UPDATE - SIDANG PERDATA ANTI BERSERIKAT DI PN JAKARTA BARAT
PADA SELASA TANGGAL 18 JANUARI 2011 JAM 14.30 WIB, HAKIM KETUA JANNES ARITONANG S.H. MEMBACAKAN ISI PUTUSAN GUGATAN PERDATA ANTI BERSERIKAT (UNION BUSTING), PERKARA NO. 207/PDT.G.2010/JAK.BAR. MAJELIS HAKIM BERPENDAPAT BAHWA "PENGGUGAT MAMPU MEMBUKTIKAN POKOK GUGATANNYA." TERHADAP TERGUGAT MANAJEMEN PT. INDOSIAR VISUAL MANDIRI YANG DIPIMPIM HANDOKO.
DAN MEMBAYAR DWANGSOM RP. 2 JUTA PER HARI, ATAS KETERLAMBATAN PELAKSANAAN HUKUMAN INI.
MARI TEMAN-TEMAN SEKAR INDOSIAR DAN TEMAN-TEMAN MEDIA UNTUK HADIR DALAM PERSIDANGAN PERDATA INI.
Kamis, 29 Juli 2010
WAGIRAH MENGABDI 15 TAHUN DI INDOSIAR MALAH DI PHK SECARA BIADAB
Wagirah namanya. Karyawan Cleaning Service yang telah bekerja di areal kerja PT. Indosiaahun 1995. Dia bercerita bahwa nasibnya telah diping-pong dengan semena-mena oleh Manajemen PT. Indosiar Visual Mandiri. Dia yang awalnya melamar kerja di PT. Indosiar Visual MAndiri, lalu kemudian ditempatkan dibagian Cleaning Service. Pada mulanya dia berharap ini adalah awal karirnya, yang kelak bilamana bekerja secara jujur dan baik, kelak akan diangkat menjadi karyawan tetap.
Harapan itu membuncah di dada saat dia dipercaya menjadi Staf Administrasi di Bagian Transportasi Departemen General Affair. Pekerjaan itu dilakukannya selama lebih dari 2 tahun dengan ketidak jelasan status. Upah masih tetap Upah seragam kuning cleaning service. Sementara tanggung jawab kerja sudah lebih dari itu. Sama sekali tidak ada penilaian yang adil dan transparan atas kerja dan kejujuran yang dia pegang teguh selama ini. Tak sepeserpun ia mencari keuntungan dari jabatannya.
Lalu secara tiba-tiba dan alasan tidak jelas Wagirah dipindah ke Bagian Kantin di Departemen General Affair. Tak secuil surat pun ia dapatkan mengenai pemindahan tugas ini. Upah yang diterima setiap bulannya masih tetap sama dengan upah seorang seragam kuning. Jam kerja semakin tidak jelas. Karena selama bekerja di Kantin, pekerjaan semakin lebih sering hingga larut malam. Masuk jam 8 pagi, lalu terus lanjut hingga 2 dini hari, saat program live selesai di Studio Indosiar. Besoknya pagi-pagi sudah bekerja kembali di Kantin Indosiar. Tidak ada perhitungan lembur yang jelas. Sementara karyawan tidak bisa menolak jam kerja yang sangat tidak manusiawi ini.
Ironisnya upah yang diterima setiap bulannya, walau sudah ditambah dengan uang insentif lembur yang tidak jelas hitungannya ini, tetap saja Upah yang dibawa kerumah setiap tanggal 25 tidak pernah bisa menembus Rp. 1 juta. Padahal besaran Upah Minimum Propinsi (UMP) DKI adalah Rp. 1,067 Juta Rupiah tahun 2009.
Lalu dia memberanaikan diri untuk menjadi anggota Serikat Karyawan (Sekar)Indosiar. Karena Sekar Indosiar mau mendengar keluhan para serdadu kuning ini. Harapannya mereka dapat dikasih Upah secara layak, dapat Jamsostek, jam kerja sehari-hari menjadi jelas berikut perhitungan lemburnya. Dan pilihannya menjadi mantap, karena pengurus Sekar Indosiar benar-benar mau mempejuangkan mereka.
Lalu Wagirah juga menyatakan bahwa banyak juga teman-teman yang senasib dengan dia. "Status teman-teman sebagai Kontrak yang tidak ada ujungnya. Upah juga sama dengan pasukan kebersihan. Sementara beban pekerjaan sudah beda sekali. Ada yang menjadi kurir (mesenger), office boy, tenaga photograper dan bahkan ada yang menjadi tenaga administrasi di Divisi Finance dan Akunting." IRONIS-nya Status pekerjaan mereka tetap Tenaga Kebersihan dan Upah dibawah UMP.
Wagirah yang sudah bekerja lebih dari 15 tahun saja hanya mendapat Upah +/- Rp. 900 ribu, apalagi bagi para pasukan kuning yang baru masuk kerja. "setahu saya sich Upah anak cleaner yang baru sekitar Rp. 700 ribu." katanya.
"saya tidak bisa terima di PHK secara biadab seperti ini." ujar Wagirah menahan emosi. "Sudah lama mengabdi, kok di PHK seperti kita ini pelaku terorisme. Dibawa mutar-mutar. Katanya mau meeting di Indocement (maksudnya Wisma Indocement). Ada pengawalan Yongky dan kawan-kawan (maksudnya tenaga bodyguard bayaran). Kita di jam (maksudnya akses telepon selular di block secara lokal). Lalu terus disodori PHK sepihak. Harus tanda tangan saat itu juga. Kalau tidak tanda tangan, katanya uangnya akan tidak dapat sebesar ini (maskudnya besaran uang yang telah disodorkan). Pokoknya nyesek banget." urai Wagirah secara detail.
Selanjutnya Wagiran mengatakan bahwa mereka dan teman-teman dari Dubber (sulih suara) akan melakukan perlawan hukum. Mereka sudah mengkuasakannya ke PBHI (Perhimpunan Bantuan Hukum Indonesia). "kami sudah memberi kuasa dengan Pak Totok dan kawan-kawan." serunya. "Pak Hendardi (pengacara Xanana Gusmao pejuang Timor Leste, red) sudah meminta agar kasus kami ini untuk serius ditangani." Wagirah menjelaskan bangga.
"Saat ini PBHI sudah mengajukan beberapa kali pertemuan bipartit sich. Dan pihak Manajemen PT. Indosiar belum ada tanggapan. Pokoknya saya dan teman-teman akan terus berjuang. Karena kami sudah lama bekerja dan mengabdi di PT. Indosiar. Hal ini harus diperhitungkan." tutur Wagirah menutup pembicaraan.
DUPLIK TAK BEDA DENGAN JAWABAN
Kuasa Hukum dari Tergugat perkara Anti Berserikat (union busting) yang telah disampaikan dalam sidang Rabu tanggal 28 Juli 2010 dihadapan Majelis Hakim PN Jakarta Barat tidak berbeda dengan materi "Jawaban" atas Pokok Perkara Gugatan Anti Berserikat yang telah disampaikan oleh Tim Pengacara dari Manajemen Indosiar dari Kemalsjah and Associates.
Dalam Dupliknya kuasa hukum Tergugat 1 Handoko selaku Direktur PT. Indosiar Visual Mandiri masih berkutat di dalil bahwa perkara yang terjadi adalah ranah perkara Perselisihan Hubungan Industrial (PHI), padahal Eksespsi tentang kompetensi Absolut atas Perkara Perdata Anti Berserikat (union busting) ini telah ditolak oleh Majelis Hakim yang di Ketuai oleh Jannes Aritonang..
Sudah seharusnya tim Pengacara Indosiar untuk fokus membahas Pokok Perkara Perbuatan Melawan Hukum (PMH) yakni pelanggaraan Pasal 28 UU No. 21 tahun 2000 tentang Serikat Pekerja. Kuasa Hukum Tergugat tidak dapat lagi menghindar atau mencoba mengaburkan Pokok Perkara. Suka atau tidak suka, tepaksa atau tidak terpaksa, sebal atau tidak sebal, Kuasa Hukum Direktur Utama PT. Indosiar Handoko sudah tidak dapat lagi menghindar guna membuat dalil yang dapat menangkisan dalil Pokok Perkara atas Gugatan Union busting yang disampaikan oleh Sholeh Ali, SH dan rekan dari LBH Pers selaku Kuasa Hukum Pengurus Sekar Indosiar. Karena sudah sangat jelas dan benderang bahwa Manajemen PT. Indosiar Visual Mandiri
telah melakukan Perbuatan Melawan Hukum dengan menghalang-halangi karyawan PT. Indosiar yang tergabung dalam SEKAR Indosiar untuk menjalankan aktivitasnya sebagai serikat pekerja.
Selanjutnya tim pengacara Tergugat 2 Triandy Suyatman ini juga masih mengulang dalil bahwa karena belum adanya Putusan Pidana atas Perbuatan Anti Berserikat (union busting) yang telah dilakukan oleh Manajemen PT. Indosiar. Maka menurut dalil Kuasa Hukum Tergugat 2 ini bahwa Perbuatan Melawan Hukum yang telah dilakukan oleh para Tergugat belum terbukti. Padahal tidak ada keharusan bahwa harus ada pembuktian Putusan Pidana terlebih dahulu baru kemudian Perkara Perdata Anti Berserikat (union busting) dapat dilakukan. Tokh dalil Eksepsi Kompetensi Absolut dari Tim Kuasa Hukum Tergugat 2 Triandy Suyatman selaku Direktur News Program dan Tergugat 1 Handoko selaku Direktur Utama PT. Indosiar, semua sudah ditolak saat Putusan Sela yang telah dibacakan oleh Hakim Ketua Jannes Aritonang tanggal 1 Juli 2010.
Selanjutnya sidang akan dilanjutkan pada Rabu tanggal 4 Agustus 2010 jam 11 WIB di PN Jakarta Barat Tomang. Pihak Pengugat Pengurus Sekar Indosiar, Dicky Irawan dkk, melalui Kuasa Hukumnya dari LBH Pers, Sholeh Ali dkk, akan menyampaikan bukti-bukti sehubungan dengan Tindakan para Tergugat yang bertentangan dengan Hukum Indonesia, yakni PMH atas Kemerdekaan untuk Berserikat dan Berkumpul sebagai sebuah serikat pekerja.
Apalagi disaat Pengurus Sekar Indosiar sedang memperjuangkan implementasi Hak-Hak Normatif Karyawan PT. Indosiar yang ada dasar Undang-undangnya, seperti pembayaran upah diatas UMP DKI, Kepesertaan Jamsostek yang merata, Skala penggajian yang sesuai dengan Pasal 94 UU No. 13 Tahun 2003, pengangkatan karyawan menjadi karyawan tetap bagi pekerja yang telah bekerja sebagai karyawan kontrak lebih dari 3 tahun, pembayaran upah lembur yang sesuai dengan Kepmen 102 tahun 2004 tentang Perhitungan Upah Lembur dan Kenaikan Gaji Pokok bagi karyawan PT. Indosiar.
Rabu, 28 Juli 2010
ANALISA LAPORAN KEUANGAN INDOSIAR DICOBA UNTUK DIKABURKAN
Laporan Keuangan PT. Indosiar Karya Media tahun 2009 dan 2008 telah dimuat di beberapa Harian Nasional. Telah dicoba untuk dikaburkan oleh Penggugat Manajemen PT. Indosiar. Adapun beberapa coba dibahas seperti yang diuraikan berikut ini:
1. PT. Indosiar Karya Media yang hanya mempunyai satu anak perusahaan, yakni PT. Indosiar Visual Mandiri. Dalam Laporan Keuangan yang telah di Publish di Media, dapat terlihat jelas bahwa PT. Indosiar memperoleh Laba Bersih pada tahun 2009 sebesar Rp. 8.513.000.000 dan tahun 2008 sebesar Rp. 19.565.000.000.
2. Sedang nilai Asset Tidak Lancar (Tanah, Gedung dan Peralatan) PT. Indosiar Karya Media mengalami penurunan drastis, dimana tahun 2008 ada sebesar Rp. 629.012.000.000. Lalu turun menjadi Rp. 571.716.000.000.
- Hal ini terjadi karena ada penurunan drastis atas Asset Tetap (Tanah dan Gedung) milik PT. Indosiar Karya Media. Tahun 2008 ada sebesar Rp. 358.017.000.000 menjadi sebesar Rp. 323.562.000.000 untuk tahun 2009.
- Sedang Asset (peralatan) milik PT. Indosiar Visual Mandiri nilainya mengalami kemerosotan yang sangat dalam. Pada tahun 2008 nilai penyusutannya adalah Rp. 656.786.000 dan tahun 2009 semakin parah menjadi sebesar Rp. 703.081.000.
-Tapi disisi lain PT. Indosiar Karya Media masih dapat terus melakukan ekspansi pembangun Gedung baru, seperti adanya poin dalam Neraca Konsolidasi tentang Uang Muka Pembelian Asset Tetap sebesar Rp. 9.990.000.000 tahun 2008, sedang tahun 2009 membengkak menjadi Rp. 11.823.000.000
3. Tapi uniknya PT. Indosiar Karya Media malah mempunyai peningkatan Piutang Usaha, yakni pada tahun 2008 sebesar RP. 227.743.000.000 dan pada tahun 2009 membengkak menjadi Rp. 303.933.000.000.
4. Walau PT. Indosiar Karya Media dapat membayar cicilan Hutang Jangka Panjangnya setiap tahunnnya, untuk tahun 2008 sebesar Rp. 100 milyar dan tahun 2009 sebesar Rp. 115 milyar. Tapi Hutang Jangka Panjang PT. Indosiar Karya Media terus kian membengkak dari Rp. 375.000.000.000 tahun 2008 menjadi Rp. 450.000.000.000 tahun 2009. Ini menunjukkan bahwa PT. Indosiar Visual Mandiri masih aktif dan berjalan baik. Karena perusahaan ini masih terus bisa menambah Investasi dalam pengembangan usahanya. Seperti Pembangunan Studio Zona E beserta peralatan baru untuk Mega Studio ini dan Pembangunan Gedung Kuliah ATKI, .
Dengan demikian alasan perusahaan melakukan tindakan PHK atas alasan EFISIENSI, menjadi sangat jelas bertentangan dengan pasal 164 UU No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Dimana PHK dengan alasan Efisiensi harus dibuktikan oleh Akuntan Publik dimana perusahaan tersebut telah mengalami kerugian dalam masa 2 (dua) tahun berturut-turut.
Sedang Auditor dari Eddy Prakarsa Permana dan Siddharta, Deswan PL Tobing dalam kesaksiannya dalam Sidang Gugatan PHK atas 22 orang Aktivis dan Pengurus Sekar Indosiar, dengan tegas dan benderang mengatakan bahwa PT. Indosiar Karya Media yang hanya mempunyai satu anak perusahaan yang bernama PT. Indosiar Visual Mandiri yang dipimpin oleh Handoko, memperoleh Keuntungan/Laba Bersih dalam Operasional Usahanya pada tahun 2008 dan 2009 (TITIK!).
Selasa, 27 Juli 2010
KERUGIAN 2 TAHUN TERAKHIR PT. INDOSIAR VISUAL MANDIRI TIDAK TERBUKTI
Persidangan Perselisihan Hubungan Industrial (PHI) kembali dilanjutkan Selasa tanggal 27 Juli 2010. Majelis Hakim menyidangkan perkara antara Manajemen PT. Indosiar Visual Mandiri (Direktur Utamanya Handoko) dengan 22 orang karyawan PT. Indosiar yang kesemuanya adalah Aktivis dan Pengurus Serikat Karyawan (Sekar) Indosiar.
Persidangan yang kali ini dilaksanakan molor dari biasanya, pihak Penggugat Direktur Utama PT. Indosiar Visual Mandiri Handoko, melalui kuasa hukumnya menghadirkan saksi dari Auditor Akuntan Publik Eddy Prakarsa Permana dan Siddharta (EPPS) yakni Deswan PL. Tobing SE, Ak, BAP.
Sementara PT. Indosiar Visual Mandiri yang dipimpin oleh Handoko ini, mengakui bahwa Gugatan PHK yang dijatuhkan terhadap lebih dari 300 orang karyawan PT. Indosiar adalah dalam rangka efisiensi dimana perusahaan PT. Indosiar Visual Mandiri sedang mengalami kerugian dalam operasional usahanya.
Sedang dalam kesaksiannya Auditor dari EPPS mengakui bahwa PT. Indosiar Karya Media Tbk. Holding dari PT. Indosiar Visual Mandiri mengalami LABA pada 2 (dua) tahun terakhir, yakni tahun 2008 dan tahun 2009. Dimana keuntungan tahun 2008 sebesar Rp. 19.564.753.721 dan tahun 2009 sebesar Rp. 8.513.147.709.
Menurut UU No. 13 Tahun 2003 pasal 164 ayat (2) dikutip berbunyi sebagai berikut: “Kerugian perusahaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dibuktikan dengan laporan keuangan 2 (dua) tahun terakhir yang telah diaudit oleh akuntan publik.”
Dengan demikian alasan efisiensi yang diajukan oleh Penggugat Handoko sebagai Direktur Utama PT. Indosiar Visual Mandiri oleh karena alasan PT. Indosiar melakukan Efisiensi sesuai dengan Pasal 164 UU No. 13 tahun 2003, tidak perlu ada pembuktikan lebih lanjut.
Minggu, 25 Juli 2010
Cuplik: Pemerintah Diminta Lindungi Kebebasan Berserikat
www.bataviase.co.id
07 Jun 2010
JAKARTA - Serikat Buruh Sejahtera Indonesia meminta Kementerian Tenaga Kerja melindungi kebebasan berserikat dan berunding para pekerja. Ketua Serikat Buruh Sejahtera Indonesia Rekson Silaban mengatakan sedikitnya perjanjian kerja bersama antara lain lantaran perusahaan anti terhadap serikat buruh.
Menurut Rekson, hubungan industrial akan harmonis jika konflik industri dapat diselesaikan di tingkat perusahaan. "Perjanjian kerja bersama itu adalah mekanisme preventif dalam menangani masalah karena disepakati secara sukarela," katanya.
Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Muhaimin Is-kandar pekan lalu mengimbau pengusaha menjalin hubungan yang harmonis dengan serikat pekerja. Hubungan yang harmonis akan bisa terjalin dengan adanya perjanjian kerja bersama yang bertujuan menjalin dan membangun industrial yang kondusif antara serikat pekerja dan perusahaan. "Perusahaan yang sudah melakukan perjanjian kerja bersama masih sangat sedikit, kira-kira 15 persen. Padahal perjanjian kerja adalah semangat membangun produktivitas dan hubungan industrial secara dini," katanya.
Muhaimin sebelumnya mengatakan jumlah penganggur terbuka di Indonesia sebanyak 8,75 juta orang atau 7,5 persen dari total jumlah pen-duduk. Untuk mengurangi angka pengangguran, dia meminta pengusaha dan serikat pekerja menjalin hubungan yang harmonis. "Kalau perusahaannya maju, akan dapat membuka kesempatan kerja bagi yang lain," katanya pekan lalu.
Saat ini jumlah perusahaan yang sudah melakukan perjanjian kerja bersama baru 15 persen. Data kementerian menyebutkan, mulai April 2010, dari 200 ribu perusahaan, hanya 16.667 perusahaan yang sudah menandatangani perjanjian kerja bersama. Perjanjian berisi hak serta kewajiban pekerja dan pengusaha. Di dalamnya juga disebutkan penerapan sistem remunerasi berbasis kinerja, (us ruus)
Sumber: http://bataviase.co.id/node/240617
07 Jun 2010
JAKARTA - Serikat Buruh Sejahtera Indonesia meminta Kementerian Tenaga Kerja melindungi kebebasan berserikat dan berunding para pekerja. Ketua Serikat Buruh Sejahtera Indonesia Rekson Silaban mengatakan sedikitnya perjanjian kerja bersama antara lain lantaran perusahaan anti terhadap serikat buruh.
Menurut Rekson, hubungan industrial akan harmonis jika konflik industri dapat diselesaikan di tingkat perusahaan. "Perjanjian kerja bersama itu adalah mekanisme preventif dalam menangani masalah karena disepakati secara sukarela," katanya.
Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Muhaimin Is-kandar pekan lalu mengimbau pengusaha menjalin hubungan yang harmonis dengan serikat pekerja. Hubungan yang harmonis akan bisa terjalin dengan adanya perjanjian kerja bersama yang bertujuan menjalin dan membangun industrial yang kondusif antara serikat pekerja dan perusahaan. "Perusahaan yang sudah melakukan perjanjian kerja bersama masih sangat sedikit, kira-kira 15 persen. Padahal perjanjian kerja adalah semangat membangun produktivitas dan hubungan industrial secara dini," katanya.
Muhaimin sebelumnya mengatakan jumlah penganggur terbuka di Indonesia sebanyak 8,75 juta orang atau 7,5 persen dari total jumlah pen-duduk. Untuk mengurangi angka pengangguran, dia meminta pengusaha dan serikat pekerja menjalin hubungan yang harmonis. "Kalau perusahaannya maju, akan dapat membuka kesempatan kerja bagi yang lain," katanya pekan lalu.
Saat ini jumlah perusahaan yang sudah melakukan perjanjian kerja bersama baru 15 persen. Data kementerian menyebutkan, mulai April 2010, dari 200 ribu perusahaan, hanya 16.667 perusahaan yang sudah menandatangani perjanjian kerja bersama. Perjanjian berisi hak serta kewajiban pekerja dan pengusaha. Di dalamnya juga disebutkan penerapan sistem remunerasi berbasis kinerja, (us ruus)
Sumber: http://bataviase.co.id/node/240617
Sabtu, 24 Juli 2010
Mencermati Trik Tindakan Anti Serikat Pekerja
oleh : SAEPUL TAVIP
Presiden OPSI
Pengantar
Kendati Konvensi ILO No. 87 tahun 1948 tentang kebebasan berserikat (freedom of association) telah diratifikasi oleh Pemerintah Indonesia di tahun 1998 serta UU No 21 tahun 2000 telah lama disahkan, namun kenyataan di lapangan persoalan kebebasan berserikat masih menghadapi berbagai kendala yang sangat serius. Sikap kalangan Pengusaha terhadap keberadaan Serikat Pekerja masih sangat resisten. Pada umumnya mereka tidak suka dan tidak mau bila di Perusahaannya berdiri Serikat Pekerja.
Ini terkait dengan pandangan yang masih sangat miring terhadap serikat pekerja yang dianggapnya sebagai organisasi yang kerjanya menuntut dan jika tidak dipenuhi kerap melakukan aksi-aksi unjuk rasa, mogok atau demonstrasi.
Image yang buruk terhadap serikat pekerja ini diperkuat juga oleh peran mass media yang kerap memberitakan aksi-aksi unjuk rasa yang di belakangnya dimotori oleh Serikat Pekerja dan pasti yang diwawancara adalah Pemimpin Serikat Pekerjanya. Pemberitaan semacam ini semakin menimbulkan sikap alergi di kalangan Pengusaha. Akibatnya setiap upaya pembentukan serikat pekerja di tempat kerja kerap ditentang dengan berbagai cara.
Sebaliknya sangat jarang mass media memberitakan aktivitas serikat pekerja yang sangat konstruktif seperti kegiatan pendidikan dan pelatihan yang kerap dilakukan oleh sejumlah serikat pekerja, perundingan-perundingan dengan pihak Manajemen Perusahaan dalam rangka menyelesaikan berbagai permasalahan di tempat kerja melalui cara-cara persuasif, seminar-seminar, diskusi-diskusi yang bertujuan menggali berbagai informasi yang valid dan akurat tentang berbagai isu ketenagakerjaan, penilitian-penelitian, publikasi dan lain sebagainya.
Di satu sisi, kebebasan berserikat juga masih dipandang sebagai sekedar memberi ruang kebebasan bagi pekerja untuk mendirikan Serikat Pekerja tanpa disertai itikad baik untuk membuka ruang perundingan bagi serikat pekerja dalam menetapkan syarat-syarat kerja (working condition) di tempat kerja yang dituangkan dalam Perjanjian Kerja Bersama (PKB). Padahal Konvensi ILO No.98 sangat jelas akan adanya hak yang melekat dalam serikat pekerja untuk melakukan perundingan bersama (collective bargaining).
Sayangnya, tidak seperti Undang Undang Ketenagakerjaan (UUK) No.13 tahun 2003 dan Undang Undang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (UU PPHI) No. 2 tahun 2004 yang begitu gencar disosialisasikan oleh Pemerintah melalui Instansi Depnakertrans (biasanya bekerja sama dengan sebuah event organizer atau konsultan) melalui berbagai acara Seminar, Lokakarya dan sebagainya, sepertinya UU Serikat Pekerja/Serikat Buruh No. 21 tahun 2000 kurang mendapat perhatian dan animo Pemerintah untuk secara intensif disosialisasikan dan dikampanyekan kepada kalangan Pengusaha. Termasuk juga penting dan manfaatnya serikat pekerja bagi pengusaha dalam menciptakan iklim kerja yang sehat dan kondusif di Perusahaan melalui kerja sama yang berlandaskan nilai-nilai kemitraan serta implikasi hukum jika mereka menghalang-halangi karyawannya dalam berserikat.
Akibatnya, yang ada di kepala para pengusaha adalah pemahaman yang selalu miring terhadap serikat pekerja dan upaya penghalangan kepada setiap usaha pekerja membentuk serikat pekerja.
Sementara penegakan hukum terhadap pelanggaran kebebasan berserikat masih sanggat lemah. Entah sudah berapa banyak laporan yang disampaikan kepada aparat penegak hukum (Kepolisian) dan Pengawas Ketenagakerjaan yang akhirnya kandas hanya dengan alasan klasik : tidak cukup bukti.
Ada sejumlah modus operandi atau boleh dibilang trick yang biasa dilakukan oleh kalangan Pengusaha dalam rangka menghambat pembentukan atau perkembangan serikat pekerja yang sering disebut sebagai tindakan anti serikat pekerja (anti union action) atau lebih dikenal dengan istilah Union Busting, antara lain yaitu :
1. Membentuk Serikat Pekerja tandingan
Cara ini boleh dibilang cukup efektif untuk menciptakan perpecahan dan konflik horizontal di kalangan pekerja. Di sejumlah perusahaan, Manajemen melalui kaki tanggannya - biasanya karyawan di level Manajer - membentuk SP ini untuk menandingi keberadaan SP genuine yang dibentuk dari oleh dan untuk pekerja.
Ciri-ciri dari SP ini adalah mereka lebih membela kepentingan Manajemen, tak mau membuat konflik dengan Manajemen, sarat oleh intervensi dan banyak mendapat fasilitas dari Manajemen serta dipimpin oleh orang-orang yang dekat dengan Manajemen, yaitu para penjilat setia. Yang pasti serikat pekerja ini cuma jadi bonekanya Manajemen.
Beberapa kasus bahkan menunjukkan upaya dari Serikat Pekerja Tandingan untuk menggagalkan usaha Serikat Pekerja yang genuine dalam memperjuangkan aspirasi dan kepentingan pekerja. Tanpa malu-malunya mereka berani pasang badan.
2. Membentuk Club
Ada fenomena yang sekarang mulai berkembang, yaitu Manajemen tidak membentuk serikat pekerja tandingan, melainkan membentuk semacam Club karyawan yang tidak jarang fungsi dan peran yang dimainkannya hampir sama dengan serikat pekerja. Ini tentu saja untuk mengeleminir peran serikat pekerja yang ada yang pada akhirnya menimbulkan ketidak percayaan dari anggota.
Tidak jarang, pihak Manajemen lebih suka berkomunikasi dengan Club ketimbang dengan Serikat, dan kebanyakan pengurus Club berasal dari level Manajemen.
3. Mem-PHK Pengurus SP
Untuk membuat semacam shock terapi, Manajemen biasanya mencari-cari kesalahan dari para Pengurus SP untuk memuluskan niat mereka mem-PHK Pengurus. Tak jarang kesalahan-kesalahan yang dituduhkan terhadap Pengurus Serikat adalah kesalahan yang sudah lama terjadi tapi kemudian dikorek-korek. Atau kesalahan-kesalahan kecil yang diperbesar yang tentu saja mengarah kepada PHK.
Jika kesalahan tersebut sudah ditemukan, maka skorsing akan segera dijatuhkan. Bahwa kesalahan yang dituduhkan itu benar atau salah, bagi Manajemen itu masalah lain. Nanti saja dibuktikan di Pengadilan Perselisihan Hubungan Industrial (PHI), demikian biasanya mereka berkilah.
Pada situasi ini, bagi sejumlah Pengurus yang tidak cukup memiliki daya tahan mental dan kesabaran biasanya mereka menyerah begitu saja. Padahal tuduhan melakukan pelanggaran berat belum tentu benar
Bagi anggota pengaruhnya secara psikologis sangat luar biasa. Mereka beranggapan, jika pengurus saja bisa di-PHK, apalagi mereka yang anggota. Maka tidak heran jika mereka kemudian berbondong-bondong mengundurkan diri dari keanggotaan dan mencari selamat sendiri-sendiri.
4. Mutasi Pengurus
Dengan berdalih bahwa mutasi adalah hak prerogative Manajemen, maka tidak jarang langkah ini dilakukan untuk memecah belah kesatuan dan kesolidan Pengurus yang semula sangat mudah, bertemu, berinteraksi dan berkoordinasi, karena mutasi menjadi sangat sulit hal itu dilakukan.
Tak jarang pula mutasi dilakukan ke daerah yang sangat jauh. Penolakan dengan alasan pertimbangan keluarga, waktu untuk mutasi yang terlalu mepet, apalagi dengan alasan karena jadi Pengurus dan berindikasi adanya tindakan anti Serikat, sangat sulit untuk dipertimbangkan dan diterima oleh Manajemen. Mutasi mau tidak mau, suka tidak suka harus dijalankan.
Selain mutasi ke daerah yang jauh, sering juga mutasi dilakukan ke posisi yang sangat tidak nyaman yang sering tidak sesuai dengan kemampuan dan keahlian dari pengurus yang bersangkutan. Misalnya posisi yang menerapkan target-target tertentu dalam pekerjaan yang sesungguhnya tidak akan mungkin dicapai atau tidak memenuhi target. Sehingga pada situasi seperti ini, pihak Manajemen memiliki alasan untuk mem-PHK yang bersangkutan.
Kalaupun penolakan atas mutasi kemudian diperselisihkan, sangat jarang pihak Depnaker mengabulkan penolakan tersebut Malah sebaliknya menyetujui langkah Manajemen dengan alasan bahwa mutasi adalah hak prerogatifnya Manajemen. Padahal sesungguhnya di balik itu, hal tersebut nyata-nyata merupakan tindakan anti Serikat yang dibungkus dengan hak mutasi.
5. Tekanan melalui atasan langsung / Kepala Cabang
Barangkali adagium yang mengatakan bahwa bawahan harus tunduk dan patuh pada atasan apapun instruksi yang dikeluarkannya, walau bertentangan dengan hukum sangat tepat untuk menggambarkan langkah-langkah penekanan yang dilakukan oleh para atasan langsung dari anggota Serikat Pekerja agar keluar dari Serikat Pekerja
Dengan intruksi yang dikeluarkan oleh Top Manajemen, para Manager/Kepala Cabang memanggil orang per orang dari anggota Serikat Pekerja. Menanyakan apakah mereka anggota Serikart Pekerja, jika iya maka tekanan agar mereka keluar dari Serikat Pekerja mulai dilakukan. Biasanya hal yang disampaikan oleh para Manager/Kepala Cabang adalah hal-hal yang buruk tentang Serikat Pekerja disertai pertanyaan “Mau ikut Serikat Pekerja atau mau ikut Perusahaan ?”, yang tentu saja bisa menimbulkan keraguan dan ketakutan di kalangan anggota khususnya bagi mereka yang kurang memiliki pengetahuan dan pemahaman yang memadai tentang serikat pekerja, terlebih lagi bagi mereka yang bermental “safety player”
Akibatnya mereka mudah sekali terpengaruh dan akhirnya memutuskan untuk keluar dari keanggotaan Serikat Pekerja. Bahkan ada di sejumlah perusahaan, secara terencana dan sistematis menyiapkan formulir pengundurang diri.
Langkah semacam ini bisa disebut sebagai stigmatisasi terhadap serikat pekerja.
6. Memberikan volume pekerjaan yang bertumpuk
Membiarkan para pengurus aktif dan banyak mencurahkan waktunya di dalam kegiatan serikat pekerja, kiranya menjadi perhatian serius sekaligus kekhawatiran yang luar biasa bagi Manajemen dalam melihat pertumbuhan dan perkembangan Serikat Pekerja. Maka untuk menghambat gerak laju para aktivis atau pengurusnya agar tidak terlalu banyak waktunya untuk mengurusi Serikat Pekerja, maka cara yang biasa dilakukan adalah dengan memberikan volume pekerjaan yang lebih banyak.
Dengan demikian, maka akan semakin sedikit perhatian, waktu, tenaga dan pikiran dari para pengurus untuk mengembangkan serikat pekerja. Menolak tugas-tugas/pekerjaan yang diberikan kepadanya, berarti menolak perintah atasan yang seringkali dikategorikan sebagai kesalahan berat dan ini akan memudahkan pihak Manajemen untuk mengeluarkan surat peringatan terakhir atau mungkin juga skorsing yang mengarah kepada PHK.
7. Memberikan Promosi Kepada Pengurus
Cara ini boleh dikatakan sebagai cara yang paling halus untuk memperlemah gerakan serikat pekerja. Bagi pengurus yang kurang memiliki komitmen dan integritas moral, mendapat promosi adalah kesempatan yang biasanya tidak disia-siakan.
Kendati serikat pekerja tidak pernah melarang bahkan mendukung siapapun untuk mengembangkan karirnya dan mendapat kesempatan promosi, namun tetap harus dicermati secara jeli kalau promosi tersebut bernuansa anti serikat pekerja.
Karena biasanya, pada saat posisi yang lebih tinggi, mereka dihadapkan pada situasi yang sulit untuk berpihak kepada serikat pekerja karena adanya conflict of interest. Artinya, pihak menajemen berhasil menempatkan Pengurus tersebut pada posisi di pojok ruangan yang penuh dilematis. Yang tidak lagi bisa berkutik, apa lagi jika yang bersangkutan kurang pandai bermain untuk tetap bisa menunjukkan komitmennya terhadap serikat pekerja.
Namun, dari banyak kasus-kasus promosi, sangat jarang ditemukan seseorang yang semula menjadi aktivis, masih mau menunjukkan komitmennya dan tetap aktif di dalam gerakan serikat pekerja.
Bahkan ada ungkapan yang sangat miring bahwa mereka-mereka yang berhasil mendapat promosi sesungguhnya cuma menjadikan Serikat Pekerja sebagai batu loncatan saja. Dulu sewaktu masih aktif di Serikat Pekerja, orang-orang ini begitu vokalnya menentang setiap kebijakan Perusahaan. Namun sekarang setelah menduduki jabatan yang enak, tak kedengaran lagi suaranya, menghilang ditelan bumi.
Namun, di sisi lain ada juga pandangan yang cukup positif yaitu bahwa serikat pekerja bukanlah tempat orang-orang bermasalah, melainkan orang-orang yang berprestasi.
8. Perlakuan diskriminatif
Membuat pengurus dan anggota Serikat Pekerja kegerahan adalah dengan memberikan perlakuan yang berbeda dari yang non anggota dalam hal penilaian prestasi kerja, kenaikan gaji, fasilitas, promosi dan lain sebagainya. Bagi yang tidak cukup memiliki daya tahan terhadap tantangan semacam ini, tidak jarang membuat sebagian pengurus dan sebagian anggota berfikir dua kali untuk tetap menjadi pengurus atau anggota Serikat Pekerja.
Sering kita saksikan seorang Pengurus bertahun-tahun berada pada posisi yang sama tanpa diberikan kesempatan untuk mengembangkan potensinya di tempat lain. Juga nilai pretasi kerja yang kurang menggembirakan walau yang bersangkutan telah bekerja dengan baik. Akibatnya, dengan nilai prestasi yang rendah, nilai kenaikannya pun menjadi rendah.
Sesungguhnya setiap tindakan Manajemen yang menimbulkan ketidak-nyamanan dalam bekerja termasuk perlakuan diskriminatif bisa dipermasalahkan atau diperselisih-
kan. Cuma banyak pekerja yang tidak tahu. Mereka sesungguhnya kecewa, tidak bisa terima, namun diam saja, tidak berani menyampaikan keluhannya. Akibatnya, langkah
pragmatis yang dilakukan adalah dengan tidak lagi menjadi pengurus atau anggota serikat pekerja. Namun mereka lupa, bahwa suatu ketika dan kapan saja mereka bisa dihadapkan oleh permasalahan yang jauh lebih besar yang dapat mengancam kelangsungan kerjanya. Nah, pada situasi seperti ini, biasanya baru terpikir lagi oleh mereka bahwa serikat pekerja itu memang sangat dibutuhkan, terutama untuk mengantisipasi persoalan-persoalan yang jauh lebih besar dan mendasar.
9. Meminta data keanggotaan
Tidak salah memang jika pihak Manajemen meminta keanggotaan Serikat Pekerja. Namun yang jadi persoalan adalah bila data tersebut digunakan untuk melakukan penekanan kepada karyawan yang menjadi anggota agar keluar dari Serikat Pekerja. Hal ini yang sering menjadi kekhawatiran kalangan Serikat Pekerja dan hal ini pula yang sering terjadi.
10. Kriminalisasi
Masih ingat pasal karet di dalam UU Pidana yang menyangkut tindakan pencemaran nama baik atau perbuatan tidak menyenangkan ? Ya, dengan pasal itu, aktivis serikat pekerja bisa dipidanakan dan diseret ke pengadilan.
Kasus Ngadinah dari PT. Panarub beberapa waktu yang lalu, kiranya cukup memberikan bukti bahwa apapun bagi pihak Manajemen bisa dijadikan cara untuk menghambat pergerakan serikat pekerja di perusahaannya. Cara ini bisa disebut sebagai shock therapy agar para karyawan tidak macam-macam.
Mengingat pasal tersebut adalah pasal karet, maka sangat mungkin tuduhannya menjadi sangat sumir/absurd. Namun karena ada ruang untuk melaporkannya ke pihak Kepolisian, maka ini sudah cukup memberikan daya kejut yang luar biasa bagi kalangan aktivis serikat pekerja khususnya bagi mereka yang jarang-jarang berurusan dengan pihak Kepolisian.
Tidak jarang, surat panggilan dari Kepolisian tersebut diantar langsung oleh aparat kepolisian ke rumah seorang aktivis dengan pakaian berseragam lengkap. Bisa dibayangkan kekagetan dari seluruh penghuni rumah. Belum lagi tanggapan dari para tetangga yang melihatnya.
11. Melakukan intervensi terhadap urusan intern SP
Ada-ada saja cara Manajemen untuk terus merongrong keberadaan Serikat Pekerja. Mengotak-atik kandungan AD/ART, mempertanyakan legitimasi para pengurus, menanyakan berita acara pembentukan serikat pekerja dan sebagainya.
Bagi sementara aktivis Serikat Pekerja yang belum cukup paham dengan trik semacam ini, tidak jarang membuat mereka menjadi gamang untuk terus mengerakan roda organisasinya. Seakan dengan manuver-manuver dari Manajemen seperti itu SP dianggap tidak lagi memiliki legitimasi. Padahal sesungguhnya legitimasi SP ditentukan oleh pengakuan anggota terjhadap SP, bukan pengakuan Manajemen. Karena mendirikan SP tidak memerlukan persetujuan ataupun pengakuan dari Manajemen.
Oleh karenanya, jika ada Manajemen yang mencoba mengutak-utik hal-hal tersebut, maka SP harus menentukan sikap dengan berkirim surat resmi ke Manajemen dan mengatakan bahwa sesuai UU No.21 tahun 2000, Manajemen harus menghormati urusan-urusan intern SP dan tidak diperbolehkan untuk melakukan intervensi. Karena jika itu dibiarkan, maka hal ini akan menjadi preseden buruk dan selamanya mereka akan terus mengutak-atik urusan intern SP.
12. Tidak mengacuhkan surat-surat SP
Meski SP telah berkali-kali berkirim surat, untuk sesuatu permintaan (pertemuan, perun dingan, klarifikasi dan lain sebagainya) tidak jarang Manajemen enggan atau memang tidak mau sama sekali memberikan tanggapan/balasan terhadap surat-surat tersebut.
Kondisi ini kerap membuat rekan-rekan SP menjadi kehilangan motivasi. Menganggap bahwa SP tidak mendapat legitimasi di depan mata Manajemen. Padahal sesungguhnya legitimasi didapat berdasarkan pengakuan dari para karyawan yang menjadi anggota, bukan dari Manajemen yang cenderung tidak menyukai adanya SP di Perusahaan.
Sesungguhnya, atas surat-surat yang tidak ditanggapi tersebut, SP bisa saja membawa permasalahannya ke Depnaker, meminta pihak Depnaker untuk menengahinya, agar pihak Manajemen bisa lebih bersikap kooperatif dengan membuka ruang-ruang dialog, baik secara face to face maupun melalui surat menyurat.
Masih banyak lagi cara-cara Manajemen dalam menghambat, memperlemah bahkan kalau bisa mematikan serikat pekerja di Perusahaan, seperti tidak menanggapi ajakan berunding PKB, melakukan kekerasan melalui preman dan lain sebagainya.
Menghadapi berbagai tekanan sebagaimana digambarkan di atas, maka proses pengorganisasian yang dimaksudkan untuk memperluas keanggotaan serikat pekerja, memperkuat kesadaran dan tradisi berserikat di kalangan pekerja, meningkatkan efektivitas kerja SP, membangun team work yang solid, membuka network yang luas, mempelajari produk-produk hukum ketenagakerjaan dan merubah image bahwa SP bukanlah trouble maker melainkan mitra yang bisa diajak bekerja sama, harus secara intensif dilakukan.
Lemahnya upaya-upaya pengorganisasian, tak jarang membuat SP mandul, tak berdaya bahkan mati sendiri. Artinya kendala tersebut sesungguhnya datang dari dalam SP sendiri.
Dari uraian di atas, maka serikat pekerja harus tetap menunjukkan kewaspadaan dan kesigapannya dalam menghadapi berbagai tekanan Manajemen seraya terus mengupayakan langkah-langkah pengorganisasian agar serikat pekerja dapat tetap eksis dan memainkan kiprahnya sebagai organisasi yang dapat memberikan perlindungan terhadap hak-hak pekerja dan mensejahterakan pekerja, Semoga …!!!
ONE WORLD, ONE VOICE SOLIDARITY
Salam solidaritas
SAEPUL TAVIP
stavip@gmail.com
Hp. 0813-83658633
Jumat, 23 Juli 2010
Cuplik: Menakertrans Diminta Keluarkan Aturan Soal Penanganan Union Busting
www.hukumonline.com
[Minggu, 14 March 2010]
Serikat Pekerja mengganggap union busting merupakan tindak kejahatan yang membutuhkan instrumen khusus. Sementara kalangan pengusaha menganggap hal itu masuk ranah perdata.
Maraknya indikasi union busting atau tindakan anti berserikat di perusahaan swasta atau negara, nampaknya membuat Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Muhaimin Iskandar gerah. Maklum, dalam beberapa bulan terakhir sejak diangkat menjadi menteri, banyak pengurus serikat pekerja dari berbagai organisasi yang “curhat” kepada Muhaimin terkait adanya gejala pembungkaman hak kebebasan berserikat yang dilakukan perusahaan dengan modus melakukan PHK, mutasi, dan tindakan intimidatif lainnya.
Sebut saja kasus perselisihan di Indosiar yang baru-baru ini telah mem-PHK ratusan karyawan dan menskorsing anggota dan pengurus Sekar Indosiar. Sebelumnya, kasus serupa terjadi di Suara Pembaruan, Kompas, Hotel Papandayan, Hotel Grand Aquila, dan Angkasa Pura I, dan Bank Mandiri. Meski kasus-kasus itu diproses, tetapi tak satu pun pelakunya dipidana. Padahal, kasus union busting di PT King Jim Indonesia, Pasuruan patut menjadi acuan dimana pelakunya telah divonis bersalah hingga Mahkamah Agung (MA).
Usai menerima rombongan Federasi Serikat Pekerja Mandiri (FSPM), Jumat (12/3) kemarin, Muhaimin menegaskan bahwa union busting merupakan tindakan kriminal (pidana) yang melanggar UU No 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Buruh. Karena itu, pihaknya akan mengintensifkan kerja sama dengan lembaga hukum yakni Polri, Kejaksaan, dan MA terkait kasus yang terindikasi tindakan union busting yang dilakukan pengusaha. Muhaimin pun menghimbau agar pengusaha tak melakukan union busting dalam menyelesaikan ketenagakerjaan. Pengurus serikat pekerja pun mesti mencari pola atau pendekatan baru dalam menyelesaikan setiap kasus ketenagakerjaan.
Tindak kejahatan.
Presiden DPP Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) Said Iqbal mengatakan sebenarnya union busting secara hukum sudah diatur dalam Pasal 28 UU Serikat Pekerja/Buruh. Ketentuan itu menyatakan setiap orang dilarang menghalang-halangi pembentukkan dan pelaksanaan hak kebebasan serikat pekerja. ”Ini termasuk tindak kejahatan,” kata Iqbal, Sabtu (13/3). Namun persoalannya, masih terjadi dualisma dalam penanganan union busting . Apakah menjadi kewenangan polisi atau PPNS Ketenagakerjaan. Untuk itu, semestinya Menakertrans mengeluarkan Permenakertrans yang mengatur mekanisme atau tata cara melakukan penyidikan union busting . ”Permenakertrans ini yang nantinya menjadi dasar hukum bagi PPNS di Disnakertrans untuk menindak atau menyidik.”
Selain itu, Menakertrans dapat terjun langsung melakukan pengawasan jika ada indikasi terjadi union busting di suatu perusahan sesuai amanat Konvensi ILO No. 144 soal pengawasan yang dilakukan Tripartit Nasional dimana Menaker selaku ketuanya. ”Seharusnya menteri atau Dirjen Pengawasan menggunakan dasar hukum itu untuk turun memeriksa jika terjadi union busting. Itu dua langkah yang bisa dilakukan menteri jika prosesnya lewat PPNS,” jelasnya.
Jika prosesnya lewat kepolisian, lanjutnya, Kemenakertrans mesti membuat surat keputusan bersama antara Menakertrans dengan Kapolri. Jika perlu bersama Mendagri. ”SKB itu nantinya khusus (secara teknis, red) mengatur penanganan union busting. Sebab, UU Serikat Pekerja menjadi 'banci' dan sulit dilaksanakan karena aturannya belum jelas, jadi tak hanya sekedar pernyataan lisan dari Menakertrans,” kritiknya.
Kasus King Jim Indonesia, menurut Iqbal semestinya dapat dijadikan yurisprudensi karena keputusan hakim dapat disetarakan dengan UU (sumber hukum). ”Itu bisa dijadikan yurisprudensi untuk dilakukan penindakan pelanggaran UU Serikat Pekerja, selain dua hal tadi,” tambahnya.
Ranah perdata
Sementara itu Ketua Umum DPN Apindo, Djimanto mengatakan tindakan union busting yang dilakukan tentunya tak bisa asal tuduh. Semestinya union busting sendiri mesti diperjelas definisinya. ”Tak boleh tiba-tiba pengusaha dituduh melakukan union busting, mesti diselidiki terlebih dulu untuk mencari sebab-sebabnya. Tetapi, kalau memang dia benar-benar melanggar ya harus dihukum,” kata Djimanto.
Menurutnya union busting semestinya bukan tindakan kriminal atau pidana karena menyangkut hubungan keperdataan. Misalnya, perselisihan antara serikat pekerja/buruh yang masuk masuk ranah perdata. Dalam UU No. 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial hal itu merupakan salah satu jenis perselisihan. ”Sebetulnya itu sama dengan union busting.” Karenanya, UU Serikat Pekerja mesti dikaji ulang. Misalnya, diperbolehkannya serikat pekerja di luar perusahaan untuk ikut campur perselisihan yang terjadi di suatu perusahaan. ”Maksudnya serikat pekerja di luar perusahaan yang mana? Jadi perjuangannya tak asli lagi karena kepentingan politik dari luar bisa masuk.”
Selain itu, serikat pekerja dapat berfungsi untuk memperjuangkan kepemilikan saham oleh buruh. ”Saham itu bukan urusannya perusahaan, tetapi urusannya owner (pemilik) karena ini menyangkut investasi bukan ranah hubungan industrial,” katanya. (Ash)
Sumber : http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt4b9c976297a8f/menakertrans-diminta-keluarkan-aturan-soal-penanganan-iunion-bustingi-
[Minggu, 14 March 2010]
Serikat Pekerja mengganggap union busting merupakan tindak kejahatan yang membutuhkan instrumen khusus. Sementara kalangan pengusaha menganggap hal itu masuk ranah perdata.
