Papandayan Bandung digugat PHK karena alasan EFISIENSI (Pasal 164 ayat (3) UU No. 13 Tahun 2003, oleh Surya Paloh, pendiri dan tokoh Nasional Demokrat ini, dan sangat berambisi besar untuk maju menjadi Calon Presiden pada tahun 2014..
Bila ditinjau lebih dalam bunyi dari Pasal 164 ayat (3) ini adalah "Pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja/buruh karena perusahaan tutup bukan karena mengalami kerugian 2 (dua) tahun berturut-turut atau bukan karena keadaan memaksa (force majeur) tetapi perusahaan melakukan efisiensi, dengan ketentuan pekerja/buruh berhak atas uang pesangon sebesar 2 (dua) kali ketentuan Pasal 156 ayat (2), uang penghargaan masa kerja sebesar 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (3) dan uang penggantian hak sesuai sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (4)."
Kalimat "...tetapi perusahaan melakukan efisiensi." ini banyak dipelintir oleh para Pengacara/Kuasa Hukum yang membela pengusaha/manajemen perusahaan. Sedang bunyi lengkap atas Pasal 164ayat (3) ini sangat terang-terangan dikebiri oleh para Mafia Hukum yang gentayangan di PHI Jakarta dan juga di seluruh Indonesia.
Kalimat lengkap dan mutlak dari Pasal dari Pasal 164 ayat (3) ini diabaikan atau ditiadakan. Seperti dikutip berikut ini "Pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja/buruh karena PERUSAHAAN TUTUP...". Jadi syarat utama PHK yang SAH dengan menggunakan pasal ini adalah Perusahaan HARUS TUTUP.
Sementara perusahaan Televisi PT. Indosiar Visual Mandiri yang dipimpin oleh Handoko TIDAK TUTUP. Dan hal yang sama juga pada perusahaan Hotel Papandayan Bandung yang dipimpin oleh Surya Paloh TIDAK TUTUP. Demikian pula dengan segudang perkara lain yang ada digelar di Pengadilan Hubungan Industrial.
Modus PHK dengan menggunakan Pasal 164 ayat (3) ini banyak sekali ditemukan di PHI seluruh Indonesia. Aroma yang sangat kental bila ditelusuri adalah Upaya Sistematis guna menggembosi atau memberangus Pengurus beserta Aktivis sebuah Serikat Pekerja.
Yanri Silitonga Sekretasis SEKAR Indosiar dalam paparannya di Persidangan menyatakan bahwa "Mediasi yang sudah dilakukan di Kemenakertrans RI dan 3 kali di Komisi IX DPR RI adalah untuk memediasi SEKAR Indosiar dengan pihak Manajemen PT. Indosiar guna membahas tuntutan Hak Normatif karyawan Indosiar seperti: mengenai pembayaran Upah harus diatas UMP, Jamsostek harus merata diberikan, Karyawan Kotrak yang sudah lebih 3 tahun harus diangkat jadi karyawan tetap, Jenjang karir harus jelas dan transparan, dll. Luar biasanya pihak Manajemen PT. Indosiar mengabaikan Lembaga Eksekutif/ Pemerintah yakni Menteri Muhaimin Iskandar beserta Pejabat Tinggi di Kemenakertrans RI. Juga melecehkan Lembaga Legislatif yakni Ketua Komisi IX DPR RI, Dr. Ribka Tjiptaning, beserta dengan para Anggota Komisi IX DPR RI."
Lanjut papar Sekretaris SEKAR Indosiar ini "Bila kami yang bekerja di Media saja diperlakukan PHK semena-mena dan arogan, bagaimana pula dengan Pekerja lain yang jauh dari sorotan Media dan tidak punya link dengan Pejabat atau Lembaga Berwenang di Republik Indonesia ini. Kamis pagi saya dapat undangan mediasi bipartit. Lalu sorenya dikasih lagi undangan bipartit kedua dan ketiga untuk membicarakan putusan PHK esok harinya, yakni hari Jumat. Tapi akhirnya mundur jadi hari Senin. Bagaiman bisa membicarakan Putusan PHK hanya dalam waktu3 hari. Saat saya Menolak PHK, lalu pihak Manajemen Indosiar menjatuhkan sanksi SKORSING. Padahal saya tidak pernah ada masalah denganperformace kerja dan kedisiplinan." Senin
Dicky Irawan selaku Ketua SEKAR Indosiar dalam kesaksiaannya mengatakan bahwa "PHK terhadap kami mengada-ada alasannya. Hari Jumat teman-teman Cleaning Service dan Sopir di PHK, Hari Minggu sudah pekerjaannya sudah digantikan oleh tenaga kerja dari outsourcing. Tidak ada juga alasan dan capaian PHK yang mendasari Gugatan PHK oleh Manajemen Indosiar. Hampir semua 300 orang karyawan Indosiar yang di PHK adalah Anggota kami. Nyaris tidak anggota Serikat Pekerja Tandingan (SEKAWAN Indosiar) yang terkena PHK. Dan yang luar biasanya Majelis Hakim PHI Jakarta juga menyetujui PHK atas dasar Pasal 164 ayat (3) yang tidak berdasar ini. Karena hingga sekarang Perusahaan Televisi PT. Indosiar Visual Mandiri masih berjalan. Dan Laporan Keuangan tahun 2008 dan 2009 PT. Indosiar Visual Mandiri memperoleh UNTUNG."
Sudah saatnya Pasal 164 ayat (3) UU No. 13 Tahun 2003 ini dihapus. Bila tidak dihapus, maka akan semakin banyak korban-korban PHK berikutnya.
PENDAPAT HUKUM DARI BIRO HUKUM MA RI – INDOSIAR HARUS BAYAR HAK UPAH DAN LAINNYA KEPADA PANJI ATMONO DKK
Sehubungan dengan surat yang disampaikan oleh Dudi Ruhendi atas nama Dept. HRD Indosiar No. 286/IVM-HRD/IV/2011 tanggal 18 April 2011. Hal: Pemberitahuan Putusan Mahkamah Agung RI. Yang kemudian atas dasar petikan website Mahakamah Agung RI tanggal 28 Maret 2011 ini, Manajemen PT. Indosiar Visual Mandiri menghentikan pembayaran Hak Upah 17 (tujuh belas) orang Pengurus dan Aktivis SEKAR Indosiar yang digugat PHK (dengan menggunakan Pasal 164 ayat (3) UU. No. 13 Tahun 2003), lalu karena menolak PHK kemudian perusahaan menjatuhkan putusan SKORSING.
SEKAR Indosiar pada tanggal 3 Mei 2011 mengajukan surat Mohon Pendapat Hukum dari Biro Hukum Mahkamah Agung Republik Indonesia. Kepala Sub Bagian Hukum dan Kelembagaan Mahakamah Agung RI, Edy Yulianto SH menyatakan :
1. Petikan dari website Mahakamah Agung tidak dapat dijadikan bukti otentik atas sebuah perkara.
2. Yang menjadi dasar sebuah Eksekusi Perkara adalah Salinan Putusan Mahkamah Agung RI yang disampaikan melalui Panitera Pengganti/Jurusita Pengadilan Negeri setempat (dalam hal ini Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat).
Jadi sangat benderang sekali bahwa Hak Upah dan Hak lain yang biasa diterima harus tetap dibayar oleh Manajemen PT. Indosiar Visual Mandiri. Tidak bisa Dudi Ruhendi atas nama Manajemen PT. Indosiar Visual Mandiri menghentikan Hak Upah berikut Hak lain yang biasa diterima secara sepihak. Karena kewenangan Eksekusi atas sebuah Perkara bukan ditangan para pihak yang berperkara, tapi ada ditangan Aparat Hukum yang berkompeten untuk itu.
Sebagai contoh kasus ada Memory Kasasi yang diajukan oleh Lusye Rosita Simatupang melawan Elisabeth br Sitanggang, Nomor Memory Kasasi 1992K/PDT/2009. Pada tanggal 28 April 2010 di website Mahkamah Agung RI yang telah dinyatakan memory kasasinya “TOLAK”.
Lalu ketika Salinan Putusan Diterima oleh para Pihak pada tanggal 30 April 2011 dari Panitera Pengganti Pengadilan Negeri setempat, ternyata Isi Putusan beda dengan yang di website. Dimana ternyata Memory Kasasi Lusye Rosita Simatupang “DITERIMA”.
Banyak kasus yang terjadi seperti ini. Seperti kasus Memory Kasasi yang diajukan oleh Miranda Gultom, di website, Miranda S. Gultom dinyatakan Menang. Tapi saat Salinan Putusan diterima, Miranda S. Gultom harus menjalani Hukuman Tahanan.
Oleh karena itu SEKAR Indosiar sudah menerima secara tertulis Pendapat Hukum dari Biro Hukum Mahkamah Agung RI. Dan suratnya juga sudah dilayangkan ke Handoko sebagai Direktur Utama PT., Indosiar Visual Mandiri. Maka sudah SEHARUSNYA pihak Manajemen PT. Indosiar tetap untuk MEMBAYAR HAK UPAH dan BERIKUT HAK LAINNYA SEBAGAIMANA BIASA DITERIMA HINGGA SALINAN PUTUSAN DITERIMA OLEH PARA PIHAK.
Hukum itu Universal dan berlaku untuk Semua.
SEKAR Indosiar pada tanggal 3 Mei 2011 mengajukan surat Mohon Pendapat Hukum dari Biro Hukum Mahkamah Agung Republik Indonesia. Kepala Sub Bagian Hukum dan Kelembagaan Mahakamah Agung RI, Edy Yulianto SH menyatakan :
1. Petikan dari website Mahakamah Agung tidak dapat dijadikan bukti otentik atas sebuah perkara.
2. Yang menjadi dasar sebuah Eksekusi Perkara adalah Salinan Putusan Mahkamah Agung RI yang disampaikan melalui Panitera Pengganti/Jurusita Pengadilan Negeri setempat (dalam hal ini Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat).
Jadi sangat benderang sekali bahwa Hak Upah dan Hak lain yang biasa diterima harus tetap dibayar oleh Manajemen PT. Indosiar Visual Mandiri. Tidak bisa Dudi Ruhendi atas nama Manajemen PT. Indosiar Visual Mandiri menghentikan Hak Upah berikut Hak lain yang biasa diterima secara sepihak. Karena kewenangan Eksekusi atas sebuah Perkara bukan ditangan para pihak yang berperkara, tapi ada ditangan Aparat Hukum yang berkompeten untuk itu.
Sebagai contoh kasus ada Memory Kasasi yang diajukan oleh Lusye Rosita Simatupang melawan Elisabeth br Sitanggang, Nomor Memory Kasasi 1992K/PDT/2009. Pada tanggal 28 April 2010 di website Mahkamah Agung RI yang telah dinyatakan memory kasasinya “TOLAK”.
Lalu ketika Salinan Putusan Diterima oleh para Pihak pada tanggal 30 April 2011 dari Panitera Pengganti Pengadilan Negeri setempat, ternyata Isi Putusan beda dengan yang di website. Dimana ternyata Memory Kasasi Lusye Rosita Simatupang “DITERIMA”.
Banyak kasus yang terjadi seperti ini. Seperti kasus Memory Kasasi yang diajukan oleh Miranda Gultom, di website, Miranda S. Gultom dinyatakan Menang. Tapi saat Salinan Putusan diterima, Miranda S. Gultom harus menjalani Hukuman Tahanan.
Oleh karena itu SEKAR Indosiar sudah menerima secara tertulis Pendapat Hukum dari Biro Hukum Mahkamah Agung RI. Dan suratnya juga sudah dilayangkan ke Handoko sebagai Direktur Utama PT., Indosiar Visual Mandiri. Maka sudah SEHARUSNYA pihak Manajemen PT. Indosiar tetap untuk MEMBAYAR HAK UPAH dan BERIKUT HAK LAINNYA SEBAGAIMANA BIASA DITERIMA HINGGA SALINAN PUTUSAN DITERIMA OLEH PARA PIHAK.
Hukum itu Universal dan berlaku untuk Semua.
Senin, 09 Mei 2011
HENTIKAN KESEWENANG-WENANGAN DAN TAFSIR HUKUM SEPIHAK MANAJEMEN INDOSIAR
1. Hal: Pemberitahuan Putusan Mahkamah Agung RI. Seharusnya yang berwewenang memberitahukan hasil Putusan Majelis Hakim adalah Jaksa untuk Perkara Pidana atau Panitera Pengadilan untuk Perkara Perdata. Bagaimana bisa seorang Manager HRD PT. Indosiar dan yang menjadi salah satu pihak yang berperkara malah yang membuat Surat Pemberitahuan Putusan Mahkamah Agung RI. Sangat melebihi kapasitas dan kewenangannya.
2.Berdasarkan Putusan tertanggal 28 Maret 2011, No. 188 K/Pdt.Sus/2011 (“Putusan”) yang kami unduh di Website resmi Mahkamah Agung RI… Putusan Majelis Hakim atas sebuah perkara adalah Salinan Putusan, terutama untuk Perkara Perdata. Pengumuman di website bukanlah Salinan Putusan, hanya untuk memudahkan para pihak untuk mengetahui perkembangan perkaranya. Bagaimana berbahayanya bila semua orang yang dalam proses Perdata, lalu salah satu pihak langsung mengeksekusi sendiri perkaranya berdasar pengumuman wesite?? Sementara jurinya sendiri dalam hal ini Pengadilan Negeri belum bisa menjalankan eksekusi perkara, karena Salinan Putusan yang dari MA belum diterima.
Sebagai contoh Perkara Pengurus SP Standar Chatterd melawan Manajemen Standar Chatterd Bank yang diadvokasi Kemalsjah Siregar and Associates. Pihak Pengurus SP Stanchart di website Mahkamah Agung tertera menang, tapi sebaliknya saat Salinan Putusan keluar hasilnya malah sebaliknya, Kalah. Lalu konten pengumuman di website Mahkamah Agung pun dirubah jadi “Tolak”. Ada apa dengan hukum Indonesia? Oleh karena itu isi Salinan Putusan adalah Final dari sebuah proses hukum. Seperti apa bentuk petikan hukumnya, akan menjadi penentuk proses eksekusi perkara tersebut.
Yang malah konyol pernyataan TS, seorang Direktur PT. Indosiar di Harian Bisnis Indonesia, bahwa pihak Manajemen PT. Indosiar sudah memiliki Salinan Putusannya. Bagaimana bisa Salinan Putusan hanya diterima oleh pihak Tergugat Kasasi, dalam hal ini Manajemen PT. Indosiar Visual Mandiri?? Sedang pihak Pengugat Kasasi dalam hal ini 17 orang Pengurus dan Aktivis SEKAR Indosiar saja belum menerimanya. Sewajarnya yang pertama menerima Pemberitahuan dari Panitera Pengadilan Hubungan Industrial adalah pihak SEKAR Indosiar. Apakah putusannya diterima maupun ditolak. Bukan pihak Tergugat. Jangan-jangan ada sesuatu…??
3. Dengan ditolaknya permohonan kasasi tersebut, maka Putusan Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tertanggal 5 Oktober 2010 No. 114/PHI.G/2010/ PN.JKT.PST. (“Putusan PHI”) telah berkekuatan hukum tetap. Pernyataan ini semakin menunjukkan kebisaaan arogan Manajemen PT. Indosiar. Menurut Biro Hukum Mahkamah Agung RI yang dapat dijadikan Acuan Hukum Tetap adalah Salinan Putusan yang akan disampaikan oleh MA melalui Panitera Pengadilan Setempat. Sudah untuk kesekian kalinya pihak Manajemen Indosiar melalui Manager HRD Dept. Dudi Ruhendi membuat tafsir dan langkah hukum sendiri.
Sementara SEKAR Indosiar juga masih punya hak untuk mengajukan “PENINJAUAN KEMBALI”. Bilamana Novum yang diajukan oleh Kuasa Hukum SEKAR dari LBH Pers diterima oleh Mahkamah Agung RI, maka Putusan Majelis Hakim MA yang menolak Kasasi Penggugat, 17 orang Pengurus dan Aktivis SEKAR Indosiar, menjadi tidak berkekuatan hukum tetap. Contoh nyata, kita bisa saksikan selama ini begitu banyak kasus Pidana dan Perdata belum bisa dieksekusi karena masih ada pihak yang mengajukan PK. Selama Pengajuan PK diterima oleh Mahkamah Agung RI, berarti semua pihak yang berperkara harus menahan diri untuk tidak gegabah membuat tafsir hukum sendiri. Jadi sudah seharusnya kesewenang-wenang sepihak yang yang arogan dan sangat merugikan kaum kecil ini dihentikan.
4. Sehubungan dengan hal diatas, terhitung sejak tanggal 28 Maret 2011, Perusahaan tidak lagi berkewajiban untuk membayar upah dan hak Saudara lainnya berupa klaim pengobatan. Ini tambah aneh lagi. Yang berwenang untuk melakukan eksekusi sebuah Putusan Majelis Hakim adalah JAKSA untuk perkara Pidana dan Panitera Pengganti Pengadilan setempat untuk Perkara Perdata. Jadi bukan seorang Dudi Ruhendi, walau dia punya jabatan yang sangat tinggi dan hebat di PT. Indosiar Visual Mandiri. Karena Dudi Ruhendi adalah salah satu pihak yang berperkara.
5. Untuk selanjutnya, PT. Indosiar Visual Mandiri akan memproses pembayaran hak kompensasi pemutusan hubungan kerja Saudara. Sikap memaksa dan memojokkan pekerja untuk menerima bulat-bulat keinginan Manajemen Perusahaan adalah ciri khas dan kebisaaan sangat buruk Manajemen PT. Indosiar. Pada Akhir Januari 2010 pihak Manjemen PT. Indosiar Visual Mandiri ambil putusan sepihak dan tembak langsung pada para pekerjanya, “anda di PHK oleh Perusahaan.” No negotiated. Mentang-mentang karayawan itu adalah pihak yang sangat lemah, buta hukum dan minim Uang. Lalu hal yang sama juga terjadi pada karyawan tetap sebulan kemudian. Tanpa alasan dan dasar yang jelas. Singkatnya subjektif dan pemberangusan SEKAR Indosiar.
Coba bayangkan bagaimana bisa pihak Dept. HRD PT. Indosiar yang di pimpin Dudi Ruhendi menyampaikan Undangn PHK sebanyak 2 (dua) hingga 3 (tiga) kali dalam sehari. Persis seperti minum obat. Mendadak, tidak ada opsi lain dan tidak ada waktu untuk menghela napas. Sangat-sangat-sangat arogan!!! Bagaimana bisa menyangkut harkat martabat dan hak hidup karyawan (warga Negara) dipertaruhkan hanya dalam hitungan beberapa jam atau sehari-dua hari. Yang menolak Putusan PHK, singkatnya langsung disodori surat skorsing, lalu jabatannya dicopot, lalu upahnya dipotong, lalu gajinya diundur jadi tanggal 30 yang biasanya 25, lalu gajinya dibayar cash, lalu klaim obat keluarganya hanya bisa disampaikan satu bulan sekali, lalu kepesertaan mereka di Kokarin ditelantarkan, lalu dilarang masuk ke Kantor Indosiar, dan banyak lalu-lalu lainnya. Sungguh sebuah Pelanggaran Hak Azasi Manusia.
Kesimpulan Akhir dari tulisan ini adalah SEMUA MANAJEMEN DAN KOMISARIS PT. INDOSIAR VISUAL MANDIRI YANG MENJABAT SEKARANG HARUS DIGANTI. Karena sudah tidak Capable, berprestasi buruk dan Pelanggar Hukum Republik Indonesia, terutama Hukum Ketenagakerjaan.
2.Berdasarkan Putusan tertanggal 28 Maret 2011, No. 188 K/Pdt.Sus/2011 (“Putusan”) yang kami unduh di Website resmi Mahkamah Agung RI… Putusan Majelis Hakim atas sebuah perkara adalah Salinan Putusan, terutama untuk Perkara Perdata. Pengumuman di website bukanlah Salinan Putusan, hanya untuk memudahkan para pihak untuk mengetahui perkembangan perkaranya. Bagaimana berbahayanya bila semua orang yang dalam proses Perdata, lalu salah satu pihak langsung mengeksekusi sendiri perkaranya berdasar pengumuman wesite?? Sementara jurinya sendiri dalam hal ini Pengadilan Negeri belum bisa menjalankan eksekusi perkara, karena Salinan Putusan yang dari MA belum diterima.
Sebagai contoh Perkara Pengurus SP Standar Chatterd melawan Manajemen Standar Chatterd Bank yang diadvokasi Kemalsjah Siregar and Associates. Pihak Pengurus SP Stanchart di website Mahkamah Agung tertera menang, tapi sebaliknya saat Salinan Putusan keluar hasilnya malah sebaliknya, Kalah. Lalu konten pengumuman di website Mahkamah Agung pun dirubah jadi “Tolak”. Ada apa dengan hukum Indonesia? Oleh karena itu isi Salinan Putusan adalah Final dari sebuah proses hukum. Seperti apa bentuk petikan hukumnya, akan menjadi penentuk proses eksekusi perkara tersebut.
Yang malah konyol pernyataan TS, seorang Direktur PT. Indosiar di Harian Bisnis Indonesia, bahwa pihak Manajemen PT. Indosiar sudah memiliki Salinan Putusannya. Bagaimana bisa Salinan Putusan hanya diterima oleh pihak Tergugat Kasasi, dalam hal ini Manajemen PT. Indosiar Visual Mandiri?? Sedang pihak Pengugat Kasasi dalam hal ini 17 orang Pengurus dan Aktivis SEKAR Indosiar saja belum menerimanya. Sewajarnya yang pertama menerima Pemberitahuan dari Panitera Pengadilan Hubungan Industrial adalah pihak SEKAR Indosiar. Apakah putusannya diterima maupun ditolak. Bukan pihak Tergugat. Jangan-jangan ada sesuatu…??
3. Dengan ditolaknya permohonan kasasi tersebut, maka Putusan Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tertanggal 5 Oktober 2010 No. 114/PHI.G/2010/ PN.JKT.PST. (“Putusan PHI”) telah berkekuatan hukum tetap. Pernyataan ini semakin menunjukkan kebisaaan arogan Manajemen PT. Indosiar. Menurut Biro Hukum Mahkamah Agung RI yang dapat dijadikan Acuan Hukum Tetap adalah Salinan Putusan yang akan disampaikan oleh MA melalui Panitera Pengadilan Setempat. Sudah untuk kesekian kalinya pihak Manajemen Indosiar melalui Manager HRD Dept. Dudi Ruhendi membuat tafsir dan langkah hukum sendiri.
Sementara SEKAR Indosiar juga masih punya hak untuk mengajukan “PENINJAUAN KEMBALI”. Bilamana Novum yang diajukan oleh Kuasa Hukum SEKAR dari LBH Pers diterima oleh Mahkamah Agung RI, maka Putusan Majelis Hakim MA yang menolak Kasasi Penggugat, 17 orang Pengurus dan Aktivis SEKAR Indosiar, menjadi tidak berkekuatan hukum tetap. Contoh nyata, kita bisa saksikan selama ini begitu banyak kasus Pidana dan Perdata belum bisa dieksekusi karena masih ada pihak yang mengajukan PK. Selama Pengajuan PK diterima oleh Mahkamah Agung RI, berarti semua pihak yang berperkara harus menahan diri untuk tidak gegabah membuat tafsir hukum sendiri. Jadi sudah seharusnya kesewenang-wenang sepihak yang yang arogan dan sangat merugikan kaum kecil ini dihentikan.
4. Sehubungan dengan hal diatas, terhitung sejak tanggal 28 Maret 2011, Perusahaan tidak lagi berkewajiban untuk membayar upah dan hak Saudara lainnya berupa klaim pengobatan. Ini tambah aneh lagi. Yang berwenang untuk melakukan eksekusi sebuah Putusan Majelis Hakim adalah JAKSA untuk perkara Pidana dan Panitera Pengganti Pengadilan setempat untuk Perkara Perdata. Jadi bukan seorang Dudi Ruhendi, walau dia punya jabatan yang sangat tinggi dan hebat di PT. Indosiar Visual Mandiri. Karena Dudi Ruhendi adalah salah satu pihak yang berperkara.
5. Untuk selanjutnya, PT. Indosiar Visual Mandiri akan memproses pembayaran hak kompensasi pemutusan hubungan kerja Saudara. Sikap memaksa dan memojokkan pekerja untuk menerima bulat-bulat keinginan Manajemen Perusahaan adalah ciri khas dan kebisaaan sangat buruk Manajemen PT. Indosiar. Pada Akhir Januari 2010 pihak Manjemen PT. Indosiar Visual Mandiri ambil putusan sepihak dan tembak langsung pada para pekerjanya, “anda di PHK oleh Perusahaan.” No negotiated. Mentang-mentang karayawan itu adalah pihak yang sangat lemah, buta hukum dan minim Uang. Lalu hal yang sama juga terjadi pada karyawan tetap sebulan kemudian. Tanpa alasan dan dasar yang jelas. Singkatnya subjektif dan pemberangusan SEKAR Indosiar.
Coba bayangkan bagaimana bisa pihak Dept. HRD PT. Indosiar yang di pimpin Dudi Ruhendi menyampaikan Undangn PHK sebanyak 2 (dua) hingga 3 (tiga) kali dalam sehari. Persis seperti minum obat. Mendadak, tidak ada opsi lain dan tidak ada waktu untuk menghela napas. Sangat-sangat-sangat arogan!!! Bagaimana bisa menyangkut harkat martabat dan hak hidup karyawan (warga Negara) dipertaruhkan hanya dalam hitungan beberapa jam atau sehari-dua hari. Yang menolak Putusan PHK, singkatnya langsung disodori surat skorsing, lalu jabatannya dicopot, lalu upahnya dipotong, lalu gajinya diundur jadi tanggal 30 yang biasanya 25, lalu gajinya dibayar cash, lalu klaim obat keluarganya hanya bisa disampaikan satu bulan sekali, lalu kepesertaan mereka di Kokarin ditelantarkan, lalu dilarang masuk ke Kantor Indosiar, dan banyak lalu-lalu lainnya. Sungguh sebuah Pelanggaran Hak Azasi Manusia.
Kesimpulan Akhir dari tulisan ini adalah SEMUA MANAJEMEN DAN KOMISARIS PT. INDOSIAR VISUAL MANDIRI YANG MENJABAT SEKARANG HARUS DIGANTI. Karena sudah tidak Capable, berprestasi buruk dan Pelanggar Hukum Republik Indonesia, terutama Hukum Ketenagakerjaan.
Langganan:
Postingan (Atom)