Resolusi
Kongres FSPM Independen
tentang
Nasib Pekerja Outsourching (Alih Daya)
---------------------------------------------------------------------------------------------
Sistem kerja
outsourching (alih daya) ditolak oleh pekerja dan sejumlah organisasi buruh
sejak lama. Saat unjukrasa memperingati hari buruh 1 Mei tahun lalu dan
demonstrasi yang dilakukan sesudahnya, penolakan terhadap sistem kerja alih
daya ini menjadi salah satu isu yang diusung bersama organisasi buruh karena
dianggap sangat merugikan kepentingan pekerja.
Ada sejumlah
sebab mengapa sistem outsoucing ini ditolak. Di antaranya, sistem ini seperti
menjadi pembenaran dari sikap sejumlah perusahaan yang tak ingin memberikan
hak-hak pekerja secara penuh. Sebab, dalam kenyataan, mereka yang bekerja
dengan model outsourching ini kerap tak mendapatkan hak-hak seperti layaknya
pekerja tetap.
Dari
sejumlah fakta di lapangan diketahui bahwa ada pekerja outsourching yang tak
mendapatkan tunjangan kesehatan, mendapatkan upah dibawah upah minimum, tak
memperoleh pesangon saat diberhentikan, tak mendapatkan tunjangan hari raya
(THR) saat hari besar keagamaan, dan aneka bentuk kesejahteraan lainnya.
Ironisnya,
praktik outsourching ini juga mulai makin marak dipraktikkan oleh perusahaan
media. Termasuk di bidang yang seharusnya tak boleh dipekerjakan dengan model
hubungan kerja semacam ini, yaitu mereka yang bekerja di proses produksi dan
kegiatan pokok sebuah industri.
Untuk itu,
Kongres FSPMI menyerukan:
1.
Perusahaan media menghentikan penggunaan sistem outsourching terhadap
pekerjanya.
2. Bagi
perusahaan yang sedang menggunakan tenaga kerja outsourching, untuk segera
mengangkatnya menjadi karyawan tetap melalui mekanisme yang diatur dalam Undang
Undang Ketenagakerjaan.
3. Pekerja yang berstatus outsourching untuk
bergabung, atau membentuk jika belum ada, serikat pekerja untuk memperjuangkan
hak dan kepentingannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar