JAKARTA, KOMPAS.com - Perusahaan media massa diingatkan untuk konsisten membela prinsip kebebasan pers, termasuk membela para jurnalis yang mengalami tekanan atau kekerasan di lapangan saat sedang meliput. Peringatan itu perlu menjadi perhatian mengingat terdapat kecenderungan kalangan pengusaha media massa justru menerapkan semacam standar ganda dalam menyikapi persoalan seperti itu sehingga mengesankan mereka bersikap hipokrit.
Ujung tombak perusahaan media massa bukan di segi bisnis melainkan di kredibilitas news room.
Akibatnya, ujar Ketua Umum Aliansi Jurnalis Indepen (AJI) Nezar Patria, Selasa (1/6/2010), saat berhadapan dengan gugatan yang bisa berkonsekuensi hukuman material berupa uang berjumlah besar, perusahaan media massa bersikap sangat progresif memperjuangkan kebebasan pers.
"Akan tetapi ketika yang menghadapi masalah itu jurnalis mereka di lapangan, misalnya mengalami kekerasan saat meliput atau terkait pemberitaan, perusahaan media massa ersikap sangat konservatif dan malah cenderung tidak membela wartawannya secara serius," ujar Nezar.
Kondisi seperti itu menurut Nezar sangat lah ironis. Padahal jurnalis adalah ujung tombak pemberitaan di media massa. Patut diingat, kebebasan pers tidak hanya ditunjang oleh perusahaan media massa yang kuat melainkan juga disokong oleh para jurnalisnya.
Sementara itu saat dihubungi terpisah Ketua Komisi Pengaduan Masyarakat dan Penegakan Etika Dewan Pers, Agus Sudibyo menegaskan idealnya setiap kali muncul ancaman terhadap wartawan, reaksi pembelaan pertama kali seharusnya justru datang dari media tempat jurnalis itu bekerja.
Namun pada praktiknya selama ini pihak-pihak yang paling getol membela dan mengadvokasi wartawan korban kekerasan justru dari kalangan asosiasi profesi wartawan atau dari lembaga swadaya masyarakat (LSM) pers. "Saya lihat sih ya, bagus saja. Namun kan idealnya reaksi pertama harus dari medianya sendiri. Karena logikanya, saat meliput seorang wartawan kan mewakili institusi media massa tempatnya bekerja," ujar Agus.
Agus juga mengingatkan perusahaan media massa agar memahami, profesionalisme wartawannya sangat tergantung pada sejauh mana independensi, keamanan, serta kesejahteraan mereka terjamin. Semakin profesional wartawan maka akan semakin tinggi kredibilitas serta kualitas media massa yang bersangkutan. "Ujung tombak perusahaan media massa bukan di segi bisnis melainkan di kredibilitas news room. Jadi sudah seharusnya sensibilitas perusahaan media massa ke keselamatan dan kesejahteraan para wartawannya sama tinggi dengan sensibilitas mereka terhadap aspek-aspek bisnis," ujar Agus.
UPDATE - SIDANG PERDATA ANTI BERSERIKAT DI PN JAKARTA BARAT
PADA SELASA TANGGAL 18 JANUARI 2011 JAM 14.30 WIB, HAKIM KETUA JANNES ARITONANG S.H. MEMBACAKAN ISI PUTUSAN GUGATAN PERDATA ANTI BERSERIKAT (UNION BUSTING), PERKARA NO. 207/PDT.G.2010/JAK.BAR. MAJELIS HAKIM BERPENDAPAT BAHWA "PENGGUGAT MAMPU MEMBUKTIKAN POKOK GUGATANNYA." TERHADAP TERGUGAT MANAJEMEN PT. INDOSIAR VISUAL MANDIRI YANG DIPIMPIM HANDOKO.
DAN MEMBAYAR DWANGSOM RP. 2 JUTA PER HARI, ATAS KETERLAMBATAN PELAKSANAAN HUKUMAN INI.
MARI TEMAN-TEMAN SEKAR INDOSIAR DAN TEMAN-TEMAN MEDIA UNTUK HADIR DALAM PERSIDANGAN PERDATA INI.
Selasa, 01 Juni 2010
Perusahaan Media Massa Diingatkan untuk Konsisten Membela Prinsip Kebebasan Pers
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar