UPDATE - SIDANG PERDATA ANTI BERSERIKAT DI PN JAKARTA BARAT

PADA SELASA TANGGAL 18 JANUARI 2011 JAM 14.30 WIB, HAKIM KETUA JANNES ARITONANG S.H. MEMBACAKAN ISI PUTUSAN GUGATAN PERDATA ANTI BERSERIKAT (UNION BUSTING), PERKARA NO. 207/PDT.G.2010/JAK.BAR. MAJELIS HAKIM BERPENDAPAT BAHWA "PENGGUGAT MAMPU MEMBUKTIKAN POKOK GUGATANNYA." TERHADAP TERGUGAT MANAJEMEN PT. INDOSIAR VISUAL MANDIRI YANG DIPIMPIM HANDOKO.


KETUA MAJELIS HAKIM JANNES ARITONANG S.H. MEMERINTAHKAN HANDOKO UNTUK MEMBUAT PERMINTAAN MAAF TERHADAP SEKAR INDOSIAR DI MEDIA NASIONAL.

DAN MEMBAYAR DWANGSOM RP. 2 JUTA PER HARI, ATAS KETERLAMBATAN PELAKSANAAN HUKUMAN INI.


MARI TEMAN-TEMAN SEKAR INDOSIAR DAN TEMAN-TEMAN MEDIA UNTUK HADIR DALAM PERSIDANGAN PERDATA INI.

Senin, 27 September 2010

CUPLIK: HAKIM SAUT PERTANYAKAN ASPEK PROTEKSI DAN PROPERTY DALAM UU NO. 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN


Kehadiran Hakim Ad hoc Saut, S.H. selama 25 menit dalam persidangan lanjutan gugatan PHK terhadap 22 orang Aktivis dan Pengurus Sekar Indosiar yang telah diberi sanksi skorsing tanpa alasan kesalahan yang jelas oleh Manjemen PT. Indosiar Visual Mandiri, sangat signifikan memberi warna bagaimana seharusnya sosok Hakim Ad hoc Wakil dari dari Serikat Pekerja menjalankan tugas dan perannya. Hakim pengganti atau cadangan ini jauh lebih bisa menggali Fakta dalam persidangan yang bisa merepresentasikan perjuangan pekerja atau serikat pekerja, dalam hal ini Serikat Karyawan (Sekar) Indosiar.

.........................

Hakim Saut: Saudara Ahli, UNDANG-UNDANG yang berlaku saat ini UNDANG-UNDANG Tigabelas, itu… tidak secara tegas menganut apakah itu UNDANG-UNDANG yang profektif ataukah UNDANG-UNDANG yang menganut pasal tenaga kerja yang fleksibel. Akan tetapi, kalau melihat ketentuan mengenai PHK, terutama menyangkut retens penyusutan, bahwa ada suatu Keputusan Menteri atau Surat Edaran, seperti yang saudara Ahli sebutkan. Bahwa ada sejumlah syarat-syarat, sebelum ee... ee… suatu keputusan itu dilakukan. Apakah saudara saksi bisa menjelaskan ee… dimana posisi UNDANG-UNDANG 13 atau kebijakan perburuhan di Negara kita, menyangkut sistem proteksinya, pasal tenaga kerja yang fleksibel, sehingga gampang untuk memutuskannya, atau silahkan!?

Surya Dharma: Ee… kalau menurut saya UNDANG-UNDANG Ketenagakerjaan memang memproteksi, ee… khususnya terkait ee… untuk prosedur PHK, tapi kalau kita baca aturan yang letterlek, memang tidak mudah untuk mem-PHK. Tadi saya katakan, misalnya tidak ada alasan hukum apapun yang bisa digunakan, menggunakan UNDANG-UNDANG Ketenagakerjaan, untuk mem-PHK tanpa alasan. Jadi PHK boleh, harus dengan kesalahan atau dengan syarat-syarat tadi. Misalnya masa percobaannya habis, atau dia pensiun, atau dia mengundurkan diri, atau dia meninggal dunia. Diluar itu praktis tidak ada PHK. Tidak boleh ada PHK menurut UNDANG-UNDANG yang saya pahami. Dan disitu esensi protektif dari UNDANG-UNDANG Ketenagakerjaan. Dalam konteks pasal kerja yang fleksibel, tadi disinggung Pak Hakim, itu terkait Pemutusan Hubungan Kerja, jadi berakhirnya hubungan kerja. Yang diatur pasal tenaga kerja fleksibel kan, kemudahan untuk direkrut dan kemudahan untuk diberhentikan. To hire and to fire. Mudah direkrut, mudah diberhentikan. Biasanya, prakteknya itu dalam konteks hubungan kerja kontrak atau outsourching, yang juga kontrak dulu. Itu pasal hubungan kerja. Nah, UNDANG-UNDANG secara eksplisit menegaskan, untuk yang kontrak pun tidak bisa di PHK sembarangan. Artinya prosedur hukum yang berlaku dan tetap berlaku, kecuali berakhir kontrak kerja. Ketika kontrak habis, selesailah hubungan kerja dia. Dan tidak usah pakai pesangon, karena perjanjian kerjanya sudah habis. Tapi kalau diselesaikan secara sepihak oleh pengusaha maupun pekerja, pihak yang membatalkan itu berkewajiban untuk mengganti rugi. Misalnya kontrak kerjanya satu tahun, kemudian pengusaha mengatakan enam bulan aja dech. Enam bulan sisa yang belum dilakukan, pengusaha wajib bayar Upah buruh. Kalau pekerja yang mengundurkan diri, dalam kesepakatan kontrak, pekerja yang harus bayar pengusaha, dalam jumlah sisa bulan yang belum dilakukan. Habis itu, saya kira menurut saya, ada sisi proteksinya dalam UNDANG-UNDANG Ketenagakerjaan, dan cukup eksplisit kalau kita lihat dalam UNDANG-UNDANG Ketenagakerjaan.


