UPDATE - SIDANG PERDATA ANTI BERSERIKAT DI PN JAKARTA BARAT
PADA SELASA TANGGAL 18 JANUARI 2011 JAM 14.30 WIB, HAKIM KETUA JANNES ARITONANG S.H. MEMBACAKAN ISI PUTUSAN GUGATAN PERDATA ANTI BERSERIKAT (UNION BUSTING), PERKARA NO. 207/PDT.G.2010/JAK.BAR. MAJELIS HAKIM BERPENDAPAT BAHWA "PENGGUGAT MAMPU MEMBUKTIKAN POKOK GUGATANNYA." TERHADAP TERGUGAT MANAJEMEN PT. INDOSIAR VISUAL MANDIRI YANG DIPIMPIM HANDOKO.
DAN MEMBAYAR DWANGSOM RP. 2 JUTA PER HARI, ATAS KETERLAMBATAN PELAKSANAAN HUKUMAN INI.
MARI TEMAN-TEMAN SEKAR INDOSIAR DAN TEMAN-TEMAN MEDIA UNTUK HADIR DALAM PERSIDANGAN PERDATA INI.
Senin, 08 November 2010
ANTARA ANCAMAN PHK OLEH MANAJEMEN PERUSAHAAN DAN PERAN SEBUAH SERIKAT PEKERJA
Banyak pekerja awam yang bertanya “apakah perusahaan yang menawarkan PHK dengan memberikan uang pesangon hanya sesuai dengan pasal 156 Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 sudah cukup dan memenuhi aturan Undang-Undang yang berlaku?”
Menurut Surya Chandra, S.H. LLM dari TURC (Trade Union Rights Centre) yang juga dosen di Universitas Atmadjaja, dalam kesaksiannya di Persidangan PHI Gugatan PHK oleh Manajemen PT. Indosiar Visual Mandiri yang dipimpin oleh Handoko, tanggal 1 September 2010 terhadap 22 orang Pengurus dan Aktivis Sekar Indosiar “Kalau menurut Undang-Undang Ketenagakerjaan yang saya pahami, buruh/pekerja bisa di PHK dengan syarat, secara prinsip dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan tidak memungkinkan PHK, tidak memudahkan PHK secara prinsip. Tapi secara prinsip Undang-Undang Ketenagakerjaan memang hampir memustahilkan PHK tanpa kesalahan. PHK tanpa kesalahan hanya bisa kalau masa percobaan berakhir dan perusahaan tidak mau memperpanjang, lalu mengundukan diri, pensiun, atau meninggal dunia.”
Karena dalam Pasal 151 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan menyatakan “Pengusaha, pekerja/buruh, serikat pekerja/serikat buruh, dan pemerintah, dengan segala upaya harus mengusahakan agar jangan terjadi pemutusan hubungan kerja.”
Bagaimana kalau perusahaan tetap berupaya menawarkan adanya PHK diluar ketentuan yang ada dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, seperti alasan yang disampaikan oleh Manajemen PT. Indosiar Visual Mandiri pada 300 lebih karyawannya secara sepihak dan paksa pada bulan Maret 2010 yang lalu? Secara prinsip bisa saja sesuai dengan Pasal 155 ayat 3 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang berisi “Pengusaha dapat melakukan penyimpangan terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berupa tindakan skorsing kepada pekerja/buruh yang sedang dalam proses pemutusan hubungan kerja dengan tetap wajib membayar upah beserta hak-hak lainnya yang biasa diterima pekerja/buruh.”
Tapi harus ada terlebih dulu upaya keras dari Pihak Pengusaha atau Tim Manajemen Perusahaan menghindari pilihan Putusan PHK dengan membicarakan secara intensif dan terukur dan transparan dengan Pihak Pengurus Serikat Pekerja/Buruh. Hal ini sesuai dengan 151 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan “Dalam hal segala upaya telah dilakukan, tetapi pemutusan hubungan kerja tidak dapat dihindari, maka maksud pemutusan hubungan kerja wajib dirundingkan oleh pengusaha dan serikat pekerja/serikat buruh atau dengan pekerja/buruh apabila pekerja/buruh yang bersangkutan tidak menjadi anggota serikat pekerja/serikat buruh.”
Tujuan dari Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 ini adalah untuk memproteksi tenaga kerja. Sehingga Pengusaha atau Manajemen Perusahaan tidak semena-mena atau sesukanya menafsirkan Pasal 155 ayat (3) ini.
Oleh karena itulah banyak implementasi PHK bisa berlangsung di sebuah perusahaan setelah Pihak Pengusaha atau Manajemen Perusahaan bersepakat dengan Pihak Pengurus Serikat Pekerja/Buruh tentang adanya PHK di sebuah Perusahaan. Adapun kesepakatan PHK ini harus jelas siapa dan bagian apa saja yang di PHK, berapa jumlahnya, dan berapa hitungan pesangon yang disepakati. Yang tidak cuma sama atau sesuai dengan Pasal 156 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Karena aturan yang tertera dalam Pasal 156 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 adalah batas minimal yang harus diberikan oleh Pengusaha atau Manajemen Perusahaan.
Sebenarnya berapa besaran yang ideal Uang PHK ini. Semua tergantung pada kesepakatan antara Pihak Pengusaha atau Manajemen Perusahaan dengan Pengurus Serikat Pekerja/Buruh. Seperti contoh kesepakatan yang terjadi antara Pengusaha atau Manajemen Perusahaan dengan Pengurus Serikat Pekerja PT. Hitachi Construction Machinery Indonesia (HCMI) yang berlokasi di Cibitung, Bekasi.
Contoh kesepakatan PHK untuk Pekerja/Karyawan yang bekerja 15 tahun kerja (lebih dari 9 tahun kerja). Disepakati rincian pesangon yang sesuai UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan plus tambahan kesepakatan seperti diuraikan berikut ini: 1) Pesangon, 18 kali Upah; 2) PerhitunganMasa Kerja/PMK, 6 kali Upah; 3) Pengganti Uang Perumahan/Pengobatan, 15% kali Jumlah Pesangon dan PMK; 4) Sisa cuti tahunan kali Upah bagi 21 hari; 5) Cuti Besar, 1 kali Upah; 6) Kebijakan Perusahaan, 2 kali Upah; 7) Kesepakatan antara Pengusaha dan Pengurus SP, 50% dari Jumlah yang diatas.
Sehingga karyawan yang mendapat Upah Rp. 4.006.375 per bulannya bisa mendapatkan uang PHK sebesar Rp. 313.413.387.
Wow, apakah hitungan ini real bisa dilakukan. Itulah guna dan fungsinya Serikat Pekerja. Kenapa besaran diatas bisa terjadi. Karena harus diakui oleh Pengusaha atau Manajemen Perusahaan, bahwa Pekerja/Karyawan telah memberikan kontribusi yang sangat besar untuk memajukan perusahaan selama ini.
Karena PHK hanya sah dilakukan bila antara Pengusaha dan Pekerja bersepakat. Bila tidak ada kata sepakat maka PHK hanya bisa ditentukan melalui Pengadilan Perselisihan Hubungan Industrial, Pasal 151 ayat (3) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan berbunyi “Dalam hal perundingan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) benar-benar tidak menghasilkan persetujuan, pengusaha hanya dapat memutuskan hubungan kerja dengan pekerja/buruh setelah memperoleh penetapan dari lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial.”
Sementara proses PHK sedang berjalan di Persidangan maka Pengusaha Wajib memberikan Upah Pekerja/Buruh sebagaimana biasanya. Prakteknya proses PHK ini di PHI paling cepat 3 (tiga) bulan. Bahkan yang real terjadi adalah sekitar 4 hingga 7 bulan. Bila saat Putusan Pengadilan PHI sudah keluar dan salah satu yang kalah atau tidak menerima hasil Putusan ini, masih bisa melanjutkan proses hukum selanjutnya melalui KASASI ke MAHKAMAH AGUNG. Biasanya proses ini bisa berjalan antara 4 hingga 6 bulan. Rata-rata proses Perselisihan PHK ini bisa selesai alias berkekuatan Hukum Tetap bisa berlangsung dalam kurun waktu kurang lebih 12 bulan. Jadi apalah artinya bila sebuah perusahaan bangga telah memberikan Uang PHK sesuai dengan Pasal 156 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Atau bahkan cuma hanya memberikan Uang Kebijaksanaan sebanyak 4 kali Upah.
Untuk itulah diperlukan kebersamaan dalam perjuangan untuk penegakkan hak-hak Pekerja/Karyawan melalui sebuah Serikat Pekerja. Keberadaan Serikat Pekerja bukan untuk membela atau jadi bumper dari Pengusaha atau Manajemen Perusahaan yang selama ini banyak mengebiri atau melanggar hak-hak normatif Pekerja/Karyawan. Hakikatnya Serikat Pekerja adalah untuk mengadvokasi Pekerja/Karyawan yang hak-haknya dilanggar dan untuk memperjuangkan kesejahteraan Pekerja/Karyawan yang lebih baik serta untuk mendorong agar roda manajemen perusahaan dapat dikelola lebih baik dan transparan.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
thd yg 22 org mungkin kalkulasi mereka rugi( + bayar pengacara), tp thd ratusan karyawan lainnya mereka merasa untung / bangga. sitgma/motto pengusaha/pedagang kan jelas.. dg modal sedikit cari untung sebanyak-banyaknya... aku nelongso dgr pendapat teman(Sekar) yg msh kerja, kebanyakan sdh tercemar pemikirannya.. seolah-olah yg 22 org ngemis-ngemis minta kerja lagi.teman2 kita termakan oleh publik opinion management ! ketahuilah teman... Sekar berupaya mendobrak arogansi/ kesewenangan pengusaha terhadap karyawannya......
BalasHapusKalau ulasan diatas dijalankan secara benar, saya pribadi angkat topi terhadap perjuangan Serikat Pekerja. Tapi menjadi IRONIS , disaat SP akan mendiskusikan hak-haknya kepada manajemen (yang diwakili Para Direksi) justru SP mengusirnya dengan minta diganti , seperti slogan blog ini “Perusahaan Rugi Ganti Direksi”. Padahal penggantian direksi hanya dimungkinkan melalui RUPS-LB, bukan oleh Serikat Pekerja. Jadi SP akan mendiskusikan hak-haknya dengan siapa? Gitu saja, untuk renungan bersama, maaf mungkin saya juga salah…
BalasHapusVisi Sekar saya yakin tidak mau mengganti Direksi. Tapi karena Direksi sangat Arogan dan sering mengatakan Perusahaan masih rugi, keluar saja dari Indosiar, masih banyak yang antri nunggu untuk kerja.
BalasHapusMakanya Sekar tidak salah juga mengkampanyekan 'Perusahaan Rugi Direksi Ganti'. Maksudnya jangan Perusahaan Rugi lalu mengkambing hitamkan karyawan/SP. Yang jelas dan pasti terjadi mismanajemen? So, Visi baru hanya didapat dari Manajemen/Pimpinan baru. Lumrah saja, tidak ada yang aneh.
Sekar mengatakan "apa artinya uang kebijakan yang 4 bulan itu...", seolah-olah Perusahaan betul-betul hanya memberi lebihan 4 bulan.
BalasHapusSekar mengabaikan fakta, bahwa dalam program Mengundurkan diri itu, seluruh uang pesangon yang menjadi hak karyawan diberikan TANPA DIPOTONG DPLK yang telah dibayarkan oleh Perusahaan.
Itu bisa di cek ke mereka yang sudah ikut program sejak awal, seperti Budi Sampurno, Aminudin, Bang Edo, Arnold dan entah siapa lagi
Nah, sesudah program itu lewat, maka semuanya kembali ke aturan yang berlaku, seandainya ada diantara 22 orang yang sedang berjuang di PHI itu berubah pikiran, atau sudah turun Keputusan MA yang memperkuat Keputusan PHI, maka DPLK yang iurannya dibayarkan oleh Perusahaan akan diperhitungkan sebagai potongan uang pesangon, jumlahnya lumayan.
"Pak, saya berjuang bukan untuk uang, tapi demi sebuah idealisme"
"Bagus nak, tapi kalau bapak baca tulisan Sekar diatas, terlihat sekali bahwa salah satu komponen yang dikejar adalah uang"
"Bapak jangan melihat uangnya dong...uang itu kan hak, jadi kita tidak mengejar uang, tapi memperjuangkan hak"
"Iya deh, silahkan diperhalus dengan istilah apapun"
"Pak, DPLK itu kan hak karyawan"
"Betul nak, yang 3/8 itu hak mutlak karyawan, sebab iurannya pakai uang karyawan sendiri, tapi yang 5/8 itu hak perusahaan, karena perusahaan yang membayarkan ke kita"
"Tapi pak, yag dulu ngambil program kok nggak dipotong pesangonnya dengan yang 5/8 DPLK itu ?"
"Nak...nak, itu namanya kebijakan yang menjadi satu dengan program efisiensi itu. Kebijakan untuk tidak memotong pesangon dengan DPLK itu diberikan kepada karyawan yang bersedia menerima program yang ditawarkan, lha kalau karyawannya menolak wajar saja kalau tidak mendapat kebijakan .Ingat nak, kebijakan itu diberikan untuk mereka yang menerima program, menjadi aneh kalau kamu menolak mengikuti program tapi mau menerima kebijakan"
"Pak..."
"Pak..."
"Hush..bapak sudah capek, mau tidur"
Wah... anonim nyindir nih sama lima orang yang mau menghadap DR beberapa orang yang lalu... Bingung jadinya #@?...
BalasHapusAneh kalau dibilang hak karyawan atas DPLK hanya yang 3/8, lalu apa fungsinya saldo puluhan juta yang tertera dalam laporan DPLK?
BalasHapusLagipula bukankah dengan program DPLK perusahaan sudah mencicil besaran uang pesangon yang akan diterima karyawan apabila suatu saat ybs pensiun atau diPHK?
Lha kalau perusahaan hanya membayarkan yang 3/8 sementara yang 5/8 tidak dibayarkan sama saja PERUSAHAAN MEMAKAN HAK PENSIUN KARYAWANNYA!!!
Anonim diatas komentar saya ini tidak cermat, tidak paham atau pura-pura tidak tahu, mana yang benar ?
BalasHapusBegini dik, DPLK itu adalah program dana Pensiun pensiun untuk kepentingan KARYAWAN dan PENGUSAHA.
Bagi karyawan, Prorgam DPLK adalah semacam tabungan pensiun, sehingga saat si karyawan pensiun nanti, ada sejumlah uang yang sudah terkumpul sebagai pesangon pribadi.
Sedangkan bagi Pengusaha, dengan ikut program DPLK, berarti si pengusaha telah mengalokasikan sebagian pesangon pensiun karyawan lewat program itu yang dibayarkan setiap bulan, sehingga pada saat karyawannya pensiun, si pengusaha tidak perlu mengeluarkan uang cash dalam jumlah besar, sebab sebagian dana pensiun si karyawan telah ditabungkan di DPLK, paham ?
Misalnya ketika si karyawan pensiun, pesangonnya 500 juta.
Seandainya perusahaan tidak ikut program DPLK, maka uang sebesar 500 juta itu harus dikeluarkan dalam bentuk cash dari kocek perusahaan.
Tapi seandainya perusahaan ikut DPLK dan perusahaan telah membayarkan iuran DPLK nya itu sebesar 5/8 bagian, maka iuran 5/8 bagian yang notabene milik perusahaan sebagai cicilan pesangon itu akan diperhitungkan sebagai pengurang pesangon yang dibayarkan cash, ini akan sangat membantu cash flow perusahaan.
"Lho...ini..ini...kok pesangonnya saya dipotong, perusahaan curang...!!!"
"Sabar dulu, dipahami dulu sebelum ngamuk....jumlah total pesangon anda tidak berkurang, hanya cara bayarnya berbeda, sebagian berupa cash dari perusahaan, sebagian lagi dari 5/8 bagian jumlah DPLK yang dibayarkan perusahaan itu, itung saja sendiri, jumlahnya sama kok"
"Pak, saya masih kurang puas...kenapa pesangonnya nggak dibayar utuh, terus ditambah lagi dengan seluruh DPLK itu, kan lebih enak buat karyawan ?"
"Dik, saya juga penginnya begitu, tapi kalau ketentuannya seperti itu berarti ada sebagian pesangon kita yang dibayar 2x, tentu saja perusahaan berkeberatan"
"Tapi pak, program efisiensi kemarin itu seluruh pesangon diterima, seluruh DPLK diberikan, kenapa bisa begitu ?"
"Dik, program efisiensi mempunyai rumusan sendiri yang berbeda dengan program pensiun biasa - tentunya lebih menguntungkan -, nah setelah program efisiensi ditutup, maka semua akan kembali berjalan dengan aturan yang normal ..."
"?$#%@...."
"Gimana, masih belum paham ? Kalau belum paham nanti akan saya jelaskan secara lebih detail, sekarang saya mau berangkat kantor, ini hari Senin, jalanan macet, saya nggak ingin terlambat masuk kantor"
Biar nggak bingung saya tuliskan ilustrasi buat anonim yang secara gegabah nulis PERUSAHAAN MEMAKAN HAK PENSIUN KARYAWANNYA!!
BalasHapusMisal si A Pensiun
Total Pesangon : Rp. 500 juta.
Total DPLK : Rp. 240 juta.
5/8 DPLK = Rp 150 juta
3/8 DPLK = Rp 90 juta.
Nah, ketika si karyawan menghadap HRD, dia akan mendapatkan
Uang Cash: 500 - 150 juta (5/8 DPLK) = 350 juta
Uang si karyawan di DPLK : Rp. 240 juta, diterima utuh.
Jadi di sebelah mana Peruahaan makan uang pensiun karyawan ?
Sebaiknya anda berpikir dulu sebelum ngomong atau nulis, kalau anda anggota sekar berarti anda anggota yang tidak sadar aturan, atau memang hal-hal seperti ini tidak pernah disosialisasikan oleh sekar ? kasihan.....
Digugat saja teman-teman tentang DPLK ini. Coba baca Pasal 167 ayat 4 UU Nomor 13 tahun 2003. Jadi jangan cuma pasal 1 sampai 3 yang menguntungkan perusahaan. Biar persidangan yang membuktikan, bukan bacot orang-perorang. ITU SAJA KOK REPOT...
BalasHapusAnonim di atas komentar saya ini bodohnya bukan main, cuma suka pentang bacot tanpa tahu duduk persoalannya.
BalasHapusPasal 167 ayat 4 UU no 13 tahun 2003 :
(4) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) DAPAT DIATUR LAIN dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.
Silahkan baca baik-baik referensi yang anda tuliskan itu.
kemudian silahkan dicari, apakah ada ketentuan yang memang mengatur lain dari pasal 1, 2 dan 3 UU yang dimaksud.
Apakah ada Perjanjian kerja yang mengatur lain ?
Apakah ada Peraturan Perusahaan yang mengatur lain ?
Apakah ada Perjanjian Kerja Bersama yang mengatur lain ?
Tidak ada saudara-saudara...
Jadi sebelah mana yang akan digugat ?
Anggota Serikat yang seperti inilah yang justru berbahaya, asal njeplak, asal ngebacot, asal pengin menggugat tanpa tahu apa yang akan digugat dan bahkan tanpa memahami isi yang akan digugat.
Berpikirlah sebelum berbicara, apalagi bertindak.
Peace.
bisa abang tunjukkan di peraturan yang mana yg mengatur 5/8 DPLK bisa dipakai tuk bayar PHK ....?
BalasHapusMenurut saya, meskipun pasal 167 hanya mengatur tentang PHK karena pensiun, tetapi karena kemiripannya, maka ayat-ayat yang tercantum dalam pasal 167 itu berlaku juga untuk kasus PHK, nanti kalau ada waktu akan saya coba carikan landasan hukumnya.
BalasHapusTetapi jujur saja, pertanyaan anonim di atas cukup menggelitik.
Jadi meskipun menurut saya pasal 167 cukup untuk menjadi landasan perlakuan untuk mereka yang terkena PHK, namun akan sangat menarik kalau itu bukan cuma menurut saya, tetapi menurut hukum.
Maka dari itu, dengan semangat untuk mencari kebenaran (bukan untuk mengorek kesalahan), saya juga mengajak kawan-kawan sekar di forum ini untuk dapat mencarikan landasan hukum dari jawaban pertanyaan singkat namun tajam dari anonim di atas
Sok atuh dicarikeun
Barangkali keterangan dr pihak perusahaan mungkin saja benar (memang perlu dibuktikan dulu keabsahannya). Tapi tentu itu membuktikan ada kekurangannya. Masalah dana pensiun itu hal yg cukup mendasar yg harus dipahami oleh karyawan. Mengingat usia Indosiar sudah cukup umur dan cukup besar (seharusnya managemen bertambah profesional). PHK pun sudah dilakukan berulang2. Tetapi terlihat sosialisasi peraturan kurang ya? Jadi terkesan pegawai harus terima saja apa yg diatur perusahaan tanpa ada sosialisasi. Akan mulai jadi masalah jika ada karyawan yg terkena dan kritis mempertanyakan. Perusahaan pun jadi repot menjelaskan. Kasihan ...
BalasHapustuk anonim yang memberikan ilustrasi besaran pesangon dan DPLK :
BalasHapusAnda ini karyawan indosiar bukan? Faktanya besaran DPLK yang diterima banyak teman saya TIDAK SESUAI DENGAN SALDO YANG TERTERA di lembaran DPLK. Paham?
Menurut ilustrasi Anda nih :
Total DPLK : Rp. 240 juta.
5/8 DPLK = Rp 150 juta
3/8 DPLK = Rp 90 juta.
yang diterima itu cuma 90 juta bung, 90 juta! Lantas ke mana yang 150 juta itu? Apa Anda tidak tahu bahwa ini sebenarnya yang jadi permasalahan utama tentang DPLK?
"loh yang 5/8 itu kan uang perusahaan." pasti itu jawaban standar HRD.
Ngaco ah infonya
BalasHapusCoba tanya-tanya lagi ke kawan yang sudah ikut program efisiensi