Sumber www.hukumonline.com
Senin, 24 October 2011
Pekerja dan manajemen Indosiar bersepakat di luar persidangan.
Bersengketa di pengadilan tak selamanya berujung pada menang-kalah. Apalagi dalam kasus keperdataan. Bila kedua pihak sama-sama beriktikad baik menyelesaikan secara damai, bukan tak mungkin keduanya bakal merasa menang.
Demikian yang terjadi dalam perkara antara Sugianto, Kuswono, Arif Susanto, Hendra, Yudha Galih dan Bambang Suryana melawan manajemen Indosiar di Pengadilan Hubungan Industrial Jakarta. Mereka sepakat berdamai ketimbang meneruskan berperkara walaupun persidangan tinggal menyisakan agenda pembacaan putusan hakim.
Kesepakatan yang dicapai Sugianto dkk adalah pihak manajemen Indosiar bersedia membayar kompensasi atas pemutusan hubungan kerja. “Mereka membayar pesangon, upah proses dan hak-hak lainnya”, tutur Dicky Irawan, Ketua Serikat Karyawan Indosiar kepada hukumonline lewat telepon, Senin (24/10).
Kuasa hukum Sugianto dkk, Sholeh Ali menuturkan ada kebutuhan mendesak dari pihak pekerja sehingga terjadi perdamaian dengan perusahaan. "Saya terserah kawan-kawan. Kalau mau maju ya ayo, kalau mau damai ya silakan," ujarnya kepada hukumonline di PHI Jakarta, Senin (24/10).
Sugianto dkk sebenarnya sudah lama bekerja di Indosiar pada departemen seni atau art. Bahkan ada yang lebih dari sepuluh tahun. Namun, selama itu pula mereka hanya berstatus pekerja harian. Tak ada hak yang mereka terima layaknya karyawan Indosiar. Gaji pun jauh di bawah upah minimum.
Sekjen Serikat Karyawan, Yanri Silitonga menuturkan, awal mula perjuangan Serikat Karyawan adalah menuntut perbaikan status dan kesejahteraan bagi para pekerja harian ini. Tapi faktanya malah para pengurus Serikat Karyawan yang juga turut dipecat.
“Titik awal kita di-PHK karena kita membela mereka (para pekerja harian). Upah mereka itu di bawah UMP, kita minta agar sesuai UMP. Mereka juga tidak mendapat Jamsostek dan kita perjuangkan. Inilah cikal bakal kita di PHK. Ketika kita memperjuangkan hak itu, kita di-PHK,” kata Yanri.
Dengan adanya pergantian kepemilikan perusahaan, lanjut Yanri, berdampak pula pada perubahan pendekatan yang dilakukan perusahaan terhadap kasus yang dihadapi. Manajemen baru menawarkan perdamaian sebelum ada putusan dari PHI. Pada sidang kesimpulan pekan lalu, majelis hakim memberi waktu kepada kedua belah pihak untuk berunding kembali dengan harapan, terjadi perdamaian.
Setelah sidang kesimpulan selesai, perundingan damai dimulai. Dan pekerja telah mendapatkan tuntutannya, berupa pesangon sesuai dengan masa kerja seperti diatur dalam UU Ketenagakerjaan. “Pembayaran itu setelah sidang kesimpulan. Namun tidak diketok di depan majelis hakim,” ujar Yanri Silitonga.
Senin pekan depan (31/10) kemungkinan besar ada sidang lanjutan untuk penyerahan akta perdamaian dimana majelis hakim akan memutuskan perkara ini telah diakhiri dengan kesepakatan damai. “Kemungkinan senin depan penyerahan akta,” pungkas Sholeh Ali.
Sampai berita ini diturunkan, pihak manajemen belum bisa dikonfirmasi. Upaya menghubungi telepon perusahaan tak membuahkan hasil karena tak ada pihak yang bersedia diwawancarai hukumonline.
Sumber: http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt4ea5919d84d0c/berdamai-pekerja-harian-dapat-pesangon
UPDATE - SIDANG PERDATA ANTI BERSERIKAT DI PN JAKARTA BARAT
PADA SELASA TANGGAL 18 JANUARI 2011 JAM 14.30 WIB, HAKIM KETUA JANNES ARITONANG S.H. MEMBACAKAN ISI PUTUSAN GUGATAN PERDATA ANTI BERSERIKAT (UNION BUSTING), PERKARA NO. 207/PDT.G.2010/JAK.BAR. MAJELIS HAKIM BERPENDAPAT BAHWA "PENGGUGAT MAMPU MEMBUKTIKAN POKOK GUGATANNYA." TERHADAP TERGUGAT MANAJEMEN PT. INDOSIAR VISUAL MANDIRI YANG DIPIMPIM HANDOKO.
DAN MEMBAYAR DWANGSOM RP. 2 JUTA PER HARI, ATAS KETERLAMBATAN PELAKSANAAN HUKUMAN INI.
MARI TEMAN-TEMAN SEKAR INDOSIAR DAN TEMAN-TEMAN MEDIA UNTUK HADIR DALAM PERSIDANGAN PERDATA INI.
Selasa, 25 Oktober 2011
Selasa, 18 Oktober 2011
Karyawan Indosiar Bekerja Sepuluh Tahun, Di PHK Tanpa Pesangon
Pengurus Sekar Indosiar tetap memperjuangkan hak-hak anggotanya sebagai karyawan Indosiar. Kali ini Sekar Indosiar mendampingi 6 (enam) orang Karyawan Departemen Art yang di PHK secara semena-mena oleh Manajemen Lama PT. Indosiar Visual Mandiri.
Pada Senin tanggal 17 Oktober 2011 Kuasa Hukum Sugianto dkk dari LBH Pers menyampaikan kesimpulan atas proses perkara NO. 119/PHIG/2011/JKT.PST dan akan diputuskan 2 minggu mendatang.
Kuasa Hukum Sugianto dkk pada sidang Senin tanggal 3 Oktober 2011 menghadirkan saksi dipersidangan yakni Ngateman (Staf Administrasi Departemen Art) dan Dicky Irawan (Ketua Sekar Indosiar). Dalam persidangan sebelumnya Ngateman memberi kesaksian bahwa ke-6 orang yang menggugat adalah karyawan Departemen Art yang berststus Harian sudah lebih dari tiga tahun. Bahkan ada yang sampai 10 tahun.
Sedang Dicky Irawan memberi kesaksian bahwa benar ke-6 orang yang menggugat adalah anggota Sekar Indosiar yang sedang diperjuangkan hak-hak mereka yang tidak dipenuhi oleh PT. Indosiar Visual Mandiri selama ini. Seperti Upah diterima dibawah UMP DKI Jakarta. Hak atas Jamsostek yang tidak pernah diberikan. Dan status kepegawaian yang tetap sebagai harian padahal mereka sudah bekerja puluha Tahun. Sedang dalam Kepmen 100 tahun 2004 tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, pekerja harian hanya boleh selama 3 (tiga). Lebih dari itu status kepegawaian harus menjadi tetap (Perjanjian Kerja Tidak Tertentu). Sementara PT. Indosiar tetap mempekerjakan mereka secara terus menerus hingga puluhan tahun. Dan Ironisnya cuma dibayar dibawah UMP DKI Jakarta. Padahal PT. Indosiar adalah perusahaan media yang acap kali memberitakan hal-hal miris tentang nasib pilu pekerja kasar di Indonesia.
Semoga Hakim memutuskan perkara ini dengan hati nurani. Karena tanpa mereka, tidak pernah PT. Indosiar bisa menghasilkan tayangan program yang unggul. Sementara semua karyawan lain sudah pulang, mereka masih sibuk untuk membongkar panggung atau set yang baru selesai digunakan. Mereka sudah memberi kontribusi terbaik untuk PT. Indosiar. Sudah seharusnya PT. Indosiar juga menghargai kontribusi mereka.
Pada Senin tanggal 17 Oktober 2011 Kuasa Hukum Sugianto dkk dari LBH Pers menyampaikan kesimpulan atas proses perkara NO. 119/PHIG/2011/JKT.PST dan akan diputuskan 2 minggu mendatang.
Kuasa Hukum Sugianto dkk pada sidang Senin tanggal 3 Oktober 2011 menghadirkan saksi dipersidangan yakni Ngateman (Staf Administrasi Departemen Art) dan Dicky Irawan (Ketua Sekar Indosiar). Dalam persidangan sebelumnya Ngateman memberi kesaksian bahwa ke-6 orang yang menggugat adalah karyawan Departemen Art yang berststus Harian sudah lebih dari tiga tahun. Bahkan ada yang sampai 10 tahun.
Sedang Dicky Irawan memberi kesaksian bahwa benar ke-6 orang yang menggugat adalah anggota Sekar Indosiar yang sedang diperjuangkan hak-hak mereka yang tidak dipenuhi oleh PT. Indosiar Visual Mandiri selama ini. Seperti Upah diterima dibawah UMP DKI Jakarta. Hak atas Jamsostek yang tidak pernah diberikan. Dan status kepegawaian yang tetap sebagai harian padahal mereka sudah bekerja puluha Tahun. Sedang dalam Kepmen 100 tahun 2004 tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, pekerja harian hanya boleh selama 3 (tiga). Lebih dari itu status kepegawaian harus menjadi tetap (Perjanjian Kerja Tidak Tertentu). Sementara PT. Indosiar tetap mempekerjakan mereka secara terus menerus hingga puluhan tahun. Dan Ironisnya cuma dibayar dibawah UMP DKI Jakarta. Padahal PT. Indosiar adalah perusahaan media yang acap kali memberitakan hal-hal miris tentang nasib pilu pekerja kasar di Indonesia.
Semoga Hakim memutuskan perkara ini dengan hati nurani. Karena tanpa mereka, tidak pernah PT. Indosiar bisa menghasilkan tayangan program yang unggul. Sementara semua karyawan lain sudah pulang, mereka masih sibuk untuk membongkar panggung atau set yang baru selesai digunakan. Mereka sudah memberi kontribusi terbaik untuk PT. Indosiar. Sudah seharusnya PT. Indosiar juga menghargai kontribusi mereka.
Selasa, 11 Oktober 2011
Hakim Ketua PHI Digugat, FX Jiwo Santoso Mendadak Dimutasi
Majelis Hakim Pengadilan Perselisihan Hubungan Industrial (PPHI) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat digugat oleh Pengurus Serikat Karyawan (SEKAR) Indosiar melalui Kuasa Hukumnya Sholeh Ali dkk dari Lembaga bantuan Hukum (LBH) Pers. Somasi Nomor 44/SRT-Litigasi/LBH Pers/VII/2011 tanggal 8 Agustus 2011.
FX Jiwo Santoso S.H., M.Hum. Sebagai Hakim ketua, yang didampingi oleh Sinufa Zebua S.H. dan Tri Endro Budisarto S.H., M.H. sebagai Hakim Anggota adalah Majelis Hakim yang menyidangkan dan memutuskan perkara Gugatan PHK yang diajukan oleh Manajemen PT. Indosiar Visual Mandiri saat dipimpin oleh Handoko, terhadap semua Pengurus dan Aktivis SEKAR Indosiar. Sementara kuasa hukum PT. Indosiar Visual Mandiri kali itu adalah dari Kemalsjah Siregar and Associates.
Pengacara dari LBH Pers menggugat Majelis Hakim atas Rekayasa Salinan Putusan Nomor 114/PHI.G/2010/PN.JKT.PST. Dalam Salinan Putusan tertulis seorang saksi dari perusahaan (Penggugat) yang tidak pernah hadir dalam persidangan. Dalam Salinan Putusan pada halaman 161-162 tercantum pernyataan bahwa “Saksi Sdr. Hamzah Jeffry Febrianto dibawah sumpah yang pada pokoknya memberikan keterangan sebagai berikut: Bahwa saksi kenal dengan penggugat namun tidak ada hubungan keluarga, ……… dst”. Sungguhlah ini merupakan tindakan Pidana Kejahatan.
Dari semula Perkara Gugatan PHK yang diajukan oleh Handoko selaku Manajemen PT. Indosiar Visual Mandiri melalui kuasa hukumnya Kemalsjah Siregar and Associates telah berlangsung tidak seimbang dan adil. Sangat kasat mata Majelis Hakim terutama Hakim Ketua menunjukkan keberpihakannya. Bahkan selama proses persidangan Aparat Polisi; baik Intel dari Mabes Polri, Sabhara, Polres Jakarta Barat, dan Polsek Tanjung Duren sangta atif mengawal persidangan ini. Bahkan saat pembacaan putusan PHI pada tanggal 5 Oktober 2010. Jumlah Polisi lebih banyak daripada jumlah 22 orang Pengurus dan Aktivis SEKAR Indosiar yang disidangkan. Diperkirakan ada lebih enam puluh aparat yang mengamankan persidangan ini. Padahal Selama ini hingga saat berita ini ditulis, tidak pernah ada pengawalan yang super ketat terhadap proses persidangan yang sedang berlangsung.
Sedang pada Sidang Senin tanggal 26 September 2011, dalam persidangan Gugatan perkara putusan PHK terhadap 6 orang karyawan Departemen Art. Hakim Ketua FX Jiwo Santoso S.H., M.Hum. menyampaikan bahwa beliau terhitung awal Oktober 2011 dipindah kedaerah. Selanjutnya Hakim Ketua akan ditentukan oleh Ketua PN Jakarta Pusat. Tentu saja pemutasian Hakim Ketua ini adalah untuk mengamankan Sindikasi Mafia Peradilan yang ada di PPHI Pancoran Jakarta. Ironis.
FX Jiwo Santoso S.H., M.Hum. Sebagai Hakim ketua, yang didampingi oleh Sinufa Zebua S.H. dan Tri Endro Budisarto S.H., M.H. sebagai Hakim Anggota adalah Majelis Hakim yang menyidangkan dan memutuskan perkara Gugatan PHK yang diajukan oleh Manajemen PT. Indosiar Visual Mandiri saat dipimpin oleh Handoko, terhadap semua Pengurus dan Aktivis SEKAR Indosiar. Sementara kuasa hukum PT. Indosiar Visual Mandiri kali itu adalah dari Kemalsjah Siregar and Associates.
Pengacara dari LBH Pers menggugat Majelis Hakim atas Rekayasa Salinan Putusan Nomor 114/PHI.G/2010/PN.JKT.PST. Dalam Salinan Putusan tertulis seorang saksi dari perusahaan (Penggugat) yang tidak pernah hadir dalam persidangan. Dalam Salinan Putusan pada halaman 161-162 tercantum pernyataan bahwa “Saksi Sdr. Hamzah Jeffry Febrianto dibawah sumpah yang pada pokoknya memberikan keterangan sebagai berikut: Bahwa saksi kenal dengan penggugat namun tidak ada hubungan keluarga, ……… dst”. Sungguhlah ini merupakan tindakan Pidana Kejahatan.
Dari semula Perkara Gugatan PHK yang diajukan oleh Handoko selaku Manajemen PT. Indosiar Visual Mandiri melalui kuasa hukumnya Kemalsjah Siregar and Associates telah berlangsung tidak seimbang dan adil. Sangat kasat mata Majelis Hakim terutama Hakim Ketua menunjukkan keberpihakannya. Bahkan selama proses persidangan Aparat Polisi; baik Intel dari Mabes Polri, Sabhara, Polres Jakarta Barat, dan Polsek Tanjung Duren sangta atif mengawal persidangan ini. Bahkan saat pembacaan putusan PHI pada tanggal 5 Oktober 2010. Jumlah Polisi lebih banyak daripada jumlah 22 orang Pengurus dan Aktivis SEKAR Indosiar yang disidangkan. Diperkirakan ada lebih enam puluh aparat yang mengamankan persidangan ini. Padahal Selama ini hingga saat berita ini ditulis, tidak pernah ada pengawalan yang super ketat terhadap proses persidangan yang sedang berlangsung.
Sedang pada Sidang Senin tanggal 26 September 2011, dalam persidangan Gugatan perkara putusan PHK terhadap 6 orang karyawan Departemen Art. Hakim Ketua FX Jiwo Santoso S.H., M.Hum. menyampaikan bahwa beliau terhitung awal Oktober 2011 dipindah kedaerah. Selanjutnya Hakim Ketua akan ditentukan oleh Ketua PN Jakarta Pusat. Tentu saja pemutasian Hakim Ketua ini adalah untuk mengamankan Sindikasi Mafia Peradilan yang ada di PPHI Pancoran Jakarta. Ironis.
Kamis, 25 Agustus 2011
APAKAH ANDA SUDAH SIAP DI PHK HARI INI??
Lembaga serikat pekerja di tingkat perusahaan lahir dalam kedudukannya tergabung secara struktural dan admintratif dengan perusahaan tempat serikat pekerja itu berdiri. Seperti SEKAR Indosiar tergabung dalam perusahaan PT. Indosiar Visual Mandiri. Hakikinya SEKAR Indosiar merupakan mitra kerja sejajar dari perusahaan Indosiar. Hal ini sebagai salah satu pilar dari tiga pilar Hubungan Industrial (yaitu: perusahaan, serikat pekerja dan pemerintah).
Harapannnya antar Pilar Hubungan Industrial terjalin dengan baik, demi terbangunnya dunia Industri yang kuat, harmonis, dan kompetitif dalam menghadapi persaingan dunia usaha yang kini kian mengglobal.
Kehadiran SEKAR Indosiar sejak 21 April 2008 diharap mendorong peningkatan produktivitas dan kinerja karyawan demi kemajuan PT. Indosiar Visual Mandiri. Perusahaan dikelola semakin sehat, profesional, modern dan memperoleh keuntungan setiap tahunnya.
SEKAR Indosiar juga dapat melindungi dan memperjuangkan hak-hak serta perbaikan kesejahteraan anggota dan keluarganya. SEKAR Indosiar juga dapat bertindak mengadvokasi anggotanya bila ada perselisihan dengan perusahaan. Sebagaimana telah ditunjukkan pengurus selama ini.
Tapi banyak karyawan yang tidak sadar atau buta akan bukti materi yang sangat mereka perlukan disaat ada persoalan hubungan industrial pada suatu waktu yang tidak mereka perkirakan atau duga. Seperti diuraikan berikut ini:
1. Kontrak kerja di awal kerja. Hal ini untuk dapat menjelaskan kapan mulai bekerja, alias sudah berapa lama masa pengabdian disebuah perusahaan. Kontrak Kerja juga akan mejelaskan Hak dan Kewajiban karyawan dan perusahaan.
2. Slip Upah. Hal ini untuk bisa menghitung akan Hak Upah karyawan yang bersangkutan.
3. Print Out Absensi. Hal ini untuk menunjukkan bahwa yang bersangkutan bekerja dalam satu perusahaan, terdata dan dapat menunjukkan disiplin dan loyalitas seorang pekerja. Sehingga perusahaan tempat pekerja bekerja tidak dapat memilintir disiplin dan loyalitas pekerja dengan surat teguran antah berantah yang tidak pernah dilakukan pekerja sebelumnya.
4. Bukti Penghargaan atau prestasi kerja yang telah dilakukan oleh pekerja. Bila ada hal ini akan memperkuat bergaining alias tawar-menawar kalau tokh karyawan tersebut tetap harus di putus PHK oleh Majelis Hakim Pengadilan Hubungan Industrial.
5. Ajukan perundingan Bipartit kepada perusahaan tempat kita bekerja, apabila perusahaan melakukan suatu putusan yang merugikan karyawan tersebut. Hal ini bisa saja karena sifat subyektif pimpinan dari tempat karyawan tersebut bekerja. Bila tidak berani mengajukan perundingan Bipartit, bisa juga karyawan tersebut membuat surat tertulis yang menyatakan keberatan atau pendapat berbeda kepada pimpinan karyawan tersebut yang ditembusi ke pimpinan tertinggi perusahaan tersebut dan Suku Dinas atau Dinas Ketenagakerjaan tempat yang bersangkutan bekerja.
6. Bila tidak ada tanggapan atas permintaan Bipartit dan surat sanggahan atau sanggahan yang diajukan pada pimpinan sebuah perusahaan. Ajukan lagi hingga tiga kali. Jangan lupa bikin risalah pertemuan Bipartit, apakah dihadiri atau tidak dihadiri oleh phak yang ditujukan surat. Nyatakan saja pendapat saudara akan perkara tersebut, lalu tulis dalam risalah Bipartit atau tersebut bahwa "wakil perusahaan tidak hadir" atau kalau berupa surat nyatakan bahwa "wakil perusahaan tidak pernah menanggapi surat tersebut".
7. Bila kurun tiga kali pengajuan surat mohon perundingan Bipartit tidak dipenuhi, atau tiga kali surat yang diajukan tidak ditanggapi. Karyawan/pekerja dapat mengajukan permohonan penanganan perkara tersebut secara Tripartit kepada Kepala Suku Dinas atau Dinas Tenaga Kerja setempat. Berdasarkan UU No. 2 Tahun 2005 tentang Penyelesaian Perselisihan hubungan Industrial, pihak petugas Suku Dinas atau Dinas Tenaga Kerja setempat harus menindak lanjuti perkara tersebut.
8. Pihak Suku Dinas atau Dinas Tenaga Kerja setempat akan melakukan proses Mediasi atas perkara yang diajukan. Apakah pihak pimpinan sebuah perusahaan hadir atau tidak? Pihak Suku Dinas atau Dinas Tenaga Kerja setempat wajib mengeluarkan ANJURAN.
9. Berdasarkan surat ANJURAN yang dikeluarkan Mediator dari Suku Dinas atau Dinas Tenaga Kerja setempat, pekerja yang berselisih dapat mendaftarkannya perkara tersebut di Pengadilan Hubungan Industrial setempat. Bila di Provinsi DKI Jakarta cuma satu, yakni Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Lokasinya di Jalan S. Parman dekat Perempatan Pancoran.
10. Pengadilan Hubungan Industriallah yang dapat menyidangkan perkara pekerja dengan pengusaha. Atas perkara 1) PHK; 2)Hak Normatif; 3) Perselisihan syarat-syarat kerja dan 4) Perselisihan antar serikat pekerja dalam satu perusahaan.
Oleh karena itu, sebelum anda mendapat perkara yang tidak anda harapkan dari perusahaan tempat saudara. Persiapkanlah data lengkap saudara sehubungan dengan terdaftar atau tidak terdaftarnya anda bekerja dalam satu perusahaan. Sebab banyak kejadian, disaat seorang pekerja sedang menghadapi sebuah perkara PHK. Karyawan yang besangkutan sudah tidak mempunyai hak atau tidak punya akses lagi untuk mendapatkan bukti tertulis mengenai tautan yang bersangkutan terhadap perkara tersebut.
Lebih ironis lagi pekerja yang bersangkutan sudah bekerja lebih dari 10 (sepuluh) tahun, tapi tidak mempunyai: slip upah, absensi, kontrak kerja, identitas yang menunjukkan dia adalah karyawan sebuah perusahaan yang mempekerjakannya, peraturan persusahaan, penghargaan yang diperoleh dari persuhaan dalam bentuk tertulis atau foto bila hal itu pernah diterima, dll.
Semoga bermanfaat.
Rabu, 03 Agustus 2011
PN Jakpus: Silakan Gugat Pemerintah, Tukang Ojek juga Bisa
Selasa, 10/05/2011 14:45 WIB
Andi Saputra - detikNews
Jakarta - Dibukanya keran gugatan warga negara terhadap pemerintah lewat pengadilan disambut baik oleh masyarakat. Sedikitnya, saat ini ada 6 perkara yang tengah di tangani oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) dengan model citizen lawsuit (CLS).
Dengan model gugatan ini, siapa pun yang mengetahui adanya kelalaian pemerintah dapat menggugat. "Silakan saja, siapapun boleh. Tukang ojek juga bisa menggugat pemerintah. Ini merupakan langkah bagus karena menjadikan perkembangan yang bagus dan demokrasi yang sehat," kata Humas PN Jakpus, Suwidya saat berbincang-bincang dengan detikcom di ruangannya, Jalan Gajah Mada, Jakarta, Selasa, (10/5/2011).
Terbukanya pintu lebar ini alhasil memungkinkan siapa saja menggugat pemerintah. Alhasil, dikhawatirkan pengadilan akan banjir perkara. Namun pengadilan tidak takut akan kerepotan dengan banyaknya perkara.
"Silakan saja, hakim itu tidak boleh menolak perkara. Selain itu, kami ada mekanismenya, yaitu dengan putusan sela. Setiap perkara yang masuk akan diperiksa apakan masuk dalam kategori CLS atau tidak. Nanti kalau tidak masuk kita tolak. Tapi kalau masuk kategori maka masuk ke pokok perkara," terang Suwidya.
Gugatan semacam ini juga bisa berlaku di luar Jakarta. Masyarakat yang menilai pemerintah setempat lalai tidak mengatur sesuatu hal dapat memohon hakim untuk membuat Perda atau sejenisnya. "Model seperti ini bisa diterapkan di daerah. Tapi kesadaran masyarakatnya yang belum ada," cetus hakim yang mengadili Ryan, Jagal Dari Jombang tersebut.
Seperti diketahui, PN Jakpus membuat terobosan hukum dengan dimungkinkannya warga negara menggugat pemerintah lewat pengadilan atau yang biasa dikenal dengan istilah CLS. Kini, gugatan serupa terus mengalir, seperti Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN), penggunaan lambang Burung Garuda di baju Timnas, akuisisi Indosiar-SCTV, rencana pembangunan gedung baru DPR dan terakhir permohonan pembuatan RUU Perlindungan Tenaga Kerja Rumah Tangga (PRT).
http://www.detiknews.com/read/2011/05/10/144536/1636423/10/pn-jakpus-silakan-gugat-pemerintah-tukang-ojek-juga-bisa
Andi Saputra - detikNews
Jakarta - Dibukanya keran gugatan warga negara terhadap pemerintah lewat pengadilan disambut baik oleh masyarakat. Sedikitnya, saat ini ada 6 perkara yang tengah di tangani oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) dengan model citizen lawsuit (CLS).
Dengan model gugatan ini, siapa pun yang mengetahui adanya kelalaian pemerintah dapat menggugat. "Silakan saja, siapapun boleh. Tukang ojek juga bisa menggugat pemerintah. Ini merupakan langkah bagus karena menjadikan perkembangan yang bagus dan demokrasi yang sehat," kata Humas PN Jakpus, Suwidya saat berbincang-bincang dengan detikcom di ruangannya, Jalan Gajah Mada, Jakarta, Selasa, (10/5/2011).
Terbukanya pintu lebar ini alhasil memungkinkan siapa saja menggugat pemerintah. Alhasil, dikhawatirkan pengadilan akan banjir perkara. Namun pengadilan tidak takut akan kerepotan dengan banyaknya perkara.
"Silakan saja, hakim itu tidak boleh menolak perkara. Selain itu, kami ada mekanismenya, yaitu dengan putusan sela. Setiap perkara yang masuk akan diperiksa apakan masuk dalam kategori CLS atau tidak. Nanti kalau tidak masuk kita tolak. Tapi kalau masuk kategori maka masuk ke pokok perkara," terang Suwidya.
Gugatan semacam ini juga bisa berlaku di luar Jakarta. Masyarakat yang menilai pemerintah setempat lalai tidak mengatur sesuatu hal dapat memohon hakim untuk membuat Perda atau sejenisnya. "Model seperti ini bisa diterapkan di daerah. Tapi kesadaran masyarakatnya yang belum ada," cetus hakim yang mengadili Ryan, Jagal Dari Jombang tersebut.
Seperti diketahui, PN Jakpus membuat terobosan hukum dengan dimungkinkannya warga negara menggugat pemerintah lewat pengadilan atau yang biasa dikenal dengan istilah CLS. Kini, gugatan serupa terus mengalir, seperti Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN), penggunaan lambang Burung Garuda di baju Timnas, akuisisi Indosiar-SCTV, rencana pembangunan gedung baru DPR dan terakhir permohonan pembuatan RUU Perlindungan Tenaga Kerja Rumah Tangga (PRT).
http://www.detiknews.com/read/2011/05/10/144536/1636423/10/pn-jakpus-silakan-gugat-pemerintah-tukang-ojek-juga-bisa
Selasa, 26 Juli 2011
Undang Undang Penyiaran Masih Lemah
Undang-undang penyiaran dirasakan masih sangat lemah. Karena itu media di Indonesia hanya dikuasai oleh beberapa orang atau kelompok. Akibatnya terjadi monopoli kepemilikan hingga membuat terjadinya gangguan pasar. Semua ini adalah berkah dari undang-undang penyiaran 2004, yang memberikan celah kepada para pelaku media untuk dijadikan lahan bisnis.
Hal tersebut terungkap di dalam Seminar Membedah Cross Ownership Media, kemarin di Jakarta. Hadir sebagai pembicara Wakil Ketua Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), Don Bosco Selamun, Dirjen SKDI Depkominfo, Freddy H. Tulung, Direktur Kebijakan Persaingan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), Taufik Ahmad, dan Koordinator Masyarakat Pers dan Penyiaran Indonesia (MPPI), Kukuh Sanyoto.
Cross-ownership media, terjadi akibat subsidi silang yang dilaksanakan oleh lembaga penyiaran. Padahal Indonesia telah lama mempunyai aturan mengenai cross ownership media seperti yang termuat di dalam UU no.32/2002 tentang penyiaran antara lain di pasal 20 yang berbunyi “Lembaga penyiaran swasta jasa penyiaran radio dan jasa penyiaran televisi masing-masing hanya dapat menyelenggarakan satu siaran dengan satu saluran siaran pada satu cakupan wilayah siaran”. UU tersebut juga telah memiliki aturan pelaksanaannya yaitu Peraturan Pemerintah (PP) No.52/2005 tentang Penyelenggaraan penyiaran Lembaga Penyiaran Berlangganan terdapat di pasal 35 mengenai pembatasan kepemilikan silang.
“Selama bertahun-tahun Indonesia dibiasakan dengan ekonomi yang sangat sentralistik, hal itu menjadi pengaruh di dalam pemusatan stasiun televisi di Indonesia,” ujar Taufik Ahmad. Monopoli juga dibagi menjadi dua yaitu monopoli kepemilikan dan monopoli pasar. Dia juga mengatakan laporan tentang cross ownership di industri penyiaran khususnya televisi saat ini masih di dalam proses penanganan pelaporan atau pemberkasan.
Salah satu contoh yang disebutkan adalah MNC group yang memiliki tiga stasiun televisi sekaligus yaitu TPI, Global TV, dan RCTI. Hal ini dirasakan sebagai pelanggaran hukum oleh Kukuh Sanyoto. Sebelumnya pada tanggal 29 Oktober 2007 MPPI mengajukan somasi terbuka agar demokratisasi penyiaran terus berlangsung secara baik dan bermanfaat bagi negara.
Di dalam somasinya MNC dinilai melanggar ketentuan pasal 18 ayat (1) dan pasal 20 UU Penyiaran Jo Pasal 32 ayat (1) huruf a PP LPS yang menyebutkan “Pemusatan kepemilikan dan penguasaan Lembaga Penyiaran Swasta jasa penyiaran televisi oleh satu orang atau satu badan hukum, baik di satu wilayah siatan maupun di beberapa wilayah siaran, di seluruh wilayah Indonesia dibatasi dengan sebagai berikut: a. Satu badan hukum paling banyak memiliki dua Izin Penyelenggaraan Penyiaran jasa penyiaran televisi, yang berlokasi di dua propinsi yang berbeda.”
Selain itu PT Surya Citra Media Tbk (SCM) juga disoroti oleh MPPI. Perusahaan yang merupakan pemilik dari Lembaga Penyiaran Swasta SCTV dan Lembaga penyiaran Swasta O Channel juga akan membeli Lembaga Penyiaran Swasta Indosiar. “Hal ini sangat menyedihkan, semua orang berlomba-lomba untuk mencari celah dalam UU tersebut agar bisa melancarkan bisnisnya,” ujar Kukuh.
Sementara itu Don Bosco mengatakan pemusatan stasiun televisi tidak dapat dihindarkan, karena merupakan lahan bisnis dan masyarakat menginginkan teknologi yang efektif. Hal yang terjadi saat ini adalah sebuah perseroan terbatas berhak menjual sahamnya kepada orang lain. “Ketika media televisi menjual kepada sebuah perusahaan, itu tidak menjadi masalah,” ujarnya. Dia juga menambahkan itulah sebabnya perusahaan seperti MNC dan SCM tidak bisa diseret ke pengadilan. “Karena MNC adalah sebuah perusahaan, jadi mereka berhak untuk memiliki saham seluruhnya dari berbagai media. UU penyiaran hanya mengatur jika sebuah lembaga penyiaran yang mempunyai lembaga penyiaran lainnya,” ujarnya.
Sementara itu Freddy H. Tulung, mengatakan bahwa semenjak adanya somasi dari KPPI, pemerintah terus membenahi UU penyiaran. “Saya akui bahwa undang-undang penyiaran sangat lemah dan tidak konsisten, maka dari itu kami akan mencarikan jalan keluar dari monopoli media ini,” ujarnya.
Taufik Ahmad berkomentar bahwa semua pihak seharusnya terlebih dahulu mengetahui monopoli macam apa yang akan dicegah. Mereka harus membedakan monopoli kepemilikan dan monopoli pasar. Jika MNC dan SCM memonopoli kepemilikan media di Indonesia, bukan berarti mereka bisa memonopoli pasar. “Mempunyai tiga stasiun televisi belum tentu bisa menguasai pasar sehebat satu stasiun televisi yang mempunyai program yang bagus,” ujarnya.
Dia menambahkan untuk masalah cross ownership yang telah diajukan, pada bulan Mei KPPU akan mengumumkan kepada publik apakah persolaan tersebut masuk ke dalam yurisdiksi KPPU atau tidak. KPPU juga telah melakukan kajian terhadap industri penyiaran secara umum dan secara khusus terhadap cross ownership di industri pertelevisian.
Selain itu Ahmad juga mengatakan permasalahan cross ownership media lebih banyak menyentuh efek kepemilikan terhadap perkembangan persaingan dalam industri penyiaran serta kepentingan umum. Maka dari itu KPPU harus membuktikan pengendalian oleh pemilik terhadap lembaga-lembaga penyiatan, dampak negatif terhadap perkembangan industri penyiaran, serta dapat merugikan kepentingan umum atau tidak. (rahma regina)
April 29, 2008 - Posted by reginaphoenix
http://reginaphoenix.wordpress.com/2008/04/29/undang-undang-penyiaran-masih-lemah/
Hal tersebut terungkap di dalam Seminar Membedah Cross Ownership Media, kemarin di Jakarta. Hadir sebagai pembicara Wakil Ketua Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), Don Bosco Selamun, Dirjen SKDI Depkominfo, Freddy H. Tulung, Direktur Kebijakan Persaingan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), Taufik Ahmad, dan Koordinator Masyarakat Pers dan Penyiaran Indonesia (MPPI), Kukuh Sanyoto.
Cross-ownership media, terjadi akibat subsidi silang yang dilaksanakan oleh lembaga penyiaran. Padahal Indonesia telah lama mempunyai aturan mengenai cross ownership media seperti yang termuat di dalam UU no.32/2002 tentang penyiaran antara lain di pasal 20 yang berbunyi “Lembaga penyiaran swasta jasa penyiaran radio dan jasa penyiaran televisi masing-masing hanya dapat menyelenggarakan satu siaran dengan satu saluran siaran pada satu cakupan wilayah siaran”. UU tersebut juga telah memiliki aturan pelaksanaannya yaitu Peraturan Pemerintah (PP) No.52/2005 tentang Penyelenggaraan penyiaran Lembaga Penyiaran Berlangganan terdapat di pasal 35 mengenai pembatasan kepemilikan silang.
“Selama bertahun-tahun Indonesia dibiasakan dengan ekonomi yang sangat sentralistik, hal itu menjadi pengaruh di dalam pemusatan stasiun televisi di Indonesia,” ujar Taufik Ahmad. Monopoli juga dibagi menjadi dua yaitu monopoli kepemilikan dan monopoli pasar. Dia juga mengatakan laporan tentang cross ownership di industri penyiaran khususnya televisi saat ini masih di dalam proses penanganan pelaporan atau pemberkasan.
Salah satu contoh yang disebutkan adalah MNC group yang memiliki tiga stasiun televisi sekaligus yaitu TPI, Global TV, dan RCTI. Hal ini dirasakan sebagai pelanggaran hukum oleh Kukuh Sanyoto. Sebelumnya pada tanggal 29 Oktober 2007 MPPI mengajukan somasi terbuka agar demokratisasi penyiaran terus berlangsung secara baik dan bermanfaat bagi negara.
Di dalam somasinya MNC dinilai melanggar ketentuan pasal 18 ayat (1) dan pasal 20 UU Penyiaran Jo Pasal 32 ayat (1) huruf a PP LPS yang menyebutkan “Pemusatan kepemilikan dan penguasaan Lembaga Penyiaran Swasta jasa penyiaran televisi oleh satu orang atau satu badan hukum, baik di satu wilayah siatan maupun di beberapa wilayah siaran, di seluruh wilayah Indonesia dibatasi dengan sebagai berikut: a. Satu badan hukum paling banyak memiliki dua Izin Penyelenggaraan Penyiaran jasa penyiaran televisi, yang berlokasi di dua propinsi yang berbeda.”
Selain itu PT Surya Citra Media Tbk (SCM) juga disoroti oleh MPPI. Perusahaan yang merupakan pemilik dari Lembaga Penyiaran Swasta SCTV dan Lembaga penyiaran Swasta O Channel juga akan membeli Lembaga Penyiaran Swasta Indosiar. “Hal ini sangat menyedihkan, semua orang berlomba-lomba untuk mencari celah dalam UU tersebut agar bisa melancarkan bisnisnya,” ujar Kukuh.
Sementara itu Don Bosco mengatakan pemusatan stasiun televisi tidak dapat dihindarkan, karena merupakan lahan bisnis dan masyarakat menginginkan teknologi yang efektif. Hal yang terjadi saat ini adalah sebuah perseroan terbatas berhak menjual sahamnya kepada orang lain. “Ketika media televisi menjual kepada sebuah perusahaan, itu tidak menjadi masalah,” ujarnya. Dia juga menambahkan itulah sebabnya perusahaan seperti MNC dan SCM tidak bisa diseret ke pengadilan. “Karena MNC adalah sebuah perusahaan, jadi mereka berhak untuk memiliki saham seluruhnya dari berbagai media. UU penyiaran hanya mengatur jika sebuah lembaga penyiaran yang mempunyai lembaga penyiaran lainnya,” ujarnya.
Sementara itu Freddy H. Tulung, mengatakan bahwa semenjak adanya somasi dari KPPI, pemerintah terus membenahi UU penyiaran. “Saya akui bahwa undang-undang penyiaran sangat lemah dan tidak konsisten, maka dari itu kami akan mencarikan jalan keluar dari monopoli media ini,” ujarnya.
Taufik Ahmad berkomentar bahwa semua pihak seharusnya terlebih dahulu mengetahui monopoli macam apa yang akan dicegah. Mereka harus membedakan monopoli kepemilikan dan monopoli pasar. Jika MNC dan SCM memonopoli kepemilikan media di Indonesia, bukan berarti mereka bisa memonopoli pasar. “Mempunyai tiga stasiun televisi belum tentu bisa menguasai pasar sehebat satu stasiun televisi yang mempunyai program yang bagus,” ujarnya.
Dia menambahkan untuk masalah cross ownership yang telah diajukan, pada bulan Mei KPPU akan mengumumkan kepada publik apakah persolaan tersebut masuk ke dalam yurisdiksi KPPU atau tidak. KPPU juga telah melakukan kajian terhadap industri penyiaran secara umum dan secara khusus terhadap cross ownership di industri pertelevisian.
Selain itu Ahmad juga mengatakan permasalahan cross ownership media lebih banyak menyentuh efek kepemilikan terhadap perkembangan persaingan dalam industri penyiaran serta kepentingan umum. Maka dari itu KPPU harus membuktikan pengendalian oleh pemilik terhadap lembaga-lembaga penyiatan, dampak negatif terhadap perkembangan industri penyiaran, serta dapat merugikan kepentingan umum atau tidak. (rahma regina)
April 29, 2008 - Posted by reginaphoenix
http://reginaphoenix.wordpress.com/2008/04/29/undang-undang-penyiaran-masih-lemah/
Presiden Ingatkan Depkominfo dan KPI Jaga Amanah UU Penyiaran
Senin, 25 Juli 2011 | 9:35
[SUARA PEMBARUAN - JAKARTA] Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) meminta Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), dan lembaga-lembaga yang terkait penyiaran untuk menegakkan amanah roh demokratis UU No 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran.
Amanah roh demokratis dalam UU Penyiaran sangat jelas dan tegas tidak membiarkan terjadinya pemusatan kepemilikan lembaga penyiaran pada satu orang atau satu badan hukum. “Amanah UU dan ini sebetulnya the essence of dunia media masa. Perlu dijaga yang disebut diversity of ownership and diversity of content. Dan kalau boleh saya garis bawahi the integrity of content harus benar, harus berintegritas, tidak boleh sesuatu meracuni kehidupan kita semua,” kata Presiden saat menerima Ketua KPI Pusat Dadang Rahmat Hidayat dan seluruh anggota KPI Pusat di Kantor Presiden, Jakarta, akhir pekan lalu.
Presiden meminta agar KPI memastikan informasi-informasi yang diterima oleh masyarakat adalah benar. Menurut Presiden, UU telah mengamanatkan bahwa KPI berkepedulian dan berkepentingan melihat perilaku penyiaran di Indonesia. Kehadiran KPI, menurut SBY sama pentingnya dengan kehadiran UU Penyiaran. Jalan demokrasi yang dipilih oleh Indonesia mengharuskan kebebasan pers sebagai salah satu pilarnya. Presiden SBY menambahkan, ciri utama dalam kematangan kehidupan berdemokrasi, media massa, dan penyiaran adalah seimbang.
Presiden berterima kasih kepada KPI selama ini mengelola dengan baik aduan dari masyarakat. “Amanah UU mengatakan inti dari media massa adalah perlu dijaganya keragaman kepemilikan," ujar SBY.
Pernyataan Presiden ini menjadi teguran keras untuk Kementerian Kominfo selaku regulator UU Penyiaran. Dalam berbagai kasus penggabungan atau pemindahtanganan lembaga penyiaran, Kementerian Kominfo gagal, bahkan dengan sengaja membiarkan pengusaha dengan kekuatan modalnya menyiasati UU Penyiaran.
Anggota Komisi I DPR Effendy Choirie di Jakarta, Sabtu (23/7), mengatakan, dalam kasus akuisisi Indosiar misalnya, Menkominfo Tifatul Sembiring terkesan cuci tangan dan membiarkan Bapepam-LK meloloskan akuisisi. Kasus ini sama seperti yang dilakukan grup MNC.
“Presiden sudah mengingatkan pentingnya menegakkan UU Penyiaran. Menkominfo Tifatul Sembiring jangan bermain-main dengan UU dan melawan pernyataan Presiden,” kata dia.
Sementara itu, Menkominfo sendiri ketika dimintai keterangannya terkait pernyataan Presiden dan proses akuisisi Indosiar yang melanggar UU Penyiaran, mengatakan, akuisisi itu berlangsung di tingkat holding. Menurut Effendy Choirie, Tifatul lupa atau sengaja tidak mematuhi UU Penyiaran dan PP No. 50 Tahun 2005 yang ditandatangani Presiden SBY sendiri, yang menegaskan bahwa seorang atau sebuah badan hukum hanya boleh memiliki satu frekuensi di satu provinsi atau setidaknya dua frekuensi di dua provinsi berbeda. Ketua KPI Dadang Rahmat Hidayat dalam jumpa pers kembali menegaskan posisi KPI tetap menolak pemusatan kepemilikan frekuensi penyiaran.
“Pada prinsipnya, monopoli di bidang penyiaran dilarang. Dalam bahasa UU Penyiaran, bunyinya adalah pemusatan kepemilikan itu dibatasi. Meski wewenang infrastruktur lembaga penyiaran ada di tangan Kementerian Kominfo, namun KPI tetap berkepentingan jangan sampai pemusatan kepemilikan itu melanggar demokrasi dan hak publik diciderai", kata Dadang.
Menkominfo Tifatul Sembiring yang awalnya ikut memberi keterangan pers bersama KPI justru memilih kabur meninggalkan jajaran KPI di podium sebelum konferensi pers selesai. Sikap Tifatul membuat sejumlah wartawan kecewa, karena hingga kini Kementerian Kominfo justru membiarkan sejumlah pengusaha seperti pemilik PT EMTK mengangkangi UU Penyiaran. [R-14]
http://www.suarapembaruan.com/home/presiden-ingatkan-depkominfo-dan-kpi-jaga-amanah-uu-penyiaran/9351
[SUARA PEMBARUAN - JAKARTA] Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) meminta Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), dan lembaga-lembaga yang terkait penyiaran untuk menegakkan amanah roh demokratis UU No 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran.
Amanah roh demokratis dalam UU Penyiaran sangat jelas dan tegas tidak membiarkan terjadinya pemusatan kepemilikan lembaga penyiaran pada satu orang atau satu badan hukum. “Amanah UU dan ini sebetulnya the essence of dunia media masa. Perlu dijaga yang disebut diversity of ownership and diversity of content. Dan kalau boleh saya garis bawahi the integrity of content harus benar, harus berintegritas, tidak boleh sesuatu meracuni kehidupan kita semua,” kata Presiden saat menerima Ketua KPI Pusat Dadang Rahmat Hidayat dan seluruh anggota KPI Pusat di Kantor Presiden, Jakarta, akhir pekan lalu.
Presiden meminta agar KPI memastikan informasi-informasi yang diterima oleh masyarakat adalah benar. Menurut Presiden, UU telah mengamanatkan bahwa KPI berkepedulian dan berkepentingan melihat perilaku penyiaran di Indonesia. Kehadiran KPI, menurut SBY sama pentingnya dengan kehadiran UU Penyiaran. Jalan demokrasi yang dipilih oleh Indonesia mengharuskan kebebasan pers sebagai salah satu pilarnya. Presiden SBY menambahkan, ciri utama dalam kematangan kehidupan berdemokrasi, media massa, dan penyiaran adalah seimbang.
Presiden berterima kasih kepada KPI selama ini mengelola dengan baik aduan dari masyarakat. “Amanah UU mengatakan inti dari media massa adalah perlu dijaganya keragaman kepemilikan," ujar SBY.
Pernyataan Presiden ini menjadi teguran keras untuk Kementerian Kominfo selaku regulator UU Penyiaran. Dalam berbagai kasus penggabungan atau pemindahtanganan lembaga penyiaran, Kementerian Kominfo gagal, bahkan dengan sengaja membiarkan pengusaha dengan kekuatan modalnya menyiasati UU Penyiaran.
Anggota Komisi I DPR Effendy Choirie di Jakarta, Sabtu (23/7), mengatakan, dalam kasus akuisisi Indosiar misalnya, Menkominfo Tifatul Sembiring terkesan cuci tangan dan membiarkan Bapepam-LK meloloskan akuisisi. Kasus ini sama seperti yang dilakukan grup MNC.
“Presiden sudah mengingatkan pentingnya menegakkan UU Penyiaran. Menkominfo Tifatul Sembiring jangan bermain-main dengan UU dan melawan pernyataan Presiden,” kata dia.
Sementara itu, Menkominfo sendiri ketika dimintai keterangannya terkait pernyataan Presiden dan proses akuisisi Indosiar yang melanggar UU Penyiaran, mengatakan, akuisisi itu berlangsung di tingkat holding. Menurut Effendy Choirie, Tifatul lupa atau sengaja tidak mematuhi UU Penyiaran dan PP No. 50 Tahun 2005 yang ditandatangani Presiden SBY sendiri, yang menegaskan bahwa seorang atau sebuah badan hukum hanya boleh memiliki satu frekuensi di satu provinsi atau setidaknya dua frekuensi di dua provinsi berbeda. Ketua KPI Dadang Rahmat Hidayat dalam jumpa pers kembali menegaskan posisi KPI tetap menolak pemusatan kepemilikan frekuensi penyiaran.
“Pada prinsipnya, monopoli di bidang penyiaran dilarang. Dalam bahasa UU Penyiaran, bunyinya adalah pemusatan kepemilikan itu dibatasi. Meski wewenang infrastruktur lembaga penyiaran ada di tangan Kementerian Kominfo, namun KPI tetap berkepentingan jangan sampai pemusatan kepemilikan itu melanggar demokrasi dan hak publik diciderai", kata Dadang.
Menkominfo Tifatul Sembiring yang awalnya ikut memberi keterangan pers bersama KPI justru memilih kabur meninggalkan jajaran KPI di podium sebelum konferensi pers selesai. Sikap Tifatul membuat sejumlah wartawan kecewa, karena hingga kini Kementerian Kominfo justru membiarkan sejumlah pengusaha seperti pemilik PT EMTK mengangkangi UU Penyiaran. [R-14]
http://www.suarapembaruan.com/home/presiden-ingatkan-depkominfo-dan-kpi-jaga-amanah-uu-penyiaran/9351
Senin, 25 Juli 2011
KPPU terima notifikasi Elang Mahkota atas Indosiar
JAKARTA: Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menerima notifikasi terkait akuisisi induk usaha PT Surya Citra Media Tbk, yakni PT Elang Mahkota Teknologi Tbk (EMTK), terhadap PT Indosiar Karya Media Tbk. Notifikasi tersebut telah diterima KPPU pada 28 Juni. Saat ini, KPPU masih melakukan pemeriksaan kelengkapan dokumen terkait aksi korporasi yang dilakukan dua entitas usaha pertelevisian tersebut.
Anggota Komisioner KPPU Anna Maria Tri Anggraeni mengatakan saat ini pihaknya masih mengumpulkan sejumlah data untuk mengetahui apakan akuisisi yang dilakukan dua entitas tersebut menimbulkan persaiangan usaha yang sehat atau tidak.
"Tahap pemeriksaan yang kami lakukan masih sangat awal. Kami masih mengumpulkan dokumen dan semua data terkait aksi korporasi itu," katanya kepada Bisnis, hari ini.
Untuk mengetahui ada pelanggaran UU Persaingan Usaha atau tidak, lanjutnya, pemeriksaan atas notifikasi tersebut akan dilakukan selama 90 hari. Dalam pemeriksaan nanti, KPPU akan mempelajari konsentrasi pasar dua entitas tersebut setelah dilakukannya akuisisi apakah berdampak pada praktik monopoli atau tidak.
"Kami belum dapat berkomentar banyak karena pemeriksaan masih berjalan jadi kami belum dapat memberikan penilaian apakah melanggar UU Persaiangan Usaha atau tidak ," jelasnya.
Tri mengungkapkan untuk mengetahui lebih lanjut terkait akusisi tersebut, KPPU telah bertemu dengan sejumlah instansi terkait a.l Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), Bapepam-LK dan Kementerian Komunikasi dan Informasi.
"Akusisi yang mereka lakukan juga melibatkan beberapa instansi salah satunya Bapepam-LK karena mereka perusahaan Tbk. Jadi belum lama ini kami lakukan itu [pertemuan] untuk sharing saja," ujarnya.
Kendati demikian, dia mengaku dari pertemuan yang dilakukan KPPU dengan sejumlah instansi tersebut tidak akan mempengaruhi penilaian lembaga persaingan usaha terkait adanya praktik monopoli atau tidak. (tw)
http://www.bisnis.com/hukum/hukum-bisnis/32481-kppu-terima-notifikasi-elang-mahkota-atas-indosiar
Anggota Komisioner KPPU Anna Maria Tri Anggraeni mengatakan saat ini pihaknya masih mengumpulkan sejumlah data untuk mengetahui apakan akuisisi yang dilakukan dua entitas tersebut menimbulkan persaiangan usaha yang sehat atau tidak.
"Tahap pemeriksaan yang kami lakukan masih sangat awal. Kami masih mengumpulkan dokumen dan semua data terkait aksi korporasi itu," katanya kepada Bisnis, hari ini.
Untuk mengetahui ada pelanggaran UU Persaingan Usaha atau tidak, lanjutnya, pemeriksaan atas notifikasi tersebut akan dilakukan selama 90 hari. Dalam pemeriksaan nanti, KPPU akan mempelajari konsentrasi pasar dua entitas tersebut setelah dilakukannya akuisisi apakah berdampak pada praktik monopoli atau tidak.
"Kami belum dapat berkomentar banyak karena pemeriksaan masih berjalan jadi kami belum dapat memberikan penilaian apakah melanggar UU Persaiangan Usaha atau tidak ," jelasnya.
Tri mengungkapkan untuk mengetahui lebih lanjut terkait akusisi tersebut, KPPU telah bertemu dengan sejumlah instansi terkait a.l Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), Bapepam-LK dan Kementerian Komunikasi dan Informasi.
"Akusisi yang mereka lakukan juga melibatkan beberapa instansi salah satunya Bapepam-LK karena mereka perusahaan Tbk. Jadi belum lama ini kami lakukan itu [pertemuan] untuk sharing saja," ujarnya.
Kendati demikian, dia mengaku dari pertemuan yang dilakukan KPPU dengan sejumlah instansi tersebut tidak akan mempengaruhi penilaian lembaga persaingan usaha terkait adanya praktik monopoli atau tidak. (tw)
http://www.bisnis.com/hukum/hukum-bisnis/32481-kppu-terima-notifikasi-elang-mahkota-atas-indosiar
Selasa, 12 Juli 2011
Dudi Ruhendi Hadir Sebagai Kuasa Hukum Indosiar
ATAS PERKARA PHI 6 ORANG KARYAWAN DEPATEMEN ART YANG DI PHK TANPA PESANGON DAN SURAT PENGALAMAN KERJA. PADAHAL SUDAH MENGABDI DI INDOSIAR LEBIH DARI 10 TAHUN.
Senin tanggal 11 Juli 2011 pukul 13.15 WIB telah berlangsung Sidang ke-2 Gugatan Sugianto dkk, karyawan harian Departemen Art, yang di PHK secara sepihak - mendadak dan tidak diberi pesangon serta tidak mendapat surat pengalaman kerja dari Pimpinan Departemen Art maupun Manager HRD PT. Indosiar Visual Mandiri. Padahal Sugianto dkk sudah bekerja lebih dari 5 (lima) tahun di Departemen Art PT. Indosiar.
PHK terhadap mereka ini adalah imbas dari perjuangan Pengurus Serikat Karyawan (SEKAR) Indosiar untuk memperbaiki pelaksanaan Hak Normatif Karyawan Indosiar. Seperti 7 (tujuh) butir yang harusnya diselesaikan secara bipartit oleh Handoko dkk selaku Manajemen PT. Indosiar Visual Mandiri. Yang diantaranya adalah pemabyaran upah sesuai UMP Provinsi DKI Jakarta, penyelengaraan Jamsostek yang merata, pengangkatan karyawan kontrak yang sudah diatas 2 (dua) tahun, dll.
Bukannya bipartit yang dilakukan oleh pihak Manajemen PT. Indosiar Visual Mandiri, malah secara terang-terangan melakukan pemberangusan atas aktivitas SEKAR Indosiar. Padahal tujuan SEKAR Indosiar adalah untuk mengkoreksi Manajemen Indosiar agar lebih sehat, bersih dan adil. Dimana karyawan dan serikat pekerja dianggap sebagai mitra sejajar untuk memajukan Indosiar.
Hadir dalam Persidangan Hubungan Industrial ini, selaku tergugat pihak Manajemen PT. Indosiar diwakikili oleh Dudi Ruhendi, Immanuel Matondang dan Willy. Sedang dari pihak Penggugat diwakili oleh Sholeh Ali dai LBH Pers selaku Kuasa Hukum 6 (enam) orang karyawan Dept. Art.
Persidangan ini tidak berlangsung lama. Hakim Ketua FX Jiwo Santoso SH. MH. meminta para kuasa Tergugat untuk memberikan AD & ART PT. Indosiar Visual Mandiri atas Penunjukan Kuasa PT. Indosiar kepada ke-3 orang yang hadir dalam persidangan, yang ditandatangani oleh Halim Lie selaku Direktur Utama PT. Indosiar Visual Mandiri.
Selanjutnya sidang ditunda 1 (satu) minggu, yakni Senin tanggal 18 Juli 2011.
Senin tanggal 11 Juli 2011 pukul 13.15 WIB telah berlangsung Sidang ke-2 Gugatan Sugianto dkk, karyawan harian Departemen Art, yang di PHK secara sepihak - mendadak dan tidak diberi pesangon serta tidak mendapat surat pengalaman kerja dari Pimpinan Departemen Art maupun Manager HRD PT. Indosiar Visual Mandiri. Padahal Sugianto dkk sudah bekerja lebih dari 5 (lima) tahun di Departemen Art PT. Indosiar.
PHK terhadap mereka ini adalah imbas dari perjuangan Pengurus Serikat Karyawan (SEKAR) Indosiar untuk memperbaiki pelaksanaan Hak Normatif Karyawan Indosiar. Seperti 7 (tujuh) butir yang harusnya diselesaikan secara bipartit oleh Handoko dkk selaku Manajemen PT. Indosiar Visual Mandiri. Yang diantaranya adalah pemabyaran upah sesuai UMP Provinsi DKI Jakarta, penyelengaraan Jamsostek yang merata, pengangkatan karyawan kontrak yang sudah diatas 2 (dua) tahun, dll.
Bukannya bipartit yang dilakukan oleh pihak Manajemen PT. Indosiar Visual Mandiri, malah secara terang-terangan melakukan pemberangusan atas aktivitas SEKAR Indosiar. Padahal tujuan SEKAR Indosiar adalah untuk mengkoreksi Manajemen Indosiar agar lebih sehat, bersih dan adil. Dimana karyawan dan serikat pekerja dianggap sebagai mitra sejajar untuk memajukan Indosiar.
Hadir dalam Persidangan Hubungan Industrial ini, selaku tergugat pihak Manajemen PT. Indosiar diwakikili oleh Dudi Ruhendi, Immanuel Matondang dan Willy. Sedang dari pihak Penggugat diwakili oleh Sholeh Ali dai LBH Pers selaku Kuasa Hukum 6 (enam) orang karyawan Dept. Art.
Persidangan ini tidak berlangsung lama. Hakim Ketua FX Jiwo Santoso SH. MH. meminta para kuasa Tergugat untuk memberikan AD & ART PT. Indosiar Visual Mandiri atas Penunjukan Kuasa PT. Indosiar kepada ke-3 orang yang hadir dalam persidangan, yang ditandatangani oleh Halim Lie selaku Direktur Utama PT. Indosiar Visual Mandiri.
Selanjutnya sidang ditunda 1 (satu) minggu, yakni Senin tanggal 18 Juli 2011.
Senin, 11 Juli 2011
Akuisisi Indosiar oleh Pemilik SCTV Akhirnya Tuntas
E-BISNIS
Senin, 11 Juli 2011 , 01:31:00
JAKARTA - Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) mengungkapkan bahwa proses pembelian saham PT Indosiar Karya Media Tbk (IDKM) oleh induknya perusahaan SCTV, PT Elang Mahkota Teknologi Tbk (EMTK) akhirnya tuntas. Yang jelas semua pandangan hukum dari Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat tidak serta merta dapat menunda pelaksanaan aksi tersebut.
Hal itu disampaikan Kepala Biro Penilaian Keuangan Perusahaan (PKP) Sektor Jasa Bapepam-LK Gonthor Ryantori Azis, di kantornya, Jakarta, akhir pekan lalu. "Transaksinya sudah done. Tender offer sudah selesai. Jadi tidak ada penundaan, meski ada pandangan dari KPI adanya potensi pelanggaran UU lain," kata Gonthor.
Menurutnya, pandangan KPI hanya bersifat masukan kepada lembaga negara yang berwenang atas regulasi penyiaran dan frekuensi, yakni Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kemkominfo). Dan sampai saat ini, tegas Gonthor, tidak ada surat keberatan atas proses akuisisi dan tender offer tersebut. Termasuk permintaan penundaan pembelian saham IDKM, dari pihak Kemkominfo. "Dari Kementerian Komunikasi dan Informasi tidak ada surat keberatan sampai saat ini. Jadi jalan terus," paparnya.
Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat sebelumnya telah menyampaikan pandangan hukum resmi kepada publik terkait rencana akuisisi saham IDKM oleh EMTK, selaku induk usaha PT Surya Citra Media Tbk (SCMA/SCTV). Dalam pandangan hukum KPI, Komosioner Bidang Infratruktur KPI Pusat, Moch Riyanto, menyampaikan, aksi korporasi ini berpotensi melanggar UU Penyiaran serta
Peraturan Pemerintah (PP) No. 50 Tahun 2005. "Rencana akuisisi EMTK atas saham IDKM milik PT Prima Visualindo, dalam kajian hukum kami memungkinkan terdapat potensi pelanggaran. Khususnya pada pasal 18 dan 34 UU Penyiaran," tuturnya.
Dalam UU serta Peraturan Pemerintah disampaikan, unsur memiliki potensi pelanggaran diversity of content serta divesity of ownership atas suatu lembaga penyiaran. (lum)
Sumber: http://www.jpnn.com/read/2011/07/11/97700/Akuisisi-Indosiar-oleh-Pemilik-SCTV-Akhirnya-Tuntas-
Senin, 11 Juli 2011 , 01:31:00
JAKARTA - Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) mengungkapkan bahwa proses pembelian saham PT Indosiar Karya Media Tbk (IDKM) oleh induknya perusahaan SCTV, PT Elang Mahkota Teknologi Tbk (EMTK) akhirnya tuntas. Yang jelas semua pandangan hukum dari Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat tidak serta merta dapat menunda pelaksanaan aksi tersebut.
Hal itu disampaikan Kepala Biro Penilaian Keuangan Perusahaan (PKP) Sektor Jasa Bapepam-LK Gonthor Ryantori Azis, di kantornya, Jakarta, akhir pekan lalu. "Transaksinya sudah done. Tender offer sudah selesai. Jadi tidak ada penundaan, meski ada pandangan dari KPI adanya potensi pelanggaran UU lain," kata Gonthor.
Menurutnya, pandangan KPI hanya bersifat masukan kepada lembaga negara yang berwenang atas regulasi penyiaran dan frekuensi, yakni Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kemkominfo). Dan sampai saat ini, tegas Gonthor, tidak ada surat keberatan atas proses akuisisi dan tender offer tersebut. Termasuk permintaan penundaan pembelian saham IDKM, dari pihak Kemkominfo. "Dari Kementerian Komunikasi dan Informasi tidak ada surat keberatan sampai saat ini. Jadi jalan terus," paparnya.
Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat sebelumnya telah menyampaikan pandangan hukum resmi kepada publik terkait rencana akuisisi saham IDKM oleh EMTK, selaku induk usaha PT Surya Citra Media Tbk (SCMA/SCTV). Dalam pandangan hukum KPI, Komosioner Bidang Infratruktur KPI Pusat, Moch Riyanto, menyampaikan, aksi korporasi ini berpotensi melanggar UU Penyiaran serta
Peraturan Pemerintah (PP) No. 50 Tahun 2005. "Rencana akuisisi EMTK atas saham IDKM milik PT Prima Visualindo, dalam kajian hukum kami memungkinkan terdapat potensi pelanggaran. Khususnya pada pasal 18 dan 34 UU Penyiaran," tuturnya.
Dalam UU serta Peraturan Pemerintah disampaikan, unsur memiliki potensi pelanggaran diversity of content serta divesity of ownership atas suatu lembaga penyiaran. (lum)
Sumber: http://www.jpnn.com/read/2011/07/11/97700/Akuisisi-Indosiar-oleh-Pemilik-SCTV-Akhirnya-Tuntas-
Selasa, 05 Juli 2011
Mantan Dirut Indosiar Tidak Memenuhi Panggilan Penyidik
Selasa tanggal 5 Juli 2011, mantan Direktur Utama PT. Indosiar Visul Mandiri, Handoko, tidak memenuhi panggilan Penyidik Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrim Um) Polda Metrojaya untuk diminta keterangannya sehubungan dengan Aduan 17 (tujuh belas) orang karyawan Indosiar atas Perbuatan Penggelapan Hak Upah dan Pemotongan Upah, yakni Perkara Nomor LP/1698/V/2011/Ditreskrim Um.
Aipda Pol. Bambang, Penyidik Polda Metrojaya, mengatakan disaat ditanya di depan Lobby Ditreskrim Um Polda Metrojaya "hingga saat ini Dirut Indosiar yang dipanggil belum datang dan juga belum memberi informasi apakah akan hadir atau tidak."
Kemudian Bambang mengatakan "Biasanya sich pihak Indosiar datangnya terlambat. Minggu lalu (maksudnya Senin 27 Juni 2011), saat salah satu Direktur Indosiar (Triyandi Suyatman, red) dipanggil. Dia juga datangnya terlambat. Kita tunggu saja! Bila tidak datang, nanti kita akan panggil kembali."
Hingga pukul 14.30 WIB para wartawan mulai beranjak meninggalkan depan Lobby Ditreskrim Um Polda Metrojaya, karena sudah sejak pukul 10 WIB stand by menunggu kehadiran Handoko Mantan Dirut PT. Indosiar, belum juga ada tanda-tanda akan memenuhi panggilan Penyidik Polda Metrojaya.
Aipda Pol. Bambang, Penyidik Polda Metrojaya, mengatakan disaat ditanya di depan Lobby Ditreskrim Um Polda Metrojaya "hingga saat ini Dirut Indosiar yang dipanggil belum datang dan juga belum memberi informasi apakah akan hadir atau tidak."
Kemudian Bambang mengatakan "Biasanya sich pihak Indosiar datangnya terlambat. Minggu lalu (maksudnya Senin 27 Juni 2011), saat salah satu Direktur Indosiar (Triyandi Suyatman, red) dipanggil. Dia juga datangnya terlambat. Kita tunggu saja! Bila tidak datang, nanti kita akan panggil kembali."
Hingga pukul 14.30 WIB para wartawan mulai beranjak meninggalkan depan Lobby Ditreskrim Um Polda Metrojaya, karena sudah sejak pukul 10 WIB stand by menunggu kehadiran Handoko Mantan Dirut PT. Indosiar, belum juga ada tanda-tanda akan memenuhi panggilan Penyidik Polda Metrojaya.
Mantan Dirut Indosiar Dipanggil Penyidik Polda Metrojaya
Mantan Direktur Utama PT. Indosiar Visul Mandiri yang baru satu minggu diganti lewat Rapat Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) tanggal 28 Juni 2011, Selasa 05 Juli 2011 pukul 10 WIB akan diperiksa oleh Penyidik Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrim Um) Polda Metrojaya sehubungan dengan Aduan Perkara Pidana Penggelapan atas Hak Upah 17 (tujuh belas) orang karyawan Indosiar. Manajemen PT. Indosiar pada saat itu telah menahan/menggelapkan Hak Upah sejak April 2011 dan telah melakukan Pemotongan/menggelapkan Hak Upah secara sepihak dan semena-mena sejak Maret 2010 terhadap 17 (tujuh belas) orang karyawan Indosiar (No. Perkara LP/1698/V/2011/Ditreskrim Um).
Handoko akan diperiksa atas kapasitas jabatannya sebagai Direktur Utama PT. Indosiar Visual Mandiri pada saat itu, dimana diduga telah melakukan Perbuatan Melawan Hukum melanggar Pasal 372 dan 374 KUHP. Yang selengkapnya dapat dikutip sebagai berikut.
Pasal 372 : Barang siapa dengan sengaja dan melawan hukum memiliki barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang lain, tetapi yang ada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan diancam karena penggelapan, dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak sembilan ratus rupiah.
Pasal 374 : Penggelapan yang dilakukan oleh orang yang penguasaannya terhadap barang disebabkan karena ada hubungan kerja atau karena pencarian atau karena mendapat upah untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun.
Handoko akan diperiksa atas kapasitas jabatannya sebagai Direktur Utama PT. Indosiar Visual Mandiri pada saat itu, dimana diduga telah melakukan Perbuatan Melawan Hukum melanggar Pasal 372 dan 374 KUHP. Yang selengkapnya dapat dikutip sebagai berikut.
Pasal 372 : Barang siapa dengan sengaja dan melawan hukum memiliki barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang lain, tetapi yang ada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan diancam karena penggelapan, dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak sembilan ratus rupiah.
Pasal 374 : Penggelapan yang dilakukan oleh orang yang penguasaannya terhadap barang disebabkan karena ada hubungan kerja atau karena pencarian atau karena mendapat upah untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun.
Rabu, 29 Juni 2011
Komisaris dan Direksi Indosiar Mundur
Selasa, 28 Juni 2011 20:35 WIB
JAKARTA--MICOM:Jajaran Dewan Direksi dan Komisaris PT Indosiar Visual Mandiri Tbk (IDKM) mengajukan pengunduran diri dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), Selasa (28/6). Hal ini dilakukan sebagai penolakan atas akuisisi Indosiar oleh PT Elang Mahkota Teknologi Tbk (EMTK) yang dinilai melanggar ketentuan UU Penyiaran.
"Kami tidak ingin di masa depan tersangkut perkara hukum karena akuisisi tersebut berpotensi melawan UU Penyiaran," kata Komisaris Independen IDKM Teuku Iskandar di Jakarta.
Menurut Iskandar, proses akuisisi ini melanggar UU No 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran dan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 50 Tahun 2005. Dalam UU Penyiaran ditegaskan bahwa merger atau akuisisi antarlembaga penyiaran tidak dibenarkan
Sedangkan dalam Pasal 31 PP 50 Tahun 2005 dijelaskan bahwa pemusatan televisi oleh satu orang dan satu badan hukum hanya diperkenankan terhadap paling banyak dua lembaga penyiaran dalam wilayah provinsi yang berbeda.
"Akuisisi itu sendiri secara hukum tidak dibenarkan. Dengan membiarkan EMTK menabrak UU Penyiaran berarti pemerintah gagal mejamin hak publik akan keberagaman kepemilikan frekuensi dan keragaman konten," tegas dia.
Iskandar melanjutkan, tidak ada unsur pemaksaan atau keterpaksaan dari pihak-pihak tertentu terkait rencana pengunduran diri tersebut. "Sekali lagi saya pastikan kami mundur semata-mata tidak mau tersangkut perkara hukum. Bukan karena kami akan diganti, maka kami mundur. Justru karena kami mundur maka kami akan diganti," tegas dia.
EMTK telah mendapatkan persetujuan pemegang sahamnya untuk mengakuisisi sebanyak 27,24% saham dari modal ditempatkan dan disetor IDKM dari PT Prima Visualindo (PV) dengan harga Rp900 per saham. Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) juga menyetujui penjaminan 1.648.322.000 saham PT Surya Citra Media Tbk (SCMA) yang memiliki oleh perseroan sebagai jaminan atas utang perseroan yang akan digunakan untuk mendanai transaksi akuisisi IDKM tersebut. (Atp/OL-04)
Penulis : Andreas Timothy
http://www.mediaindonesia.com/read/2011/06/28/237930/21/2/Komisaris-dan-Direksi-Indosiar-Mundur
JAKARTA--MICOM:Jajaran Dewan Direksi dan Komisaris PT Indosiar Visual Mandiri Tbk (IDKM) mengajukan pengunduran diri dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), Selasa (28/6). Hal ini dilakukan sebagai penolakan atas akuisisi Indosiar oleh PT Elang Mahkota Teknologi Tbk (EMTK) yang dinilai melanggar ketentuan UU Penyiaran.
"Kami tidak ingin di masa depan tersangkut perkara hukum karena akuisisi tersebut berpotensi melawan UU Penyiaran," kata Komisaris Independen IDKM Teuku Iskandar di Jakarta.
Menurut Iskandar, proses akuisisi ini melanggar UU No 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran dan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 50 Tahun 2005. Dalam UU Penyiaran ditegaskan bahwa merger atau akuisisi antarlembaga penyiaran tidak dibenarkan
Sedangkan dalam Pasal 31 PP 50 Tahun 2005 dijelaskan bahwa pemusatan televisi oleh satu orang dan satu badan hukum hanya diperkenankan terhadap paling banyak dua lembaga penyiaran dalam wilayah provinsi yang berbeda.
"Akuisisi itu sendiri secara hukum tidak dibenarkan. Dengan membiarkan EMTK menabrak UU Penyiaran berarti pemerintah gagal mejamin hak publik akan keberagaman kepemilikan frekuensi dan keragaman konten," tegas dia.
Iskandar melanjutkan, tidak ada unsur pemaksaan atau keterpaksaan dari pihak-pihak tertentu terkait rencana pengunduran diri tersebut. "Sekali lagi saya pastikan kami mundur semata-mata tidak mau tersangkut perkara hukum. Bukan karena kami akan diganti, maka kami mundur. Justru karena kami mundur maka kami akan diganti," tegas dia.
EMTK telah mendapatkan persetujuan pemegang sahamnya untuk mengakuisisi sebanyak 27,24% saham dari modal ditempatkan dan disetor IDKM dari PT Prima Visualindo (PV) dengan harga Rp900 per saham. Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) juga menyetujui penjaminan 1.648.322.000 saham PT Surya Citra Media Tbk (SCMA) yang memiliki oleh perseroan sebagai jaminan atas utang perseroan yang akan digunakan untuk mendanai transaksi akuisisi IDKM tersebut. (Atp/OL-04)
Penulis : Andreas Timothy
http://www.mediaindonesia.com/read/2011/06/28/237930/21/2/Komisaris-dan-Direksi-Indosiar-Mundur
Selasa, 14 Juni 2011
Lima Buronan Belum Diseret Dari Hong Kong
RMOL.Lemahnya antisipasi aparat penegak hukum dalam mencekal para tersangka hingga terpidana, membuat mereka yang terlibat kasus korupsi terus mengembara ke negeri orang. Selain masuk Singapura, para koruptor dan obligor kakap melanjutkan pelarian ke negara lain seperti Hong Kong.
Dari data yang dikantongi Sekretariat NCB Interpol Indonesia, terdapat sejumlah nama pelarian yang masih bisa melenggang bebas, bahkan melanjutkan pelariannya dari Singapura ke Hong Kong. Sedikitnya lima buronan kabur ke Hong Kong seperti Bambang Soetrisno, terpidana kasus BLBI Bank Surya senilai Rp 1,5 triliun.
Jejak pelarian Bambang Soetrisno tampaknya diikuti dua buronan kasus Century, Rafat Ali Rizvi dan Hesham Al Warraq yang sebelum melanjutkan pelariannya ke Inggris dan Hong Kong, juga sempat ngendon di Singapura.
Berturut-turut setelah itu, dalam data Interpol juga terdapat nama bekas Direktur Keuangan Indosiar Philipus serta pengacara Johny Situwanda yang diduga berada di Hong Kong. “Pelacakan ke Hong Kong terus kita lakukan,” kata Kepala Bagian Penerangan Umum (Kabagpenum) Mabes Polri Kombes Boy Rafli Amar.
Menanggapi pelarian sederet buronan kakap tersebut, Boy mengaku, langkah Interpol mengidentifikasi keberadaan mereka masih dilakukan secara intensif. “Interpol terus memantau keberadaan mereka,” ujarnya.
Dia menambahkan, permasalahannya, sejauh ini Interpol tidak bisa melakukan penangkapan maupun mengekstradisi para buronan itu karena terganjal belum adanya perjanjian ekstradisi antara Indonesia dengan Hong Kong.
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung Noor Rochmad menambahkan, selain terganjal belum adanya perjanjian ekstradisi, upaya mengeksekusi para buronan itu juga dipicu masih adanya perkara hukum yang membelit mereka di negara tempat pelariannya. “Ada proses hukum yang tengah dijalani mereka. Proses eksekusi pun menunggu sampai proses hukum mereka tuntas,” alasannya.
Noor pun meminta agar tuntutan sejumlah kalangan untuk memulangkan atau menangkap para buronan kakap yang sembunyi di luar negeri, disampaikan secara proporsional. Soalnya, dia mengaku, sampai sejauh ini jajaran kejaksaan masih mengupayakan langkah-langkah untuk mendeteksi dan mengeksekusi para buronan tersebut.
Menurut Kapuspenkum, kerjasama dengan jajaran Ditjen Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM, Kementerian Luar Negeri, Polri dan Interpol serta Kementerian Keuangan, terus dilakukan secara komprehensif.
“Di luar upaya eksekusi badan, kami mengupayakan cara lain seperti eksekusi aset para buronan yang telah divonis pengadilan,” ucapnya.
Kepala Biro Humas KPK Johan Budi Sapto Prabowo juga mengaku, sejauh ini upaya penindakan selalu dilakukan pihaknya manakala menemukan ada kejanggalan yang ditunjukkan tiap saksi maupun tersangka.
“Kami langsung koordinasi dengan Imigrasi untuk meminta pencekalan terhadap orang-orang yang diduga bermasalah,” katanya.
href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhc69l_BLZFO3X6DZBLPUFjX18qOl_qzjyRGLhfqHiSFTmtohO7xihUQSI7_oK3gD1fazcfNOKf4Fz7up9OQJYFoInBlVSigamguBiEqqQ-xGKWSJ8ZtLmGSkAY_aj8YF1bBgUWoYdUeAQ/s1600/Aksi+1Tahun+Perlawanan+Sekar+Indosiar100_2528.JPG">
Langkah tersebut, menurut dia, ditujukan agar persoalan kaburnya saksi maupun tersangka ke luar negeri bisa diminimalisir. “Kami tidak ingin pengalaman yang sudah-sudah terulang kembali,” ucapnya.
Hal senada disampaikan Boy Rafli. Dia menyatakan, lebih baik melakukan pencegahan terhadap orang sebelum bepergian ke luar negeri ketimbang mengejar mereka tatkala sudah ada di luar negeri.
“Para buronan ini umumnya licin dan cerdik. Mereka memanfaatkan kelengahan petugas serta memanfaatkan lemahnya hubungan diplomasi kita dengan negara lain yang dijadikan tempat persembunyian mereka,” katanya.
Untuk itu, lanjut Boy, kepolisian melakukan serangkaian terobosan guna mengantisipasi seorang tersangka menjadi buron. “Ada upaya teknis yang dilakukan untuk mencegah seseorang kabur ke luar negeri,” tambahnya.
Hanya saja, ia menolak memaparkan langkah konkret model apa yang diterapkan kepolisian dalam mencegah ataupun menangkal seseorang menjadi buron. Namun, ia menambahkan, optimalisasi peran dan fungsi kepolisian di jajaran Reserse dan Intelkam senantiasa ditingkatkan untuk mengantisipasi kaburnya tersangka ke luar negeri. “Kalau tersangka dinilai penyidik tidak kooperatif, pasti akan langsung ditahan,” tandasnya.
Tak Pernah Nongol Saat Diadili
Selain Singapura, Hong Kong disinyalir menjadi tempat persembunyian bagi para buronan kasus korupsi. Yang disinyalir kabur ke Hong Kong ialah Bambang Soetrisno, terdakwa kasus penyelewengan dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) yang merugikan keuangan negara sedikitnya Rp 1,5 triliun.
Pada Rabu 13 November 2002, majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menjatuhkan vonis seumur hidup kepada Bambang. Dalam sidang yang diketuai hakim Rukmini itu, Wakil Komisaris Utama PT Bank Surya ini bersama dengan Direktur Utama Bank Surya Adrian Kiki Ariawan terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi.
Dalam amar putusan, hakim menguraikan bahwa terdakwa Bambang terbukti telah memperkaya diri sendiri dengan menyalurkan kredit dari Bank Surya yang dipimpinnya ke 168 perusahaan Paper Company. Kemudian terbukti kredit tersebut masuk ke rekening terdakwa.
Prosedur penyaluran kredit tersebut, menurut majelis hakim, tidak mengindahkan peraturan perbankan yang berlaku di Indonesia, sehingga layak dikategorikan sebagai tindak pidana korupsi.
Di bagian akhir putusannya, hakim menegaskan telah memberikan kesempatan kepada para terdakwa untuk membela diri dan membuktikan diri mereka tak bersalah. “Namun terdakwa tak pernah hadir di persidangan,” kata Rukmini.
Sementara itu, Rafat Ali Rizvi dan Hesham Alwaraq terlibat dalam mega skandal Bank Century. Hesham Al Warraq adalah bekas Komisaris Utama yang juga menjadi pemilik Century. Pria kelahiran 12 April 1958 itu adalah warga negara Saudi Arabia kelahiran Kairo, Mesir.
Sedangkan, Rafat Ali, warga negara Inggris kelahiran Pakistan pada 22 Oktober 1960, juga pemilik Century. Dua nama terakhir ini bertanggung jawab atas penyimpanan aset-aset jaminan surat berharga Century di luar negeri. Mereka pun tak pernah nongol dalam persidangan hingga divonis bersalah oleh majelis hakim.
Selanjutnya ada nama Direktur Keuangan PT Indosiar Karya Mandiri Tbk Phiong Phillipus Darma. Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Baharudin Djafar mengatakan, pengejaran Phiong Phillipus Darma tidak terkait jabatannya sebagai Direktur Keuangan PT Indosiar Visual Mandiri. “Dia diadukan secara personal karena memalsukan surat,” katanya, di Polda (23/12/2010).
Phiong dilaporkan ke Polda Metro Jaya atas pemalsuan surat. Ia disangkakan mengalihkan barang sitaan Badan Penyehatan Perbankan Nasional berupa tanah, peralatan berat, dan barang inventaris kantor lainnya. Oleh Direktorat Reserse Kriminal Umum yang menangani kasus ini, Phiong dikirimi surat pemanggilan hingga dua kali.
Karena tak memenuhi panggilan, polisi melakukan pemanggilan paksa. Namun, saat itu Phiong sudah berada di luar negeri. Direktorat Reskrimum akhirnya memasukkan nama Phiong ke dalam Daftar Pencarian Orang. Tak hanya itu, polisi juga meminta bantuan Interpol untuk menyebarkan nama Phiong sebagai buronan.
Dalam situs Interpol, Phiong disebut dicari karena melakukan pemalsuan dan penipuan. Namanya dimasukkan ke dalam daftar merah. Dengan posisi itu, buronan dikategorikan harus ditangkap dan diekstradisi ke negara asalnya.
Terakhir ialah Johny Situwanda. Dia merupakan tersangka dugaan suap kepada pejabat Polri. Kasus ini diduga terjadi saat Johnny menangani perkara sengketa antara PT Bintang Mentari Perkasa (PT BMP) dan PT Baru Adjak (PT BA) di Bandung, Jawa Barat. Kasus ini ditangani Ditreskrim Polda Jabar. Saat itu Susno Duadji menjabat Kapolda Jawa Barat.
Johnny Situanda akhirnya ditetapkan masuk dalam daftar pencarian orang oleh Mabes Polri setelah pengacara muda tersebut tiga kali mangkir dari pemanggilan Polri. “Dipanggil pertama dan kedua sebagai saksi tidak hadir. Pemanggilan yang ketiga sudah ditetapkan sebagai tersangka juga tidak hadir. Statusnya sudah masuk DPO,” ujar Kadiv Humas Polri yang saat itu dijabat Irjen Edward Aritonang di Mabes Polri, Selasa (1/6/2010).
Sumber: http://www.rakyatmerdekaonline.com/news.php?id=29106
Dari data yang dikantongi Sekretariat NCB Interpol Indonesia, terdapat sejumlah nama pelarian yang masih bisa melenggang bebas, bahkan melanjutkan pelariannya dari Singapura ke Hong Kong. Sedikitnya lima buronan kabur ke Hong Kong seperti Bambang Soetrisno, terpidana kasus BLBI Bank Surya senilai Rp 1,5 triliun.
Jejak pelarian Bambang Soetrisno tampaknya diikuti dua buronan kasus Century, Rafat Ali Rizvi dan Hesham Al Warraq yang sebelum melanjutkan pelariannya ke Inggris dan Hong Kong, juga sempat ngendon di Singapura.
Berturut-turut setelah itu, dalam data Interpol juga terdapat nama bekas Direktur Keuangan Indosiar Philipus serta pengacara Johny Situwanda yang diduga berada di Hong Kong. “Pelacakan ke Hong Kong terus kita lakukan,” kata Kepala Bagian Penerangan Umum (Kabagpenum) Mabes Polri Kombes Boy Rafli Amar.
Menanggapi pelarian sederet buronan kakap tersebut, Boy mengaku, langkah Interpol mengidentifikasi keberadaan mereka masih dilakukan secara intensif. “Interpol terus memantau keberadaan mereka,” ujarnya.
Dia menambahkan, permasalahannya, sejauh ini Interpol tidak bisa melakukan penangkapan maupun mengekstradisi para buronan itu karena terganjal belum adanya perjanjian ekstradisi antara Indonesia dengan Hong Kong.
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung Noor Rochmad menambahkan, selain terganjal belum adanya perjanjian ekstradisi, upaya mengeksekusi para buronan itu juga dipicu masih adanya perkara hukum yang membelit mereka di negara tempat pelariannya. “Ada proses hukum yang tengah dijalani mereka. Proses eksekusi pun menunggu sampai proses hukum mereka tuntas,” alasannya.
Noor pun meminta agar tuntutan sejumlah kalangan untuk memulangkan atau menangkap para buronan kakap yang sembunyi di luar negeri, disampaikan secara proporsional. Soalnya, dia mengaku, sampai sejauh ini jajaran kejaksaan masih mengupayakan langkah-langkah untuk mendeteksi dan mengeksekusi para buronan tersebut.
Menurut Kapuspenkum, kerjasama dengan jajaran Ditjen Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM, Kementerian Luar Negeri, Polri dan Interpol serta Kementerian Keuangan, terus dilakukan secara komprehensif.
“Di luar upaya eksekusi badan, kami mengupayakan cara lain seperti eksekusi aset para buronan yang telah divonis pengadilan,” ucapnya.
Kepala Biro Humas KPK Johan Budi Sapto Prabowo juga mengaku, sejauh ini upaya penindakan selalu dilakukan pihaknya manakala menemukan ada kejanggalan yang ditunjukkan tiap saksi maupun tersangka.
“Kami langsung koordinasi dengan Imigrasi untuk meminta pencekalan terhadap orang-orang yang diduga bermasalah,” katanya.
href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhc69l_BLZFO3X6DZBLPUFjX18qOl_qzjyRGLhfqHiSFTmtohO7xihUQSI7_oK3gD1fazcfNOKf4Fz7up9OQJYFoInBlVSigamguBiEqqQ-xGKWSJ8ZtLmGSkAY_aj8YF1bBgUWoYdUeAQ/s1600/Aksi+1Tahun+Perlawanan+Sekar+Indosiar100_2528.JPG">
Langkah tersebut, menurut dia, ditujukan agar persoalan kaburnya saksi maupun tersangka ke luar negeri bisa diminimalisir. “Kami tidak ingin pengalaman yang sudah-sudah terulang kembali,” ucapnya.
Hal senada disampaikan Boy Rafli. Dia menyatakan, lebih baik melakukan pencegahan terhadap orang sebelum bepergian ke luar negeri ketimbang mengejar mereka tatkala sudah ada di luar negeri.
“Para buronan ini umumnya licin dan cerdik. Mereka memanfaatkan kelengahan petugas serta memanfaatkan lemahnya hubungan diplomasi kita dengan negara lain yang dijadikan tempat persembunyian mereka,” katanya.
Untuk itu, lanjut Boy, kepolisian melakukan serangkaian terobosan guna mengantisipasi seorang tersangka menjadi buron. “Ada upaya teknis yang dilakukan untuk mencegah seseorang kabur ke luar negeri,” tambahnya.
Hanya saja, ia menolak memaparkan langkah konkret model apa yang diterapkan kepolisian dalam mencegah ataupun menangkal seseorang menjadi buron. Namun, ia menambahkan, optimalisasi peran dan fungsi kepolisian di jajaran Reserse dan Intelkam senantiasa ditingkatkan untuk mengantisipasi kaburnya tersangka ke luar negeri. “Kalau tersangka dinilai penyidik tidak kooperatif, pasti akan langsung ditahan,” tandasnya.
Tak Pernah Nongol Saat Diadili
Selain Singapura, Hong Kong disinyalir menjadi tempat persembunyian bagi para buronan kasus korupsi. Yang disinyalir kabur ke Hong Kong ialah Bambang Soetrisno, terdakwa kasus penyelewengan dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) yang merugikan keuangan negara sedikitnya Rp 1,5 triliun.
Pada Rabu 13 November 2002, majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menjatuhkan vonis seumur hidup kepada Bambang. Dalam sidang yang diketuai hakim Rukmini itu, Wakil Komisaris Utama PT Bank Surya ini bersama dengan Direktur Utama Bank Surya Adrian Kiki Ariawan terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi.
Dalam amar putusan, hakim menguraikan bahwa terdakwa Bambang terbukti telah memperkaya diri sendiri dengan menyalurkan kredit dari Bank Surya yang dipimpinnya ke 168 perusahaan Paper Company. Kemudian terbukti kredit tersebut masuk ke rekening terdakwa.
Prosedur penyaluran kredit tersebut, menurut majelis hakim, tidak mengindahkan peraturan perbankan yang berlaku di Indonesia, sehingga layak dikategorikan sebagai tindak pidana korupsi.
Di bagian akhir putusannya, hakim menegaskan telah memberikan kesempatan kepada para terdakwa untuk membela diri dan membuktikan diri mereka tak bersalah. “Namun terdakwa tak pernah hadir di persidangan,” kata Rukmini.
Sementara itu, Rafat Ali Rizvi dan Hesham Alwaraq terlibat dalam mega skandal Bank Century. Hesham Al Warraq adalah bekas Komisaris Utama yang juga menjadi pemilik Century. Pria kelahiran 12 April 1958 itu adalah warga negara Saudi Arabia kelahiran Kairo, Mesir.
Sedangkan, Rafat Ali, warga negara Inggris kelahiran Pakistan pada 22 Oktober 1960, juga pemilik Century. Dua nama terakhir ini bertanggung jawab atas penyimpanan aset-aset jaminan surat berharga Century di luar negeri. Mereka pun tak pernah nongol dalam persidangan hingga divonis bersalah oleh majelis hakim.
Selanjutnya ada nama Direktur Keuangan PT Indosiar Karya Mandiri Tbk Phiong Phillipus Darma. Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Baharudin Djafar mengatakan, pengejaran Phiong Phillipus Darma tidak terkait jabatannya sebagai Direktur Keuangan PT Indosiar Visual Mandiri. “Dia diadukan secara personal karena memalsukan surat,” katanya, di Polda (23/12/2010).
Phiong dilaporkan ke Polda Metro Jaya atas pemalsuan surat. Ia disangkakan mengalihkan barang sitaan Badan Penyehatan Perbankan Nasional berupa tanah, peralatan berat, dan barang inventaris kantor lainnya. Oleh Direktorat Reserse Kriminal Umum yang menangani kasus ini, Phiong dikirimi surat pemanggilan hingga dua kali.
Karena tak memenuhi panggilan, polisi melakukan pemanggilan paksa. Namun, saat itu Phiong sudah berada di luar negeri. Direktorat Reskrimum akhirnya memasukkan nama Phiong ke dalam Daftar Pencarian Orang. Tak hanya itu, polisi juga meminta bantuan Interpol untuk menyebarkan nama Phiong sebagai buronan.
Dalam situs Interpol, Phiong disebut dicari karena melakukan pemalsuan dan penipuan. Namanya dimasukkan ke dalam daftar merah. Dengan posisi itu, buronan dikategorikan harus ditangkap dan diekstradisi ke negara asalnya.
Terakhir ialah Johny Situwanda. Dia merupakan tersangka dugaan suap kepada pejabat Polri. Kasus ini diduga terjadi saat Johnny menangani perkara sengketa antara PT Bintang Mentari Perkasa (PT BMP) dan PT Baru Adjak (PT BA) di Bandung, Jawa Barat. Kasus ini ditangani Ditreskrim Polda Jabar. Saat itu Susno Duadji menjabat Kapolda Jawa Barat.
Johnny Situanda akhirnya ditetapkan masuk dalam daftar pencarian orang oleh Mabes Polri setelah pengacara muda tersebut tiga kali mangkir dari pemanggilan Polri. “Dipanggil pertama dan kedua sebagai saksi tidak hadir. Pemanggilan yang ketiga sudah ditetapkan sebagai tersangka juga tidak hadir. Statusnya sudah masuk DPO,” ujar Kadiv Humas Polri yang saat itu dijabat Irjen Edward Aritonang di Mabes Polri, Selasa (1/6/2010).
Sumber: http://www.rakyatmerdekaonline.com/news.php?id=29106
Kamis, 09 Juni 2011
LAW AWARENESS BUKAN BERARTI RESE
Tiga pilar dari Tegaknya Supremasi Hukum terdiri dari Law Matterials, seperti Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, Keputusan Meteri, Peraturan Daerah dll; Law Actors, seperti Pengacara, Polisi, Jaksa, Mediator Dinas Tenaga Kerja, Hakim, dll; Law Awareness, kesadaran hukum masyarakat untuk mau menjadi saksi, mau menggugat, mau turut mengawal jalanya proses hukum yang ada.
Bila saat ini Indonesia heboh dengan lemahnya penegakan Hukum, yang ujung-ujungnya sulitnya menjadaikan Hukum sebagai Panglima di Indonesia tercinta ini. Itu disebakan oleh banyak faktor, seperti: Kurangnya tegasnya Materi Hukum yang menjadi sanksi atas pelanggaran hukum yang terjadi; bergentayangannya para Mafia Hukum dan Peradilan membuat Indonesia, mulai dari pengacara, polisi, mediator hingga para hakim. Hal ini yang membuat pertumbuhan ekonomi Indonesia tidak bisa lebih baik dari beberapa negara Asia Tenggara lainnya, akibatnya tidak dapat mendorong pertumbuhan penciptaan lapangan pekerjaan.
Law Awareness adalah salah satu pilar yang harus terus digalakkan, demi mendorong Penegakan Hukum yang lebih baik di Indonesia. Hanya sebagian kecil saja warga negara Indonesia ini melek hukum. Sebagai contoh adalah adalah Supremasi Hukum Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Masih banyak sekali pekerja/buruh di Indonesia, bahkan staf SDM juga termasuk Manager SDM sebuah perusahaan Awam akan UU Ketenagakerjaan ini. Para Manager SDM ini lebih percaya pada bisikan sesat para konsultan hukum, daripada dengan ketulusan hati berupaya untuk memperbaiki tatakelola SDM-nya.
Sebagai contoh Pengurus SEKAR Indosiar pada Januari 2010 telah mengajukan 7 (tujuh) butir tuntutan untuk dilaksanakan di Indosiar. Hal ini adalah bersifat normatif. Artinya ada dasar hukumnya. Jadi harus dilaksanakan, tidak boleh tidak. Walau mediasi sudah dilakukan oleh Mediator dari Suku Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Jakarta Barat, lalu berlanjut ke Kementrian Nakertrans RI dan Pokja Komisi IX DPR RI. Tapi tokh bukan itikad baik untuk menjalankan tuntutan normatif yang dilakukan oleh Manajemen Indosiar. Malah sebaliknya melakukan PHK terhadap karyawan yang Hak Normatifnya diperjuangkan, bahkan sampai memberangus semua Pengurus dan Aktivis SEKAR Indosiar.
7 (tujuh) tuntutan seperti: Pemberian Upah harus diatas UMP; Jamsostek wajib diberikan pada semua pekerja, termasuk yang masih berstatus klontrak, harian dan magang; pengankatan karyawan kontrak yang sudah dipekerjakan lebih dari 2 (dua) tahun; skala pengupahan yang sesuai dengan Pasal 94 UUK, dimana besaran tunjangan tidak boleh lebih dari 25% dari Total Upah, dll.
Bila Law Matterials dan Law Actors tidak bisa jalan. Seperti Hak Normatif tidak bisa dipenuhi, Pelaku Hukum (Law Actors) lumpuh. Maka Law Awareness harus secara konsisten dan tetap ditegakkan oleh semua lapisan masyarakat.
Seperti apa yang sudah ditempuh dan dilakukan oleh Pengurus SEKAR Indosiar:
- membuat laporan atas ketidak profesionalan Mediator Suku Dinas Jakarta Barat ke Inspektorat Pemerintah Provinsi DKI Jakarta,
- membuat laporan atas pelanggaran kode etik dan keberpihak yang telh ditunjukkan oleh Hakim PHI pada PN Jakarta Pusat kepada SATGAS Mafia Hukum dan Peradilan, yang telah memutus perkara PHK terhadap 22 (dua puluh dua) Pengurus dan Aktivis SEKAR Indosiar,
- membuat laporan atas pelanggaran kode etik dan keberpihak yang telh ditunjukkan oleh Hakim PHI pada PN Jakarta Pusat kepada Komisi Yudisial, yang telah memutus perkara PHK terhadap 22 (dua puluh dua) Pengurus dan Aktivis SEKAR Indosiar,
- membuat laporan atas pelanggaran kode etik dan keberpihak yang telh ditunjukkan oleh Hakim PHI pada PN Jakarta Pusat kepada Hakim Agung Bagian Pengawasan Hakim, yang telah memutus perkara PHK terhadap 22 (dua puluh dua) Pengurus dan Aktivis SEKAR Indosiar,
- mengajukan Judicial Review atas Pasal 164 ayat (3) UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, bersama teman-teman SP Hotel Papandayan Bandung, yang telah digunakan oleh Manajemen Indosiar untuk mem-PHK lebih 300 orang karyawannya. Demikian pula Pasal 164 ayat (3) ini telah dilakukan oleh Manajemen Hotal Papandayan untuk mem-PHK karyawannya.
Langkah pelaporan tindak pidana penggelapan, pasal 372 dan 374 KUHP yang telah dilakukan oleh 17 (tujuh belas) orang karyawan Indosiar terhadap Manajemen PT. Indosiar, adalah salah satu pelaksanaan pilar Law Awareness. Hal ini sehubungan dengan penghentian sepihak dan semena-mena oleh Manajemen Indosiar atas Hak Upah dan Hak Lainnya yang biasanya diterima.
Ada juga yang bertanya kenapa mesti ujug-ujug harus sampai dilapor ke Polisi segala??
Apa yang dilakukan oleh 17 (tujuh belas) Pengurus dan Aktivis SEKAR Indosiar tidak serta-merta dilakukan. Karena Pengurus SEKAR Indosiar telah melakukan banyak upaya untuk meluruskan langkah salah dari Manajemen Indosiar ini. 4 (empat) kali surat menyurat, bahkan undangan bipartit untuk menyelesaikan persolan ini juga diabaikan. Aksi Demo di Jalan Damai 11 Daan Mogot hanya dianggap sebagai angin lalu. Bahkan pada surat yang terakhir pihak Manajemen Indosiar melalui Triyandi Suyatman yang ditandatangani atas nama Dudi RUhendi menyatakan bahwa tidak bersedia untuk bertemu lagi dengan 17 (tujuh belas) orang Pengurus dan Aktivis SEKAR Indosiar, dan bahkan lewat surat menyurat sekalipun.
Law Awareness bukan berarti RESE. Langkah hukum yang dilakukan oleh SEKAR Indosiar dengan membuat pengaduan ke Polda Metrojaya adalah upaya Pengurus SEKAR Indosiar demi tegaknya Supremasi Hukum di Indonesia Tercinta ini.
Hal ini supaya menegasi paradigma salah yang pernah disampaikan oleh Petinggi Indosiar kepada Pengurus SEKAR Indosiar bahwa, "Bila di Singapura, begitu bayi lahir, dia langsung diajari bagaimana untuk taat pada aturan/hukum. Sedang di Indonesia, kita diajari bagaimana untuk mensiasati hukum."
Ironi, memang. Oleh karena itu setiap lapisan masyarakat termasuk pekerja/buruh harus berani dan konsisten untuk menjalankan koreksi penegakan hukum ( Law Awarenessnya), demi Tegaknya Supremasi Hukum di bumi Indonesia tercinta ini. Semoga Indosiar dalam dikelelola dengan lebih baik dan taat hukum.
Bila saat ini Indonesia heboh dengan lemahnya penegakan Hukum, yang ujung-ujungnya sulitnya menjadaikan Hukum sebagai Panglima di Indonesia tercinta ini. Itu disebakan oleh banyak faktor, seperti: Kurangnya tegasnya Materi Hukum yang menjadi sanksi atas pelanggaran hukum yang terjadi; bergentayangannya para Mafia Hukum dan Peradilan membuat Indonesia, mulai dari pengacara, polisi, mediator hingga para hakim. Hal ini yang membuat pertumbuhan ekonomi Indonesia tidak bisa lebih baik dari beberapa negara Asia Tenggara lainnya, akibatnya tidak dapat mendorong pertumbuhan penciptaan lapangan pekerjaan.
Law Awareness adalah salah satu pilar yang harus terus digalakkan, demi mendorong Penegakan Hukum yang lebih baik di Indonesia. Hanya sebagian kecil saja warga negara Indonesia ini melek hukum. Sebagai contoh adalah adalah Supremasi Hukum Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Masih banyak sekali pekerja/buruh di Indonesia, bahkan staf SDM juga termasuk Manager SDM sebuah perusahaan Awam akan UU Ketenagakerjaan ini. Para Manager SDM ini lebih percaya pada bisikan sesat para konsultan hukum, daripada dengan ketulusan hati berupaya untuk memperbaiki tatakelola SDM-nya.
Sebagai contoh Pengurus SEKAR Indosiar pada Januari 2010 telah mengajukan 7 (tujuh) butir tuntutan untuk dilaksanakan di Indosiar. Hal ini adalah bersifat normatif. Artinya ada dasar hukumnya. Jadi harus dilaksanakan, tidak boleh tidak. Walau mediasi sudah dilakukan oleh Mediator dari Suku Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Jakarta Barat, lalu berlanjut ke Kementrian Nakertrans RI dan Pokja Komisi IX DPR RI. Tapi tokh bukan itikad baik untuk menjalankan tuntutan normatif yang dilakukan oleh Manajemen Indosiar. Malah sebaliknya melakukan PHK terhadap karyawan yang Hak Normatifnya diperjuangkan, bahkan sampai memberangus semua Pengurus dan Aktivis SEKAR Indosiar.
7 (tujuh) tuntutan seperti: Pemberian Upah harus diatas UMP; Jamsostek wajib diberikan pada semua pekerja, termasuk yang masih berstatus klontrak, harian dan magang; pengankatan karyawan kontrak yang sudah dipekerjakan lebih dari 2 (dua) tahun; skala pengupahan yang sesuai dengan Pasal 94 UUK, dimana besaran tunjangan tidak boleh lebih dari 25% dari Total Upah, dll.
Bila Law Matterials dan Law Actors tidak bisa jalan. Seperti Hak Normatif tidak bisa dipenuhi, Pelaku Hukum (Law Actors) lumpuh. Maka Law Awareness harus secara konsisten dan tetap ditegakkan oleh semua lapisan masyarakat.
Seperti apa yang sudah ditempuh dan dilakukan oleh Pengurus SEKAR Indosiar:
- membuat laporan atas ketidak profesionalan Mediator Suku Dinas Jakarta Barat ke Inspektorat Pemerintah Provinsi DKI Jakarta,
- membuat laporan atas pelanggaran kode etik dan keberpihak yang telh ditunjukkan oleh Hakim PHI pada PN Jakarta Pusat kepada SATGAS Mafia Hukum dan Peradilan, yang telah memutus perkara PHK terhadap 22 (dua puluh dua) Pengurus dan Aktivis SEKAR Indosiar,
- membuat laporan atas pelanggaran kode etik dan keberpihak yang telh ditunjukkan oleh Hakim PHI pada PN Jakarta Pusat kepada Komisi Yudisial, yang telah memutus perkara PHK terhadap 22 (dua puluh dua) Pengurus dan Aktivis SEKAR Indosiar,
- membuat laporan atas pelanggaran kode etik dan keberpihak yang telh ditunjukkan oleh Hakim PHI pada PN Jakarta Pusat kepada Hakim Agung Bagian Pengawasan Hakim, yang telah memutus perkara PHK terhadap 22 (dua puluh dua) Pengurus dan Aktivis SEKAR Indosiar,
- mengajukan Judicial Review atas Pasal 164 ayat (3) UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, bersama teman-teman SP Hotel Papandayan Bandung, yang telah digunakan oleh Manajemen Indosiar untuk mem-PHK lebih 300 orang karyawannya. Demikian pula Pasal 164 ayat (3) ini telah dilakukan oleh Manajemen Hotal Papandayan untuk mem-PHK karyawannya.
Langkah pelaporan tindak pidana penggelapan, pasal 372 dan 374 KUHP yang telah dilakukan oleh 17 (tujuh belas) orang karyawan Indosiar terhadap Manajemen PT. Indosiar, adalah salah satu pelaksanaan pilar Law Awareness. Hal ini sehubungan dengan penghentian sepihak dan semena-mena oleh Manajemen Indosiar atas Hak Upah dan Hak Lainnya yang biasanya diterima.
Ada juga yang bertanya kenapa mesti ujug-ujug harus sampai dilapor ke Polisi segala??
Apa yang dilakukan oleh 17 (tujuh belas) Pengurus dan Aktivis SEKAR Indosiar tidak serta-merta dilakukan. Karena Pengurus SEKAR Indosiar telah melakukan banyak upaya untuk meluruskan langkah salah dari Manajemen Indosiar ini. 4 (empat) kali surat menyurat, bahkan undangan bipartit untuk menyelesaikan persolan ini juga diabaikan. Aksi Demo di Jalan Damai 11 Daan Mogot hanya dianggap sebagai angin lalu. Bahkan pada surat yang terakhir pihak Manajemen Indosiar melalui Triyandi Suyatman yang ditandatangani atas nama Dudi RUhendi menyatakan bahwa tidak bersedia untuk bertemu lagi dengan 17 (tujuh belas) orang Pengurus dan Aktivis SEKAR Indosiar, dan bahkan lewat surat menyurat sekalipun.
Law Awareness bukan berarti RESE. Langkah hukum yang dilakukan oleh SEKAR Indosiar dengan membuat pengaduan ke Polda Metrojaya adalah upaya Pengurus SEKAR Indosiar demi tegaknya Supremasi Hukum di Indonesia Tercinta ini.
Hal ini supaya menegasi paradigma salah yang pernah disampaikan oleh Petinggi Indosiar kepada Pengurus SEKAR Indosiar bahwa, "Bila di Singapura, begitu bayi lahir, dia langsung diajari bagaimana untuk taat pada aturan/hukum. Sedang di Indonesia, kita diajari bagaimana untuk mensiasati hukum."
Ironi, memang. Oleh karena itu setiap lapisan masyarakat termasuk pekerja/buruh harus berani dan konsisten untuk menjalankan koreksi penegakan hukum ( Law Awarenessnya), demi Tegaknya Supremasi Hukum di bumi Indonesia tercinta ini. Semoga Indosiar dalam dikelelola dengan lebih baik dan taat hukum.
Sabtu, 28 Mei 2011
Direktur Utama Indosiar Dipolisikan
JAKARTA--MICOM: Direktur Utama Indosiar Handoko, Direktur Indosiar Triyandi Suyatman, dan Manajer HRD Dudi Ruhendi dilaporkan ke polisi oleh 17 karyawan mereka yang tergabung dalam Serikat Karyawan Indosiar (Sekar). Hal ini terkait penggelapan atas kewenangan Indosiar Visual Mandiri yang menghentikan pembayaran upah karyawan secara sepihak.
"Kami sudah laporkan pada 18 Mei 2011 dan sekarang sedang tahap pemeriksaan pertama. Saat ini yang diperiksa Ketua Sekar Dicky Iryawan," ujar Yandri Silitonga, saat ditemui di ruang Krimum Polda Metro Jaya, Jumat (27/5).
Pelaporan Sekar pada 18 Mei 2011 lalu diungkapkan Yandri merupakan buntut dari dikeluarkannya surat Pemberitahuan Putusan Mahkamah Agung RI dari pihak Indosiar tertanggal 18 April 2011.
Dalam surat tersebut tertulis bahwa per 28 maret 2011, perusahaan tidak lagi berkewajiban untuk membayarkan upah dan hak 17 pekerja berupa klaim pengobatan. Surat ini dikeluarkan pihak Indosiar merunut putusan tanggal 28 Maret 2011 No 188 K/Pdt.sus/2011 (putusan) yang diunduh di website resmi MA, di mana MA RI menolak permohonan kasasi dari para pemohon kasasi (17 pekerja).
"Isi website mengatakan bila amar putusan menyatakan gugatan ditolak (28 maret 2011). Tapi pada bagian bawah website tertulis bila yang tercantum di dalamnya hanya indikasi situasi terkini perkara. Untuk info autentik tentang amar putusan, silakan akses naskah autentik putusan MA," ujar Yandri.
Sebelumnya, ungkap Yandri, memang pada sidang di Pengadilan Hubungan Industrial, PT Indosiar Visual Mandiri menang dan mendapat hak untuk memecat karyawan namum pihaknya kemudian mengajukan kasasi.
"Kami kemudian mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung dan putusan tetap dari MA belum keluar hingga saat ini. Nah, yang dia unduh di website enggak bisa dijadikan dasar tapi Indosiar sudah memutuskan menghentikan pambayaran upah sejak April 2010," ujarnya.
Lanjutnya, hingga saat ini seharusnya dia bersama 16 rekannya masih berstatus karyawan dan berhak mendapat gaji sebagaimana mestinya. "Status kami masih karyawan karena belum ada keputusan hukumnya," pungkas Yandri.
Dia juga mengungkapkan jika selama satu tahun tiga bulan, dirinya bersama rekan kerja lainnya sudah tidak pernah bekerja. "Sudah lama kami tidak mengunjungi kantor. Selama satu tahun tiga bulan kami cuma terima gaji pokok," ujar Yandri.
Sebelumnya, kasus pengaduan karyawan Indosiar ini bermula dari kasus pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap sekitar 300 karyawan selama Januari-Maret 2010. "Semuanya berawal dari masalah lanjutan PHK yang menimpa sekitar 300 orang. Kemudian ada 22 orang yang bertahan menolak PHK sepihak dan arogan, tapi hanya 17 orang yang bertahan sampai sekarang," katanya.
Sementara itu, pihak Humas Indosiar Gufron Sakaril saat dihubungi Media Indonesia, Jumat (27/5), belum mau memberi komentar terkait pelaporan Dirut, Direktur, dan manajer HRD PT Indosiar Visual Mandiri ke Polda Metro Jaya. "Nanti saja ya," ujarnya. (*/OL-11)
Sumber: http://www.mediaindonesia.com/read/2011/05/27/229441/37/5/Direktur-Utama-Indosiar-Dipolisikan-
"Kami sudah laporkan pada 18 Mei 2011 dan sekarang sedang tahap pemeriksaan pertama. Saat ini yang diperiksa Ketua Sekar Dicky Iryawan," ujar Yandri Silitonga, saat ditemui di ruang Krimum Polda Metro Jaya, Jumat (27/5).
Pelaporan Sekar pada 18 Mei 2011 lalu diungkapkan Yandri merupakan buntut dari dikeluarkannya surat Pemberitahuan Putusan Mahkamah Agung RI dari pihak Indosiar tertanggal 18 April 2011.
Dalam surat tersebut tertulis bahwa per 28 maret 2011, perusahaan tidak lagi berkewajiban untuk membayarkan upah dan hak 17 pekerja berupa klaim pengobatan. Surat ini dikeluarkan pihak Indosiar merunut putusan tanggal 28 Maret 2011 No 188 K/Pdt.sus/2011 (putusan) yang diunduh di website resmi MA, di mana MA RI menolak permohonan kasasi dari para pemohon kasasi (17 pekerja).
"Isi website mengatakan bila amar putusan menyatakan gugatan ditolak (28 maret 2011). Tapi pada bagian bawah website tertulis bila yang tercantum di dalamnya hanya indikasi situasi terkini perkara. Untuk info autentik tentang amar putusan, silakan akses naskah autentik putusan MA," ujar Yandri.
Sebelumnya, ungkap Yandri, memang pada sidang di Pengadilan Hubungan Industrial, PT Indosiar Visual Mandiri menang dan mendapat hak untuk memecat karyawan namum pihaknya kemudian mengajukan kasasi.
"Kami kemudian mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung dan putusan tetap dari MA belum keluar hingga saat ini. Nah, yang dia unduh di website enggak bisa dijadikan dasar tapi Indosiar sudah memutuskan menghentikan pambayaran upah sejak April 2010," ujarnya.
Lanjutnya, hingga saat ini seharusnya dia bersama 16 rekannya masih berstatus karyawan dan berhak mendapat gaji sebagaimana mestinya. "Status kami masih karyawan karena belum ada keputusan hukumnya," pungkas Yandri.
Dia juga mengungkapkan jika selama satu tahun tiga bulan, dirinya bersama rekan kerja lainnya sudah tidak pernah bekerja. "Sudah lama kami tidak mengunjungi kantor. Selama satu tahun tiga bulan kami cuma terima gaji pokok," ujar Yandri.
Sebelumnya, kasus pengaduan karyawan Indosiar ini bermula dari kasus pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap sekitar 300 karyawan selama Januari-Maret 2010. "Semuanya berawal dari masalah lanjutan PHK yang menimpa sekitar 300 orang. Kemudian ada 22 orang yang bertahan menolak PHK sepihak dan arogan, tapi hanya 17 orang yang bertahan sampai sekarang," katanya.
Sementara itu, pihak Humas Indosiar Gufron Sakaril saat dihubungi Media Indonesia, Jumat (27/5), belum mau memberi komentar terkait pelaporan Dirut, Direktur, dan manajer HRD PT Indosiar Visual Mandiri ke Polda Metro Jaya. "Nanti saja ya," ujarnya. (*/OL-11)
Sumber: http://www.mediaindonesia.com/read/2011/05/27/229441/37/5/Direktur-Utama-Indosiar-Dipolisikan-
Dirut Indosiar Dilaporkan ke Polisi
Direktur Utama PT Indosiar Visual Mandiri, Handoko, dilaporkan 17 karyawannya. Handoko diduga menggelapkan hak gaji 17 karyawannya itu sejak April lalu.
"Kami melapor pada 18 Mei lalu dan sekarang sedang tahap pemeriksaan pertama di Direktorat Kriminal Umum,"kata Yandri Silitonga, Sekretaris Jenderal Serikat Karyawan Indosiar, di Kepolisian Daerah Metro Jaya kemarin.
Kasus ini berawal dari keputusan Indosiar memecat 300 karyawan yang tergabung dalam Serikat Karyawan Indosiar atau Sekar pada Januari-Maret 2010. Terkait dengan keputusan itu, Indosiar menggunakan dasar Pasal 164 ayat 3 Undang-Undang Tenaga Kerja, yang menyatakan PHK boleh dilakukan oleh perusahaan yang tutup karena masalah efisiensi. "Tapi kan Indosiar tidak tutup. Mereka hanya gunakan kata efisiensi saja,"ujar Yandri.
Tidak terima dengan keputusan direksi itu, ke-17 karyawan tersebut menolak diberhentikan dari pekerjaannya. Namun penolakan itu membuat Indosiar menggugat ke Pengadilan Hubungan Industrial (PHI), yang hasilnya majelis hakim menyatakan pemecatan itu sah sesuai dengan hukum.
"Kalah di PHI, kami ajukan memori kasasi ke Mahkamah Agung,"kata Yandri.
Handoko dilaporkan telah melanggar Pasal 372 dan 374 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dengan tuduhan penggelapan hak gaji karyawan Indosiar.
Direktur Program dan News Indosiar Triandy Suyatman belum bersedia memberikan keterangan. "Saya sedang rapat," katanya saat dihubungi Tempo kemarin sore.
Sumber: http://epaper.korantempo.com/KT/KT/2011/05/28/ArticleHtmls/28_05_2011_143_003.shtml
"Kami melapor pada 18 Mei lalu dan sekarang sedang tahap pemeriksaan pertama di Direktorat Kriminal Umum,"kata Yandri Silitonga, Sekretaris Jenderal Serikat Karyawan Indosiar, di Kepolisian Daerah Metro Jaya kemarin.
Kasus ini berawal dari keputusan Indosiar memecat 300 karyawan yang tergabung dalam Serikat Karyawan Indosiar atau Sekar pada Januari-Maret 2010. Terkait dengan keputusan itu, Indosiar menggunakan dasar Pasal 164 ayat 3 Undang-Undang Tenaga Kerja, yang menyatakan PHK boleh dilakukan oleh perusahaan yang tutup karena masalah efisiensi. "Tapi kan Indosiar tidak tutup. Mereka hanya gunakan kata efisiensi saja,"ujar Yandri.
Tidak terima dengan keputusan direksi itu, ke-17 karyawan tersebut menolak diberhentikan dari pekerjaannya. Namun penolakan itu membuat Indosiar menggugat ke Pengadilan Hubungan Industrial (PHI), yang hasilnya majelis hakim menyatakan pemecatan itu sah sesuai dengan hukum.
"Kalah di PHI, kami ajukan memori kasasi ke Mahkamah Agung,"kata Yandri.
Handoko dilaporkan telah melanggar Pasal 372 dan 374 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dengan tuduhan penggelapan hak gaji karyawan Indosiar.
Direktur Program dan News Indosiar Triandy Suyatman belum bersedia memberikan keterangan. "Saya sedang rapat," katanya saat dihubungi Tempo kemarin sore.
Sumber: http://epaper.korantempo.com/KT/KT/2011/05/28/ArticleHtmls/28_05_2011_143_003.shtml
Rabu, 25 Mei 2011
Informasi Di Website Mahkamah Agung Hanya Merupakan "Indikasi Terkini" Perkara
(Bagaimana bisa, para pihak yang berperkara malah membuat "Surat Pemberitahuan Putusan Mahkamah Agung RI". Padahal tugas dan peranan ini adalah kewenangan Panitera Pengganti Pengandilan Setempat. Dalam hal ini Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat).
(Dudi Ruhendi bukanlah Pejabat Panitera Pengganti PHI Jakarta. Melainkan salah satu pihak yang berperkara dengan 17 orang Pengurus dan Aktivis SEKAR Indosiar)
(Inilah Print out Informasi Website yang dikutip oleh Manajemen PT. Indosiar Visual Mandiri)
(Padahal bagian catatan Print Out Website Mahakamah Agung RI dinyatakan bahwa: "Informasi yang disampaikan pada sistem ini merupakan INDIKASI situasi terkini perkara." Tapi pihak Manajemen Indosiar nekad menggunakan Print Out Informasi Website ini sebagai dasar untuk menyatakan bahwa Perkara sudah berkekuatan hukum tetap.)
(Walau Pejabat Biro Hukum dan Humas Mahkamah Agung memberi Catatan penegasan bahwa Informasi Website tidak dapat dijadikan rujukan Ekseskusi sebuah Perkara. Putusan bisa berkekuatan Hukum Tetap apabila Para Pihak sudah menerima Salinan Putusan Mahkamah Agung RI yang akan disampaikan lewat Panitera Pengganti PN Setempat, dalam hal ini PHI Pada PN Jakarta Pusat)
(Tapi pihak Manajemen Indosiar melalui H. Triyandi Suyatman MBA, yang ditandatangani oleh Dudi Ruhendi mengatakan bahwa Pernyataan Pejabat Lembaga Yudikatif ini sebagai pendapat pribadi. Tapi sudah sangat jelas namanya Edi Yulianto SH. MH dan dibubuhi CAP MAHKAMAH AGUNG RI.)
(Dudi Ruhendi bukanlah Pejabat Panitera Pengganti PHI Jakarta. Melainkan salah satu pihak yang berperkara dengan 17 orang Pengurus dan Aktivis SEKAR Indosiar)
(Inilah Print out Informasi Website yang dikutip oleh Manajemen PT. Indosiar Visual Mandiri)
(Padahal bagian catatan Print Out Website Mahakamah Agung RI dinyatakan bahwa: "Informasi yang disampaikan pada sistem ini merupakan INDIKASI situasi terkini perkara." Tapi pihak Manajemen Indosiar nekad menggunakan Print Out Informasi Website ini sebagai dasar untuk menyatakan bahwa Perkara sudah berkekuatan hukum tetap.)
(Walau Pejabat Biro Hukum dan Humas Mahkamah Agung memberi Catatan penegasan bahwa Informasi Website tidak dapat dijadikan rujukan Ekseskusi sebuah Perkara. Putusan bisa berkekuatan Hukum Tetap apabila Para Pihak sudah menerima Salinan Putusan Mahkamah Agung RI yang akan disampaikan lewat Panitera Pengganti PN Setempat, dalam hal ini PHI Pada PN Jakarta Pusat)
(Tapi pihak Manajemen Indosiar melalui H. Triyandi Suyatman MBA, yang ditandatangani oleh Dudi Ruhendi mengatakan bahwa Pernyataan Pejabat Lembaga Yudikatif ini sebagai pendapat pribadi. Tapi sudah sangat jelas namanya Edi Yulianto SH. MH dan dibubuhi CAP MAHKAMAH AGUNG RI.)
Senin, 16 Mei 2011
Manajemen Indosiar Mau Lari Dari Tanggung Jawab Hukum
Manajemen PT. Indosiar Visual Mandiri No. 353/IVM-HRD/V/2011 membuat surat kepada Panji Atmono dkk, yang ditandatangani oleh Dudi Ruhendi atas nama H. Triyandi Suyatman MBA Direktur PT. Indosiar Visual Mandiri. Dimana pihak Manajemen PT. Indosiar Visual Mandiri menyampaikan pendapat yang berisi sbb:
1. Berdasarkan Putusan tertanggal 28 Maret 2011, Ni. 188K/Pdt.Sus/2011 (“Putusan”), Mahkamah Agung RI menolak permohonan kasasi dari 17 pekerja selaku Para Pemohon Kasasi.
2. Dengan ditolaknya permohonan kasasi tersebut maka Putusan Pengadilan Hubungan Industrial Pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tertanggal 5 Oktober 2010, No. 114/PHI.G/2010/PN.JKT.PST (“Putusan PHI”) telah berkekuatan hukum tetap.
3. Karena Putusan PHI telah berkekuatan hukum tetap maka berdasarkan Pasal 61 ayat 1 huruf c UU No.13/2003 hubungan kerja antara Para Pemohon Kasasi dan PT. Indosiar Visual Mandiri (“Persahaan”) berakhir.
4. Walaupun para pihak belum menerima Salinan Putusan Mahkamah Agung RI, namun dengan telah adanya Putusan Mahkamah Agung tersebut Perusahaan berpendapat tidak lagi berkewajiban membayar upah kepada Para Pemohon Kasasi.
5. Kewajiban Perusahaan adalah melaksanakan Putusan Mahkamah Agung RI.
6. Perusahaan akan membayar upah Para Pemohon Kasasi apabila dalam Putusannya Mahkamah Agung mewajibkan Perusahaan membayar upah sejak tanggal Putusan Mahkamah Agung hingga diterima salinan Putusan dari PHI.
7. Catatan berupa tulisan tangan hanya merupakan penjelasan pribadi seorang pegawai Mahkamah Agung dan bukan merupakan pendapat Mahkamah Agung sebagai Lembaga dan karenanya tidak ada kewajiban untuk mentaatinya.
8. Dengan telah jelasnya permasalahan ini maka kami tegaskan bahwa ini merupakan tanggapan terakhir dan tidak melayani lagi surat-menyurat mengenai hal ini, begitupun dengan undangan perundingan (Bipartit) adalah sudah tidak relevan dan tidak perlu.
17 orang Pengurus dan Aktivis SEKAR Indosair yang digugat PHK sepihak dan semena-mena berpendapat bahwa :
1. Pihak Manajemen PT. Indosiar Visual Mandiri telah bertindak melebihi kapasitasnya sebagai salah satu pihak yang berperkara. Dimana Manajemen PT. Indosiar Visual Mandiri telah mengambil peranan dan kewenangan dari Lembaga Yudusial dalam hal ini Mahkamah Agung RI untuk menentukan sah dan sudah berkekuatan hukum tetap sebuah perkara.
2. Pihak Manajemen PT. Indosiar Visual Mandiri juga mengakui bahwa para pihak yang berperkara belum menerima Salinan Putusan Mahkamah Agung RI. Hal ini menunjukkan bahwa pihak Manajemen PT. Indosiar Visual Mandiri tidak mempunyai dasar atau bukti yang jelas dan sah atas Eksekusi Hukum yang telah sepihak dilakukan.
3. Pihak Manajemen PT. Indosiar Visual Mandiri sudah terlalu jauh mengambil kewenangan Lembaga Yudikatif dalam hal ini Mahkamah Agung RI, dimana tanpa adanya bukti Salinan Putusan dari Mahkamah Agung RI diterima oleh para Pihak yang bersengketa. Akan tetapi Pihak Manajemen PT. Indosiar Visual Mandiri sudah berani menyatakan bahwa perkara PHK terhadap 17 orang Pengurus dan Aktivis SEKAR Indosiar telah berkekuatan hukum tetap.
4. Pernyataan bahwa “Perusahaan akan membayar upah Para Pemohon Kasasi apabila dalam Putusannya Mahkamah Agung mewajibkan Perusahaan membayar upah sejak tanggal Putusan Mahkamah Agung hingga diterima salinan Putusan dari PHI”. Pernyataan ini sangat aneh dan konyol. Harusnya pihak Manajemen PT. Indosiar Visual Mandiri membuktikan terlebih dahulu akan dasar hukum Eksekusi sebuah perkara berdasarkan Salinan Putusan MA RI yang disampaikan melalui Panitera Pengganti PHI Pada PN Jakarta Pusat. Baru kemudian mempunyai dasar hukum yang sah untuk melakukan Eksekusi sebuah Perkara. Panitera Pengganti PHI Pada PN Jakarta Pusat adalah Pejabat Lembaga yudikatif yang berhak untuk melakukan Eksekusi sebuah Perkara, bukan salah satu pihak yang Berperkara.
5. Atas tanggapan Surat No. 195/Sekar-Indosiar/V/2011 yang disampaikan oleh Pengurus SEKAR Indosiar terhadap Biro Hukum & Humas Mahakamah Agung RI. Yang mana kemudian Bapak Edi Yulianto SH. MH. memberikan sebuah catatan / pendapat dan diberi “cap Mahakamah Agung RI”. Lalu oleh pihak Manajemen PT. Indosiar Visual Mandiri dianggap hanya sebagai “pendapat pribadi”, bukan pendapat seorang Pejabat Lembaga Yudikatif, yakni Pejabat Biro Hukum & Humas Mahkamah Agung RI. Hal ini menunjukkan sikap Arogan, semena-mena dan sama sekali tidak menghargai Aparatur Hukum Negara di Republik Indonesia Tercinta ini.
Padahal apa yang disampaikan oleh Bapak Edi Yulianto SH. MH. adalah sebuah catatan yang umum dan biasa berlaku di Mahkamah Agung RI. Seperti dikutip berikut ini:
“Bahwa informasiperkara MA yang ada di website MA merupakan Infromasi terkini perkara, tidak mempunyai nilai otentik.”
Lalu kemudian dinyatakan lagi “Adapun yang menyangkut Putusan resmi dari Mahkamah Agung adalah melalui Pengadilan Negeri setempat, setelah adanya pemberitahuan dari Pengadilan Negeri Setempat.”
1. Berdasarkan Putusan tertanggal 28 Maret 2011, Ni. 188K/Pdt.Sus/2011 (“Putusan”), Mahkamah Agung RI menolak permohonan kasasi dari 17 pekerja selaku Para Pemohon Kasasi.
2. Dengan ditolaknya permohonan kasasi tersebut maka Putusan Pengadilan Hubungan Industrial Pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tertanggal 5 Oktober 2010, No. 114/PHI.G/2010/PN.JKT.PST (“Putusan PHI”) telah berkekuatan hukum tetap.
3. Karena Putusan PHI telah berkekuatan hukum tetap maka berdasarkan Pasal 61 ayat 1 huruf c UU No.13/2003 hubungan kerja antara Para Pemohon Kasasi dan PT. Indosiar Visual Mandiri (“Persahaan”) berakhir.
4. Walaupun para pihak belum menerima Salinan Putusan Mahkamah Agung RI, namun dengan telah adanya Putusan Mahkamah Agung tersebut Perusahaan berpendapat tidak lagi berkewajiban membayar upah kepada Para Pemohon Kasasi.
5. Kewajiban Perusahaan adalah melaksanakan Putusan Mahkamah Agung RI.
6. Perusahaan akan membayar upah Para Pemohon Kasasi apabila dalam Putusannya Mahkamah Agung mewajibkan Perusahaan membayar upah sejak tanggal Putusan Mahkamah Agung hingga diterima salinan Putusan dari PHI.
7. Catatan berupa tulisan tangan hanya merupakan penjelasan pribadi seorang pegawai Mahkamah Agung dan bukan merupakan pendapat Mahkamah Agung sebagai Lembaga dan karenanya tidak ada kewajiban untuk mentaatinya.
8. Dengan telah jelasnya permasalahan ini maka kami tegaskan bahwa ini merupakan tanggapan terakhir dan tidak melayani lagi surat-menyurat mengenai hal ini, begitupun dengan undangan perundingan (Bipartit) adalah sudah tidak relevan dan tidak perlu.
17 orang Pengurus dan Aktivis SEKAR Indosair yang digugat PHK sepihak dan semena-mena berpendapat bahwa :
1. Pihak Manajemen PT. Indosiar Visual Mandiri telah bertindak melebihi kapasitasnya sebagai salah satu pihak yang berperkara. Dimana Manajemen PT. Indosiar Visual Mandiri telah mengambil peranan dan kewenangan dari Lembaga Yudusial dalam hal ini Mahkamah Agung RI untuk menentukan sah dan sudah berkekuatan hukum tetap sebuah perkara.
2. Pihak Manajemen PT. Indosiar Visual Mandiri juga mengakui bahwa para pihak yang berperkara belum menerima Salinan Putusan Mahkamah Agung RI. Hal ini menunjukkan bahwa pihak Manajemen PT. Indosiar Visual Mandiri tidak mempunyai dasar atau bukti yang jelas dan sah atas Eksekusi Hukum yang telah sepihak dilakukan.
3. Pihak Manajemen PT. Indosiar Visual Mandiri sudah terlalu jauh mengambil kewenangan Lembaga Yudikatif dalam hal ini Mahkamah Agung RI, dimana tanpa adanya bukti Salinan Putusan dari Mahkamah Agung RI diterima oleh para Pihak yang bersengketa. Akan tetapi Pihak Manajemen PT. Indosiar Visual Mandiri sudah berani menyatakan bahwa perkara PHK terhadap 17 orang Pengurus dan Aktivis SEKAR Indosiar telah berkekuatan hukum tetap.
4. Pernyataan bahwa “Perusahaan akan membayar upah Para Pemohon Kasasi apabila dalam Putusannya Mahkamah Agung mewajibkan Perusahaan membayar upah sejak tanggal Putusan Mahkamah Agung hingga diterima salinan Putusan dari PHI”. Pernyataan ini sangat aneh dan konyol. Harusnya pihak Manajemen PT. Indosiar Visual Mandiri membuktikan terlebih dahulu akan dasar hukum Eksekusi sebuah perkara berdasarkan Salinan Putusan MA RI yang disampaikan melalui Panitera Pengganti PHI Pada PN Jakarta Pusat. Baru kemudian mempunyai dasar hukum yang sah untuk melakukan Eksekusi sebuah Perkara. Panitera Pengganti PHI Pada PN Jakarta Pusat adalah Pejabat Lembaga yudikatif yang berhak untuk melakukan Eksekusi sebuah Perkara, bukan salah satu pihak yang Berperkara.
5. Atas tanggapan Surat No. 195/Sekar-Indosiar/V/2011 yang disampaikan oleh Pengurus SEKAR Indosiar terhadap Biro Hukum & Humas Mahakamah Agung RI. Yang mana kemudian Bapak Edi Yulianto SH. MH. memberikan sebuah catatan / pendapat dan diberi “cap Mahakamah Agung RI”. Lalu oleh pihak Manajemen PT. Indosiar Visual Mandiri dianggap hanya sebagai “pendapat pribadi”, bukan pendapat seorang Pejabat Lembaga Yudikatif, yakni Pejabat Biro Hukum & Humas Mahkamah Agung RI. Hal ini menunjukkan sikap Arogan, semena-mena dan sama sekali tidak menghargai Aparatur Hukum Negara di Republik Indonesia Tercinta ini.
Padahal apa yang disampaikan oleh Bapak Edi Yulianto SH. MH. adalah sebuah catatan yang umum dan biasa berlaku di Mahkamah Agung RI. Seperti dikutip berikut ini:
“Bahwa informasiperkara MA yang ada di website MA merupakan Infromasi terkini perkara, tidak mempunyai nilai otentik.”
Lalu kemudian dinyatakan lagi “Adapun yang menyangkut Putusan resmi dari Mahkamah Agung adalah melalui Pengadilan Negeri setempat, setelah adanya pemberitahuan dari Pengadilan Negeri Setempat.”
Sabtu, 14 Mei 2011
PENGURUS SEKAR INDOSIAR MENJADI SAKSI KORBAN PHK ATAS ALASAN EFISIENSI
Untuk kesekian kalinya PARA PEJUANG SEKAR INDOSIAR menerobos tembok-tembok yang merintangi dan membatasi guna meraih capaian-capaian besar yang dapat merontokkan Keangkuhan, dan stigma Arogan yang berlaku saat ini. Stigma bahwa Karyawan/Pekerja adalah pihak yang tidak mempunyai kekuatan Uang. Jadi sudah dipastikan akan kalah dan akan jadi korban, bila berperkara dengan pihak Pengusaha/Manajemen Perusahaan. Dimana Karyawan/Pekerja tidak akan pernah bisa memenangkan sebuah perkara Hukum.
Handoko Direktur Utama PT. Indosiar Visual Mandiri pernah berucap pada Pengurus SEKAR Indosiar "berapapun Pengacara yang akan kalian bawa (SEKAR Indosiar, red). Perusahaan siap untuk menghadapinya." Sebuah kata jumawa yang sangat mengagungkan kekuatan Uang.
Pada hari Senin tanggal 9 Mei 2011, Mahkamah Konstitusi (MK) Republik Indonesia mengggelar Pleno Sidang Judicial Review atas Pasal 164 ayat (3) UU No. 13 Tahun 2003 tentang PHK karena alasan Efisiensi. Gugatan ini diajukan oleh Serikat Pekerja Hotel Papandayan Bandung. Dimana 38 (tiga puluh delapan) orang karyawan Hotel Papandayan Bandung digugat PHK karena alasan EFISIENSI (Pasal 164 ayat (3) UU No. 13 Tahun 2003, oleh Surya Paloh, pendiri dan tokoh Nasional Demokrat ini, dan sangat berambisi besar untuk maju menjadi Calon Presiden pada tahun 2014..
Bila ditinjau lebih dalam bunyi dari Pasal 164 ayat (3) ini adalah "Pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja/buruh karena perusahaan tutup bukan karena mengalami kerugian 2 (dua) tahun berturut-turut atau bukan karena keadaan memaksa (force majeur) tetapi perusahaan melakukan efisiensi, dengan ketentuan pekerja/buruh berhak atas uang pesangon sebesar 2 (dua) kali ketentuan Pasal 156 ayat (2), uang penghargaan masa kerja sebesar 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (3) dan uang penggantian hak sesuai sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (4)."
Kalimat "...tetapi perusahaan melakukan efisiensi." ini banyak dipelintir oleh para Pengacara/Kuasa Hukum yang membela pengusaha/manajemen perusahaan. Sedang bunyi lengkap atas Pasal 164ayat (3) ini sangat terang-terangan dikebiri oleh para Mafia Hukum yang gentayangan di PHI Jakarta dan juga di seluruh Indonesia.
Kalimat lengkap dan mutlak dari Pasal dari Pasal 164 ayat (3) ini diabaikan atau ditiadakan. Seperti dikutip berikut ini "Pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja/buruh karena PERUSAHAAN TUTUP...". Jadi syarat utama PHK yang SAH dengan menggunakan pasal ini adalah Perusahaan HARUS TUTUP.
Sementara perusahaan Televisi PT. Indosiar Visual Mandiri yang dipimpin oleh Handoko TIDAK TUTUP. Dan hal yang sama juga pada perusahaan Hotel Papandayan Bandung yang dipimpin oleh Surya Paloh TIDAK TUTUP. Demikian pula dengan segudang perkara lain yang ada digelar di Pengadilan Hubungan Industrial.
Modus PHK dengan menggunakan Pasal 164 ayat (3) ini banyak sekali ditemukan di PHI seluruh Indonesia. Aroma yang sangat kental bila ditelusuri adalah Upaya Sistematis guna menggembosi atau memberangus Pengurus beserta Aktivis sebuah Serikat Pekerja.
Yanri Silitonga Sekretasis SEKAR Indosiar dalam paparannya di Persidangan menyatakan bahwa "Mediasi yang sudah dilakukan di Kemenakertrans RI dan 3 kali di Komisi IX DPR RI adalah untuk memediasi SEKAR Indosiar dengan pihak Manajemen PT. Indosiar guna membahas tuntutan Hak Normatif karyawan Indosiar seperti: mengenai pembayaran Upah harus diatas UMP, Jamsostek harus merata diberikan, Karyawan Kotrak yang sudah lebih 3 tahun harus diangkat jadi karyawan tetap, Jenjang karir harus jelas dan transparan, dll. Luar biasanya pihak Manajemen PT. Indosiar mengabaikan Lembaga Eksekutif/ Pemerintah yakni Menteri Muhaimin Iskandar beserta Pejabat Tinggi di Kemenakertrans RI. Juga melecehkan Lembaga Legislatif yakni Ketua Komisi IX DPR RI, Dr. Ribka Tjiptaning, beserta dengan para Anggota Komisi IX DPR RI."
Lanjut papar Sekretaris SEKAR Indosiar ini "Bila kami yang bekerja di Media saja diperlakukan PHK semena-mena dan arogan, bagaimana pula dengan Pekerja lain yang jauh dari sorotan Media dan tidak punya link dengan Pejabat atau Lembaga Berwenang di Republik Indonesia ini. Kamis pagi saya dapat undangan mediasi bipartit. Lalu sorenya dikasih lagi undangan bipartit kedua dan ketiga untuk membicarakan putusan PHK esok harinya, yakni hari Jumat. Tapi akhirnya mundur jadi hari Senin. Bagaiman bisa membicarakan Putusan PHK hanya dalam waktu3 hari. Saat saya Menolak PHK, lalu pihak Manajemen Indosiar menjatuhkan sanksi SKORSING. Padahal saya tidak pernah ada masalah denganperformace kerja dan kedisiplinan." Senin
Dicky Irawan selaku Ketua SEKAR Indosiar dalam kesaksiaannya mengatakan bahwa "PHK terhadap kami mengada-ada alasannya. Hari Jumat teman-teman Cleaning Service dan Sopir di PHK, Hari Minggu sudah pekerjaannya sudah digantikan oleh tenaga kerja dari outsourcing. Tidak ada juga alasan dan capaian PHK yang mendasari Gugatan PHK oleh Manajemen Indosiar. Hampir semua 300 orang karyawan Indosiar yang di PHK adalah Anggota kami. Nyaris tidak anggota Serikat Pekerja Tandingan (SEKAWAN Indosiar) yang terkena PHK. Dan yang luar biasanya Majelis Hakim PHI Jakarta juga menyetujui PHK atas dasar Pasal 164 ayat (3) yang tidak berdasar ini. Karena hingga sekarang Perusahaan Televisi PT. Indosiar Visual Mandiri masih berjalan. Dan Laporan Keuangan tahun 2008 dan 2009 PT. Indosiar Visual Mandiri memperoleh UNTUNG."
Sudah saatnya Pasal 164 ayat (3) UU No. 13 Tahun 2003 ini dihapus. Bila tidak dihapus, maka akan semakin banyak korban-korban PHK berikutnya.
Handoko Direktur Utama PT. Indosiar Visual Mandiri pernah berucap pada Pengurus SEKAR Indosiar "berapapun Pengacara yang akan kalian bawa (SEKAR Indosiar, red). Perusahaan siap untuk menghadapinya." Sebuah kata jumawa yang sangat mengagungkan kekuatan Uang.
Pada hari Senin tanggal 9 Mei 2011, Mahkamah Konstitusi (MK) Republik Indonesia mengggelar Pleno Sidang Judicial Review atas Pasal 164 ayat (3) UU No. 13 Tahun 2003 tentang PHK karena alasan Efisiensi. Gugatan ini diajukan oleh Serikat Pekerja Hotel Papandayan Bandung. Dimana 38 (tiga puluh delapan) orang karyawan Hotel Papandayan Bandung digugat PHK karena alasan EFISIENSI (Pasal 164 ayat (3) UU No. 13 Tahun 2003, oleh Surya Paloh, pendiri dan tokoh Nasional Demokrat ini, dan sangat berambisi besar untuk maju menjadi Calon Presiden pada tahun 2014..
Bila ditinjau lebih dalam bunyi dari Pasal 164 ayat (3) ini adalah "Pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja/buruh karena perusahaan tutup bukan karena mengalami kerugian 2 (dua) tahun berturut-turut atau bukan karena keadaan memaksa (force majeur) tetapi perusahaan melakukan efisiensi, dengan ketentuan pekerja/buruh berhak atas uang pesangon sebesar 2 (dua) kali ketentuan Pasal 156 ayat (2), uang penghargaan masa kerja sebesar 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (3) dan uang penggantian hak sesuai sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (4)."
Kalimat "...tetapi perusahaan melakukan efisiensi." ini banyak dipelintir oleh para Pengacara/Kuasa Hukum yang membela pengusaha/manajemen perusahaan. Sedang bunyi lengkap atas Pasal 164ayat (3) ini sangat terang-terangan dikebiri oleh para Mafia Hukum yang gentayangan di PHI Jakarta dan juga di seluruh Indonesia.
Kalimat lengkap dan mutlak dari Pasal dari Pasal 164 ayat (3) ini diabaikan atau ditiadakan. Seperti dikutip berikut ini "Pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja/buruh karena PERUSAHAAN TUTUP...". Jadi syarat utama PHK yang SAH dengan menggunakan pasal ini adalah Perusahaan HARUS TUTUP.
Sementara perusahaan Televisi PT. Indosiar Visual Mandiri yang dipimpin oleh Handoko TIDAK TUTUP. Dan hal yang sama juga pada perusahaan Hotel Papandayan Bandung yang dipimpin oleh Surya Paloh TIDAK TUTUP. Demikian pula dengan segudang perkara lain yang ada digelar di Pengadilan Hubungan Industrial.
Modus PHK dengan menggunakan Pasal 164 ayat (3) ini banyak sekali ditemukan di PHI seluruh Indonesia. Aroma yang sangat kental bila ditelusuri adalah Upaya Sistematis guna menggembosi atau memberangus Pengurus beserta Aktivis sebuah Serikat Pekerja.
Yanri Silitonga Sekretasis SEKAR Indosiar dalam paparannya di Persidangan menyatakan bahwa "Mediasi yang sudah dilakukan di Kemenakertrans RI dan 3 kali di Komisi IX DPR RI adalah untuk memediasi SEKAR Indosiar dengan pihak Manajemen PT. Indosiar guna membahas tuntutan Hak Normatif karyawan Indosiar seperti: mengenai pembayaran Upah harus diatas UMP, Jamsostek harus merata diberikan, Karyawan Kotrak yang sudah lebih 3 tahun harus diangkat jadi karyawan tetap, Jenjang karir harus jelas dan transparan, dll. Luar biasanya pihak Manajemen PT. Indosiar mengabaikan Lembaga Eksekutif/ Pemerintah yakni Menteri Muhaimin Iskandar beserta Pejabat Tinggi di Kemenakertrans RI. Juga melecehkan Lembaga Legislatif yakni Ketua Komisi IX DPR RI, Dr. Ribka Tjiptaning, beserta dengan para Anggota Komisi IX DPR RI."
Lanjut papar Sekretaris SEKAR Indosiar ini "Bila kami yang bekerja di Media saja diperlakukan PHK semena-mena dan arogan, bagaimana pula dengan Pekerja lain yang jauh dari sorotan Media dan tidak punya link dengan Pejabat atau Lembaga Berwenang di Republik Indonesia ini. Kamis pagi saya dapat undangan mediasi bipartit. Lalu sorenya dikasih lagi undangan bipartit kedua dan ketiga untuk membicarakan putusan PHK esok harinya, yakni hari Jumat. Tapi akhirnya mundur jadi hari Senin. Bagaiman bisa membicarakan Putusan PHK hanya dalam waktu3 hari. Saat saya Menolak PHK, lalu pihak Manajemen Indosiar menjatuhkan sanksi SKORSING. Padahal saya tidak pernah ada masalah denganperformace kerja dan kedisiplinan." Senin
Dicky Irawan selaku Ketua SEKAR Indosiar dalam kesaksiaannya mengatakan bahwa "PHK terhadap kami mengada-ada alasannya. Hari Jumat teman-teman Cleaning Service dan Sopir di PHK, Hari Minggu sudah pekerjaannya sudah digantikan oleh tenaga kerja dari outsourcing. Tidak ada juga alasan dan capaian PHK yang mendasari Gugatan PHK oleh Manajemen Indosiar. Hampir semua 300 orang karyawan Indosiar yang di PHK adalah Anggota kami. Nyaris tidak anggota Serikat Pekerja Tandingan (SEKAWAN Indosiar) yang terkena PHK. Dan yang luar biasanya Majelis Hakim PHI Jakarta juga menyetujui PHK atas dasar Pasal 164 ayat (3) yang tidak berdasar ini. Karena hingga sekarang Perusahaan Televisi PT. Indosiar Visual Mandiri masih berjalan. Dan Laporan Keuangan tahun 2008 dan 2009 PT. Indosiar Visual Mandiri memperoleh UNTUNG."
Sudah saatnya Pasal 164 ayat (3) UU No. 13 Tahun 2003 ini dihapus. Bila tidak dihapus, maka akan semakin banyak korban-korban PHK berikutnya.
Langganan:
Postingan (Atom)