Hakim Saut: Ee… kembali lagi saudara Ahli. Buat prosedur PHK itu tidak mengenal sistem tes. Orang di tes dulu syarat-syaratnya apa baru kemudian berlaku, baru kalau syarat-syaratnya tidak terpenuhi baru dibawa ke Pengadilan. Sistem tes tidak ada . Nah, ee… tetapi dalam… dalam… satu kasus, jika ada suatu penyusutan, pengurangan atau apa. Kemudian saudara Ahli jelaskan apakah di Indonesia mengenal sistem kualifikasi, ee… seseorang yang, kriteria apa yang diperlukan oleh satu perusahaan, apakah ada kualifikasi, ataukah baik secara implisit maupun implisit. Ee… untuk melakukan PHK?

Surya Dharma: Kualifikasi dari perusahaan?

Hakim Saut: Iya. Maksudnya kualifikasi objektif dari orang-orang yang kira-kira secara objektif dapat diputuskan hubungan kerjanya, bila terjadi PHK massal?

Surya Dharma: Hm… Kalau di aturan tidak terlalu detail mengatur itu. Aturan UNDANG-UNDANG cuma mengatur kapan boleh ada PHK, kapan tidak boleh. Kualifikasi bisa dibuat di dalam PKB. Artinya apakah di dalam Perjanjian Kerja Bersama secara detail diatur soal itu. Jadi kapan, dan si pekerja pun ee… bersama dengan serikat pekerja bisa membuat aturan untuk mereka sendiri. Dengan itu kalau menurut saya penting PKB dalam perusahaan. Tidak cuman untuk menegaskan hal-hal yang tidak diatur oleh UNDANG-UNDANG, tetapi juga memberikan kepastian secara hukum jika ada masalah yang menyangkut yang lebih detil.

Hakim Saut: Iya. Ee… satu lagi, dalam… ini ada sebuah peristiwa, ee… satu pihak, perusahaan merasa dia adalah ee… memiliki 100 persen property right, baik terhadap pekerjanya maupun asset yang lain. Tetapi ee… para pekerja merasa bahwa, sekali lagi saya ulang, dengan property right mutlak itu perusahaan ingin mengatakan bahwa akan sesuai dengan prosedur, maka sumber daya yang terbatas pun kami memiliki hak, apakah mempekerjakan atau memutus hubungan kerjanya. Kemudian aa… pekerja mengatakan bahwa dalam melakukan pemutusan hubungan kerja ada hak yang harus dilindungi, misalnya kami sedang masa berunding. Kami sedang… aa… sedang melakukan suatu… proses melaksanakan hak yang belum tuntas. Nah, jika hak ini berguguran ada… union right, kemudian ada… hak property terlindungi perusahaan berbenturan. Itu, bagaimana itu aa… hukum harus memandang itu. Misalnya dalam kasus seperti yang saya katakan tadi, ada proses perundingan yang belum selesai?


Surya Dharma: Aa… UNDANG-UNDANG Ketenagakerjaan atau hukum perburuhan secara umum kan membatasi kekuasaan pengusaha, kalau berlebihan. Juga sebetulnya membatasi kekuasaan serikat buruh. Kalau serikat buruhnya berlebihan berkuasa. Model ini misalnya tidak ada UNDANG-UNDANG, tapi yang ada PKB, itu diatur secara sektoral dalam musyawarah nasional waktu itu. Nah, kita punya UNDANG-UNDANG, basis proteksi atau aturan tentang hubungan kerja dan konflik, penyelesaian konflik jika terjadi perselisihan diatur dalam Legislasi. Legislasi yang ada di Indonesia memang, secara seperti tadi saya katakan, cukup… secara tegas memberikan proteksi. Artinya hampir tidak mungkin PHK tanpa kesalahan. Nah, dalam konteks tadi ee… jika ada benturan antara harapan pekerja maupun kondisi perusahaan yang paling baik iya mediasi, artinya negosiasi. Secara langsung dan bagaimana diselesaikan secara ee… baik-baik begitu. UNDANG-UNDANG mengatur prosesnya. Proses untuk melakukan mediasi. Seperti sekarang inikan sebetulnya mediasi. Karena kalau dua pihak langsung bertemu, mungkin akan sulit. Tidak merasa dipercaya atau merasa tidak mempercayai, Pengadilan berhak melakukan mediasi itu. Dicari solusi yang terbaik bagi kedua pihak. Tapi kalau normatif, kita saklak pada aturan, tidak boleh ada yang namanya property perusahaan. Pekerja itu bukan property. Tidak juga ada yang mengatakan istilahnya hak prerogatif mau PHK. Tidak bisa hak prerogatif PHK. UNDANG-UNDANG jelas-jelas secara tegas tidak boleh ada PHK diluar kesalahan, atau 4 (empat) syarat tadi terpenuhi. Yaitu masa percobaannya berakhir, tidak diterima, tidak diperpanjang; mengundurkan diri; pensiun atau meninggal dunia. Diluar itu hampir tidak mungkin PHK menurut hukum. Nah, tugas pengadilan kalau menurut saya, iya menegakkan hukum. Persoalan bagaimana kondisi perusahaan dan sebagainya itu persoalan lain. Bahkan kondisi ekonomi pun bukan tugas pengadilan. Tugasnya Eksekutif bukannya Yudikatif kalau menurut saya.

(Persidangan Terhenti sejenak, yakni pada Menit ke 25:20. Ada pergantian Hakim Ad hoc. Dari Hakim Ad hoc Saut ke Hakim Ad hoc Endro Budiarto………………………………………………)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar