Resolusi
Kongres FSPM Independen
tentang
Maraknya Praktik Anti-Serikat di Industri Media
-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Dalam kurun
waktu satu dekade ini, ada sejumlah perkembangan di Industri media di Indonesia
yang cukup mengkhawatirkan. Selain adanya tren konsentrasi kepemilikan media
yang berpusat pada beberapa gelintir pemilik, juga soal makin banyaknya sikap
anti-serikat (union busting) yang ditunjukkan oleh manajemen media massa. Ini beberapa
contoh kasusnya: pemberangusan serikat pekerja di Indonesia Finance Today
(IFT), dan pemecatan terhadap Luviana oleh Metro TV setelah mempertanyakan
sistem penilaian kerja dan rencananya untuk memelopori pendirian serikat
pekerja.
Kasus di IFT
bermula dari sikap Serikat Pekerja IFT yang mempertanyakan sejumlah kebijakan
manajemen. Antara lain soal pemotongan gaji yang dilakukan sepihak sebesar 5%
sampai 27,5%, meminta pembayaran kompensasi tunai atas tunggakan Jamsostek
selama lebih dari setahun, dan membayarkan tunggakan tunjangan kesehatan sejak
tahun 2011. Bukannya mengabulkan permintaan itu, manajemen IFT justru memecat
para pengurus serikat pekerja tersebut.
Sedangkan
kasus Luvi bermula pada Februari 2012 lalu saat ia mempertanyakan soal saluran
komunikasi yang tak jalan, selain sistem penilaian yang dinilai tidak jelas.
Ini berimbas pada ketidakjelasan jenjang karir dan tak adanya perbaikan
kesejahteraan. Bukannya mendengarkan masukan Luviana, manajemen Metro TV justru
menyikapinya dengan sikap represif dengan memutasinya, sebelum akhirnya
melakukan pemecatan.
Federasi
Serikat Pekerja Media (FSPM) Independen, yang merupakan organisasi yang
menaungi 11 serikat pekerja di Indonesia, menilai tindakan represif semacam ini
merupakan bentuk pemberangusan terhadap serikat pekerja, yang itu jelas-jelas
merupakan tindakan yang melawan Undang Undang Nomor 21 tahun 2001 tentang
Serikat Pekerja/Serikat Buruh.
Pasal 5 ayat
(1) Undang Undang Serikat Pekerja memberikan payung hukum kepada pekerja untuk
membentuk dan menjadi anggota serikat pekerja. Pasal 28 dalam Undang Undang
Serikat Pekerja juga melindungi anggota dan pengurus dari praktik intimidasi
dan pemutusan hubungan kerja oleh perusahaan saat menjalankan haknya sebagai
anggota atau pengurus serikat pekerja. Undang-undang Serikat Pekerja menyebut
tindakan mengintimidasi dan melakukan PHK terhadap anggota dan pengurus serikat
pekerja sebagai perbuatan tindak pidana kejahatan, yang bisa diancam dengan sanksi
pidana maksimal 5 (lima) tahun penjara dan atau denda hingga Rp 500 juta.
1. Media
memberikan keleluasaan kepada pekerjanya untuk mendirikan serikat pekerja.
Sebab, itu merupakan bagian dari hak pekerja media yang dilindungi sangat tegas
dalam Undang Undang Serikat Pekerja.
2. Media
menghentikan praktik-praktik yang bersifat intimidatif terhadap pekerja yang
ingin berserikat. Sikap-sikap seperti ini dikategorikan sebagai tindakan union
busting, yang oleh Undang Undang Serikat Pekerja dikategorikan sebagai tindakan
kriminal.