Maraknya indikasi union busting atau tindakan anti berserikat di perusahaan swasta atau negara, nampaknya membuat Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Muhaimin Iskandar gerah. Maklum, dalam beberapa bulan terakhir sejak diangkat menjadi menteri, banyak pengurus serikat pekerja dari berbagai organisasi yang “curhat” kepada Muhaimin terkait adanya gejala pembungkaman hak kebebasan berserikat yang dilakukan perusahaan dengan modus melakukan PHK, mutasi, dan tindakan intimidatif lainnya.
Sebut saja kasus perselisihan di Indosiar yang baru-baru ini telah mem-PHK ratusan karyawan dan menskorsing anggota dan pengurus Sekar Indosiar. Sebelumnya, kasus serupa terjadi di Suara Pembaruan, Kompas, Hotel Papandayan, Hotel Grand Aquila, dan Angkasa Pura I, dan Bank Mandiri. Meski kasus-kasus itu diproses, tetapi tak satu pun pelakunya dipidana. Padahal, kasus union busting di PT King Jim Indonesia, Pasuruan patut menjadi acuan dimana pelakunya telah divonis bersalah hingga Mahkamah Agung (MA).
Usai menerima rombongan Federasi Serikat Pekerja Mandiri (FSPM), Jumat (12/3) kemarin, Muhaimin menegaskan bahwa union busting merupakan tindakan kriminal (pidana) yang melanggar UU No 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Buruh. Karena itu, pihaknya akan mengintensifkan kerja sama dengan lembaga hukum yakni Polri, Kejaksaan, dan MA terkait kasus yang terindikasi tindakan union busting yang dilakukan pengusaha. Muhaimin pun menghimbau agar pengusaha tak melakukan union busting dalam menyelesaikan ketenagakerjaan. Pengurus serikat pekerja pun mesti mencari pola atau pendekatan baru dalam menyelesaikan setiap kasus ketenagakerjaan.
Tindak kejahatan.
Presiden DPP Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) Said Iqbal mengatakan sebenarnya union busting secara hukum sudah diatur dalam Pasal 28 UU Serikat Pekerja/Buruh. Ketentuan itu menyatakan setiap orang dilarang menghalang-halangi pembentukkan dan pelaksanaan hak kebebasan serikat pekerja. ”Ini termasuk tindak kejahatan,” kata Iqbal, Sabtu (13/3). Namun persoalannya, masih terjadi dualisma dalam penanganan union busting . Apakah menjadi kewenangan polisi atau PPNS Ketenagakerjaan. Untuk itu, semestinya Menakertrans mengeluarkan Permenakertrans yang mengatur mekanisme atau tata cara melakukan penyidikan union busting . ”Permenakertrans ini yang nantinya menjadi dasar hukum bagi PPNS di Disnakertrans untuk menindak atau menyidik.”
Selain itu, Menakertrans dapat terjun langsung melakukan pengawasan jika ada indikasi terjadi union busting di suatu perusahan sesuai amanat Konvensi ILO No. 144 soal pengawasan yang dilakukan Tripartit Nasional dimana Menaker selaku ketuanya. ”Seharusnya menteri atau Dirjen Pengawasan menggunakan dasar hukum itu untuk turun memeriksa jika terjadi union busting. Itu dua langkah yang bisa dilakukan menteri jika prosesnya lewat PPNS,” jelasnya.
Jika prosesnya lewat kepolisian, lanjutnya, Kemenakertrans mesti membuat surat keputusan bersama antara Menakertrans dengan Kapolri. Jika perlu bersama Mendagri. ”SKB itu nantinya khusus (secara teknis, red) mengatur penanganan union busting. Sebab, UU Serikat Pekerja menjadi 'banci' dan sulit dilaksanakan karena aturannya belum jelas, jadi tak hanya sekedar pernyataan lisan dari Menakertrans,” kritiknya.
Kasus King Jim Indonesia, menurut Iqbal semestinya dapat dijadikan yurisprudensi karena keputusan hakim dapat disetarakan dengan UU (sumber hukum). ”Itu bisa dijadikan yurisprudensi untuk dilakukan penindakan pelanggaran UU Serikat Pekerja, selain dua hal tadi,” tambahnya.
Ranah perdata
Sementara itu Ketua Umum DPN Apindo, Djimanto mengatakan tindakan union busting yang dilakukan tentunya tak bisa asal tuduh. Semestinya union busting sendiri mesti diperjelas definisinya. ”Tak boleh tiba-tiba pengusaha dituduh melakukan union busting, mesti diselidiki terlebih dulu untuk mencari sebab-sebabnya. Tetapi, kalau memang dia benar-benar melanggar ya harus dihukum,” kata Djimanto.
Menurutnya union busting semestinya bukan tindakan kriminal atau pidana karena menyangkut hubungan keperdataan. Misalnya, perselisihan antara serikat pekerja/buruh yang masuk masuk ranah perdata. Dalam UU No. 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial hal itu merupakan salah satu jenis perselisihan. ”Sebetulnya itu sama dengan union busting.” Karenanya, UU Serikat Pekerja mesti dikaji ulang. Misalnya, diperbolehkannya serikat pekerja di luar perusahaan untuk ikut campur perselisihan yang terjadi di suatu perusahaan. ”Maksudnya serikat pekerja di luar perusahaan yang mana? Jadi perjuangannya tak asli lagi karena kepentingan politik dari luar bisa masuk.”
Selain itu, serikat pekerja dapat berfungsi untuk memperjuangkan kepemilikan saham oleh buruh. ”Saham itu bukan urusannya perusahaan, tetapi urusannya owner (pemilik) karena ini menyangkut investasi bukan ranah hubungan industrial,” katanya. (Ash)
Sumber : http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt4b9c976297a8f/menakertrans-diminta-keluarkan-aturan-soal-penanganan-iunion-bustingi-
Cuplik: Menakertrans Minta PHK Sejumlah Perusahaan Dibatalkan
www.hukumonline.com
[Selasa, 16 February 2010]
Kasus-kasus pemutusan hubungan kerja (PHK) yang terjadi belakangan ini tidak terkait dengan perdagangan bebas Asean-China (ACFTA). Maraknya kasus PHK belakangan lebih disebabkan murni hubungan industrial dan alasan terkait pola rekrutmen dan pola kerja. Demikian dikatakan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Muhaimin Iskandar dalam jumpa pers di kantor Kemenakertrans, Selasa (16/2).
Menakertrans mengatakan, kekhawatiran adanya gelombang PHK karena ACFTA, tidak beralasan. "Pelaksanaan ACFTA memang harus diantipasi secara serius. Oleh karena itu, perlu adanya peningkatan hubungan bipartit antara pengusaha dan pekerja untuk bersama-sama mencari solusi dalam menghadapi persaingan global dan menghindari terjadinya PHK.”
Untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya PHK, Pemerintah akan mengefektifkan tim khusus monitoring PHK. Tim ini bertugas melakukan monitoring dan deteksi dini terhadap PHK yang dilakukan tanpa melalui prosedur sesuai dengan perudang-undangan yang berlaku.
Terkait adanya PHK yang menimpa beberapa perusahaan seperti JICT, Indosiar, Berita Kota, PT PAL, Mayora, Hotel Papandayan serta Grand Aquila, Menakertrans meminta kepada pengusaha-pengusaha tersebut untuk membatalkan PHK yang telah dilakukan dan mempekerjakan kembali para pekerja yang telah di PHK itu. ”Karena masih terbatasnya kesempatan kerja, tingginya pengangguran, dan nilai kemanusiaan saya minta kepada pengusaha-pengusaha tersebut agar membatalkan PHK yang telah dilakukan dan mempekerjakan kembali pekerja yang sudah di-PHK,” kata Menakertrans.
Bersamaan dengan itu, Menakertrans minta untuk dilakukan pertemuan bipartit antara pengusaha dan pekerja untuk menemukan solusi secepatnya dan menghindari terjadinya PHK tersebut. ”Kepada pekerja saya menghimbau untuk mematuhi peraturan perundangan ketenagakerjaan yang berlaku, aturan pabrik dan kerja sama pekerja dan pengusaha ditingkatkan dalam rangka bersama-sama uintuk mengkonsolidadi rasa kerja sama pengusaha dan pekerja,” katanya.
Untuk mengantisipasi dampak buruk pelaksanaan ACFTA, pemerintah akan melakukan beberapa langkah-kongkrit diantaranya revitalisasi, pembenahan, sistem pelatihan dan sistem kelola Balai Laithan Kerja (BLK). Selain itu akan dilakukan pula revitalisasi dan penguatan industri nasional serta pengetatan Standar Nasional Indonesia (SNI) untuk membendung masuknya barang-barang berkualitas rendah namun murah yang menyerbu Indonesia akibat pelaksanaan ACFTA.
Dalam jangka panjang, Menakertrans menjanjikan akan melakukan pembenahan dua hal yang menjadi momok pekerja. Pertama, penyempurnaan aturan outsourcing. Kedua, adanya kondisi yang dianggap sebagai pemberangusan organisasi (union busting) yang cenderung muncul belakangan ini. "Saya minta pengusaha mau melibatkan serikat pekerja sebagai partner untuk menghadapi persoalan. Saya akan monitor terus dan deteksi dini kemungkinan adanya PHK. Dan tidak akan tolerir PHK tanpa prosedur."
Sumber: http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt4b7ab94e0d463/menakertrans-minta-phk-di-sejumlah-perusahaan-dibatalkan
[Selasa, 16 February 2010]
Kasus-kasus pemutusan hubungan kerja (PHK) yang terjadi belakangan ini tidak terkait dengan perdagangan bebas Asean-China (ACFTA). Maraknya kasus PHK belakangan lebih disebabkan murni hubungan industrial dan alasan terkait pola rekrutmen dan pola kerja. Demikian dikatakan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Muhaimin Iskandar dalam jumpa pers di kantor Kemenakertrans, Selasa (16/2).
Menakertrans mengatakan, kekhawatiran adanya gelombang PHK karena ACFTA, tidak beralasan. "Pelaksanaan ACFTA memang harus diantipasi secara serius. Oleh karena itu, perlu adanya peningkatan hubungan bipartit antara pengusaha dan pekerja untuk bersama-sama mencari solusi dalam menghadapi persaingan global dan menghindari terjadinya PHK.”
Untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya PHK, Pemerintah akan mengefektifkan tim khusus monitoring PHK. Tim ini bertugas melakukan monitoring dan deteksi dini terhadap PHK yang dilakukan tanpa melalui prosedur sesuai dengan perudang-undangan yang berlaku.
Terkait adanya PHK yang menimpa beberapa perusahaan seperti JICT, Indosiar, Berita Kota, PT PAL, Mayora, Hotel Papandayan serta Grand Aquila, Menakertrans meminta kepada pengusaha-pengusaha tersebut untuk membatalkan PHK yang telah dilakukan dan mempekerjakan kembali para pekerja yang telah di PHK itu. ”Karena masih terbatasnya kesempatan kerja, tingginya pengangguran, dan nilai kemanusiaan saya minta kepada pengusaha-pengusaha tersebut agar membatalkan PHK yang telah dilakukan dan mempekerjakan kembali pekerja yang sudah di-PHK,” kata Menakertrans.
Bersamaan dengan itu, Menakertrans minta untuk dilakukan pertemuan bipartit antara pengusaha dan pekerja untuk menemukan solusi secepatnya dan menghindari terjadinya PHK tersebut. ”Kepada pekerja saya menghimbau untuk mematuhi peraturan perundangan ketenagakerjaan yang berlaku, aturan pabrik dan kerja sama pekerja dan pengusaha ditingkatkan dalam rangka bersama-sama uintuk mengkonsolidadi rasa kerja sama pengusaha dan pekerja,” katanya.
Untuk mengantisipasi dampak buruk pelaksanaan ACFTA, pemerintah akan melakukan beberapa langkah-kongkrit diantaranya revitalisasi, pembenahan, sistem pelatihan dan sistem kelola Balai Laithan Kerja (BLK). Selain itu akan dilakukan pula revitalisasi dan penguatan industri nasional serta pengetatan Standar Nasional Indonesia (SNI) untuk membendung masuknya barang-barang berkualitas rendah namun murah yang menyerbu Indonesia akibat pelaksanaan ACFTA.
Dalam jangka panjang, Menakertrans menjanjikan akan melakukan pembenahan dua hal yang menjadi momok pekerja. Pertama, penyempurnaan aturan outsourcing. Kedua, adanya kondisi yang dianggap sebagai pemberangusan organisasi (union busting) yang cenderung muncul belakangan ini. "Saya minta pengusaha mau melibatkan serikat pekerja sebagai partner untuk menghadapi persoalan. Saya akan monitor terus dan deteksi dini kemungkinan adanya PHK. Dan tidak akan tolerir PHK tanpa prosedur."
Sumber: http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt4b7ab94e0d463/menakertrans-minta-phk-di-sejumlah-perusahaan-dibatalkan
Kamis, 22 Juli 2010
REPLIK: PERKARA PERDATA VS PERKARA PIDANA ADALAH TERPISAH DAN BERDIRI SENDIRI
Berikut ini kutipan Replik dari Sekar Indosiar yang dibacakan secara bergantian oleh Tim Pengacara dari LBH Pers untuk menangkis EKSEPSI dari Tergugat (Manajemen Indosiar) tentang GUGATAN PREMATURE.
"Bahwa para Penggugat menolak dalil Para Tergugat yang menyatakan bahwa Gugatan a quo premature dengan dalil sebagai berikut:
1. Dalil Para Tergugat yang menyatakan “Terbukti dan merupakan fakta yang tidak dapat diingkari bahwa sampai diajukannya Gugatan aquo tidak pernah ada Putusan Pidana yang menyatakan bahwa Para Tergugat dihukum karena terbukti melanggar Pasal 28 UU No. 21 Tahun 2000, sebagaimana dalil Gugatan Para Penggugat."
2. Para Tergugat menyatakan: “Dengan tidak adanya Putusan Pidana yang menyatakan bahwa Para Tergugat dihukum karena terbukti melanggar Pasal 28 UU No. 21 tahun 2000, maka terbukti TIDAK ADA perbuatan melawan hukum apapun yang dilakukan oleh Para Tergugat terhadap Para Penggugat.”
Para Penggugat menolak dengan keras, dalil Para Tergugat hanya dalil mengada-ada tidak mencantumkan dasar hukum yang jelas, dan perlu ditegaskan bahwa tidak ada kewajiban secara hukum bahwa gugatan melawan hukum jo pelanggaran terhadap berserikat pekerja yang diatur dalam pasal 28 UU No. 21 tahun 2000 tentang Serikat Pekerja tersebut harus dengan syarat adanya putusan pidana.
Bahwa “Menurut Pasal 1919 KUH Perdata dan praktek peradilan/yurisprudensi selama ini tidak mensyaratkan adanya putusan pidana yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap terlebih dulu”. Hal demikian telah dikutip dari yurisprudensi putusan yang telah berkekuatan hukum tetap dalam perkara PT. Asian Agro Abadi Melawan PT. Tempo Inti Media perkara Nomor. 10/PDT.G/2008/PN.JKT.PST dalam pertimbangan hakim halaman 162 Paragraf ke- 3 (Bukti P-45 ).
3. Para Tergugat mengatakan: “Suatu perbuatan melawan hukum adalah suatu perbuatan melanggar hak orang lain, bertentangan dengan kewajiban hukum si pembuat atau bertentangan dengan kesusilaan yang baik atau bertentangan dengan kepatutan yang terdapat dalam masyarakat terhadap diri atau barang orang lain. Dengan demikian seseorang hanya dapat dianggap telah melakukan perbuatan melawan hukum apabila ia terbukti telah berbuat atau tidak berbuat yang melanggar suatu kewajiban yang telah diatur oleh undang-undang”
- Dalil tersebut secara langsung telah mengakui bahwa diri Para Tegugat telah melakukan pelanggaran hukum yang tidak harus menunggu putusan pidana, karena secara nyata Perbuatan Melawan Hukum diartikan adalah perbuatan melawan hukum perdata yakni pasal 1365 yang menuntut kebenaran formal, artinya perbuatan tersebut telah diundangkan dan tertulis.
- Para Tergugat telah mengakui dengan menyatakan definisi Perbuatan Melawan Hukum “Suatu perbuatan melawan hukum adalah suatu perbuatan melanggar hak orang lain” dalil ini tentu secara fakta Perbuatan Para Tergugat telah melakukan tindakan yang melanggar hukum terhadap orang lain dalam hal ini terhadap Para Penggugat yang berakibat terputusnya upaya yang sedang dijalankan dalam membentuk PKB yang tengah dirundingkan terhadap Para Tergugat dengan cara tindakan-tindakan tidak etis dan melanggar hukum terhadap Para Penggugat dan anggota Serikat Karyawan (Sekar) Indosiar yaitu dengan cara:
a. Merampas formulir pendaftaran anggota Serikat Karyawan (Sekar) Indosiar.
b. Mengusir/memaksa anggota Sekar untuk keluar dari ruangan rapat.
c. Mengintimidasi karyawan yang tergabung dengan Sekar, saat berlangsungnya perundingan atau perjuangan menuntut hak karyawan.
d. Mem-PHK dan menskorsing pengurus Serikat Karyawan (Sekar) Indosiar saat berlangsungnya proses menuntut hak karyawan.
e. Membuat pengumuman untuk tidak unjuk rasa dengan ancaman akan mem-PHK para karyawan, jika melakukan aksi unjuk rasa dalam menuntut hak karyawan.
f. Menskorsing dan memPHK pengurus-pengurus Serikat Karyawan (Sekar) Indosiar dan memPHK 150 orang anggota Sekar, saat proses perundingan tuntutan perbaikan kesejahteraan karyawan masih berlangsung.
g. Mengintimidasi anggota Serikat Karyawan (Sekar) Indosiar untuk keluar dari keanggotaan Sekar.
h. Melakukan tindakan kampanye anti Serikat Karyawan (Sekar) Indosiar
i. Melakukan tindakan lain yang dapat dikategorikan anti berserikat (union busting) sebagai intimidasi yang kesemuanya akan dijelaskan dan didalilkan dalam pokok perkara gugatan ini.
Bahwa sudah dipastikan perbuatan tersebut adalah tidak etis, melanggar hak subyektif seseorang, melanggar kepatutan di masyarakat dan tentu telah berakibat kerugian terhadap Para Penggugat.
Bahwa oleh karena tidak ada satupun pasal yang mengharuskan gugatan perdata berdasarkan pasal 1365 KUH Perdata jo pasal 28 UU N.o 21 tahun 2000 ini harus menunggu putusan pidana.
Gugatan ini setara dengan gugatan Perbuatan Melawan Hukum berdasarkan pasal 1365 KUH Perdata terkait pelanggaran pasal 1372 KUH Perdata, dalam kasus semacam ini tidak ada kewajiban diajukan harus menunggu putusan pidana, misalnya pencemaran nama baik atas dasar pasal 1372 KUH Perdata.
Perlu ditegaskan oleh Para penggugat bahwa: antara Perkara Perdata dan Perkara Pidana adalah sesuatu yang terpisah dan berdiri sendiri, karena PERKARA PERDATA ADALAH PERKARA HANYA DIPERSYARATKAN PEMBUKTIAN FORMIL, yaitu dalam perkara ini telah jelas di atur dalam pasal 1365 kuh Perdata jo pasal 28 UU no. 21 tahun 2000. Sedangkan PERKARA PIDANA WAJIB MEMBUKTIKAN SECARA MATERIIL MENGENAI PERBUATAN PIDANANYA.
Dengan demikian sangat tidak beralasan hukum, jika Para Tergugat mendalilkan gugatan a quo Prematur. Oleh karena itu dalil Para Tergugat haruslah ditolak."
Rabu, 21 Juli 2010
REPLIK: ANTI BERSERIKAT (UNION BUSTING) ADALAH PERBUATAN MELAWAN HUKUM
Selasa tanggal 21 Juli 2010 PN Jakarta Barat kembali melanjutkan Persidangan atas Gugatan Anti Berserikat (union busting)yang dilakukan oleh Manajemen PT. Indosiar Visual Mandiri.
Sholeh Ali, S.H.; M. Slamet Jupri, S.H.; Andi Irwanda Ismunandar, S.H. dan Dwi Rohmah Dwi Cahyaningsih, S.H. dari LBH Pers secara bergantian membacakan Replik atas Jawaban Pokok Perkara dari Manajemen Indosiar, yang dicuplik sebagai berikut:
"Bahwa para penggugat menolak seluruh dalilnya sebagaimana dituangkan dalam jawaban Para Tergugat yang telah disampaikan kepada Majelis Hakim perkara ini tanggal 14 Juli 2010 karena semua dalil jawaban Para Tergugat adalah semua dalil yang sudah dibahas di dalam eksepsinya yang sudah ditolak oleh Majelis Hakim yang diputuskan pada Putusan Sela pada tanggal 1 juli 2010. Dalam jawaban Para Tergugat sama dalilnya sebagaimana eksepsinya yang sudah ditolak tersebut yakni perihal penggunaan dasar hukum dalam proses yang dianggap UU No. 2 tahun 2004 dan UU No. 13 tahun 2003, seharusnya Para Tergugat mengacu pada KUH Perdata pasal 1365 dan merujuk pada HIR sebagai hukum acaranya untuk menyelesaikan perkara ini.
1. Perdebatan penggunaan UU No. 2 tahun 2004 dan UU No. 13 tahun 2003 tersebut secara hukum dan mengikat telah selesai dibahas dan diputuskan oleh Majelis Hakim, karena Putusan Sela telah tegas menyebutkan bahwa “Pengadilan Negeri dalam hal ini Pengadilan Negeri Jakarta Barat adalah berwenang untuk memeriksa dan mengadili perkara ini” sehingga pemakaian dasar hukum Para Tergugat tersebut telah ditolak dengan kata lain dalil eksepsi Para Tergugat mengenai kompetensi absolute telah ditolak.
2. Bahwa jawaban Para Tergugat hanya sebatas pengalihan penggunaan undang-undang yang tidak relevan yang sudah diputus dalam Putusan Sela yang telah dibacakan oleh Majelis Hakim pada tanggal 1 Juli 2010, terdapat kesalahan dan pelanggaran HIR dalam menyebut dasar hukum sebagai pengalihan pokok perkara.......
3. Bahwa atas dalil Para Tergugat pada butir-butir jawabannya tersebut di atas dengan penjelasan yang panjang lebar dengan maksud seolah-olah dasar hukum perkara ini adalah perkara Perselisihan Hubungan Industrial yang tunduk pada hukum acara UU No. 2 tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial yang seharusnya jika Para Tergugat tahu pastinya sudah tidak relevan lagi karena sudah diputuskan dalam eksepsi kompetensi absolute bahwa perkara a quo adalah Perbuatan Melawan Hukum (PMH) yang menjadi wewenang Pengadilan Negeri Jakarta Barat berdasarkan putusan pengadilan a quo tertanggal 1 Juli 2010, maka bahwa dasar hukum dalam pokok perkara adalah PMH yaitu pasal 1365 KUH Perdata sebagai hukum materiil dan HIR sebagai hukum formil (hukum acara). Pencatuman dasar hukum UU No. 2 tahun 2004 sangat tidak berdasar dan harus ditolak.
4. Dan selain itu Para Tergugat telah mengalihkan pokok gugatan dengan mengambil dasar dan penjelasan UU No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan adalah keliru, karena perkara a quo adalah perkara PMH yang menjadi wewenang Pengadilan Negeri Jakarta Barat berdasarkan putusan pengadilan a quo tertanggal 1 Juli 2010, maka bahwa dasar hukum dalam pokok perkara adalah PMH pasal 1365 KUH Perdata sebagai hukum materiil dan HIR sebagai hukum formil (hukum acara).
Jika dicermati Para Tergugat mendalilkan dalam jawabannya sebanyak 15 kali penyebutan dan hanya membahas UU No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan ...... sebagai penjelasan dalil yang dibangunnya atas hukum acaranya UU No. 2 tahun 2004, sungguh menjadi ironis pokok perkara a quo yang jelas menurut Putusan Sela tertanggal 1 Juli 2010 adalah Perbuatan Melawan Hukum berdasarkan pasal 1365 KUH Perdata, malah semua dalil pokok perkara oleh Para Tergugat didalilkan dengan dasar hukum UU No. 13 tahun 2003 dan UU No. 2 tahun 2004 akan berdampak negatif terhadap proses hukum acara dan mencabik-cabik atau mengaburkan hukum acara perdata sebagaimana diatur dalam HIR dan juga RBG dalam hukum acara perkara a quo dan hukum materiilnya in casu Hukum Perdata atau BW (Burgelijk Wetboek).
5. Tanggapan Para Penggugat atas jawaban Para Tergugat yaitu: sudah dipastikan Para Tergugat tidak mengetahui proses perkara Perdata yang dasar hukumnya seharusnya adalah pasal 1365 KUH Perdata, faktanya dalam Putusan Sela tentang dalil eksepsi Para Tergugat dalam kompetensi absolutenya telah ditolak untuk seluruhnya. Maka Para Tergugat mau tidak mau, suka atau tidak suka untuk kepastian proses hukum acara perdata harus melayani dalil dalam pokok perkara, oleh karenanya Para Tergugat untuk kepastian hukum sebagaimana diatur dalam HIR maka pembahasan pokok perkaralah yang harus didalilkan baik menolak maupun menerima.
6. Bahwa Para Tergugat malah menyembunyikan perbuatan yang dilakukannya sebagaimana perkara pokok gugatan Para Penggugat. Jawaban Para Tergugat malah kembali mendalilkan eksepsi penggunaan dasar hukum yang tentu akan membuat sia-sia jawaban Para Tergugat karena melanggar HIR. Di sisi lain karena Perbuatan Melawan Hukum yang dilakukan oleh Para Tergugat tidak satupun perbuatan dari serangkaian perbuatan yang dilakukan Para Tergugat yang tidak etis, melanggar hak Para Penggugat yang sudah diatur Undang-Undang yang juga berlaku untuk Para Tergugat sebagaimana dalil gugatan Para Penggugat khususnya dalil dalam pokok perkara yang sudah dituangkan pada gugatan halaman 6 - 16 butir 5 yang juga dipertegas lagi pada bagian konklusi pada halaman 21 butir 1 - 5 adalah bukti pengakuan bahwa perbuatan itu benar adanya, karena tidak dibantahnya dalil Perbuatan Melawan Hukum sebagaimana Gugatan Para Penggugat. Sudah semestinya tidak perlu pembuktian lain bahwa Perbuatan Melawan Hukum tersebut secara sah diakui oleh Para Tergugat dengan kata lain secara hukum Para Tergugat telah melakukan Perbuatan Melawan Hukum atas beberapa tindakan menghalang-halangi hak berunding Perjanjian Kerja Bersama yang tidak dibantah Para Tergugat. Tindakan tersebut telah berdampak melemahnya Serikat Karyawan (Sekar) Indosiar dan melumpuhkan fungsi organisasi Sekar Indosiar serta tidak tercapainya perundingan Perjanjian Kerja Bersama (PKB) yang telah disusun dengan biaya yang cukup mahal serta menguras tenaga dan pikiran Para Penggugat.
7. Menurut Doktrin Prof. R. Subekti, ahli Hukum Perdata yang menyatakan ”Menurut undang-undang, suatu pengakuan di depan hakim, merupakan suatu pembuktian yang sempurna tentang kebenaran hal atau peristiwa yang diakui. Ini berarti, hakim terpaksa untuk menerima dan menganggap, suatu peristiwa yang telah diakui memang benar-benar telah terjadi, meskipun sebetulnya ia sendiri tidak percaya bahwa peristiwa itu sungguh-sungguh telah terjadi.“(R. Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, Jakarta: P.T. Intermasa, 2005, Cet. XXXII)."
Sholeh Ali, S.H.; M. Slamet Jupri, S.H.; Andi Irwanda Ismunandar, S.H. dan Dwi Rohmah Dwi Cahyaningsih, S.H. dari LBH Pers secara bergantian membacakan Replik atas Jawaban Pokok Perkara dari Manajemen Indosiar, yang dicuplik sebagai berikut:
"Bahwa para penggugat menolak seluruh dalilnya sebagaimana dituangkan dalam jawaban Para Tergugat yang telah disampaikan kepada Majelis Hakim perkara ini tanggal 14 Juli 2010 karena semua dalil jawaban Para Tergugat adalah semua dalil yang sudah dibahas di dalam eksepsinya yang sudah ditolak oleh Majelis Hakim yang diputuskan pada Putusan Sela pada tanggal 1 juli 2010. Dalam jawaban Para Tergugat sama dalilnya sebagaimana eksepsinya yang sudah ditolak tersebut yakni perihal penggunaan dasar hukum dalam proses yang dianggap UU No. 2 tahun 2004 dan UU No. 13 tahun 2003, seharusnya Para Tergugat mengacu pada KUH Perdata pasal 1365 dan merujuk pada HIR sebagai hukum acaranya untuk menyelesaikan perkara ini.
1. Perdebatan penggunaan UU No. 2 tahun 2004 dan UU No. 13 tahun 2003 tersebut secara hukum dan mengikat telah selesai dibahas dan diputuskan oleh Majelis Hakim, karena Putusan Sela telah tegas menyebutkan bahwa “Pengadilan Negeri dalam hal ini Pengadilan Negeri Jakarta Barat adalah berwenang untuk memeriksa dan mengadili perkara ini” sehingga pemakaian dasar hukum Para Tergugat tersebut telah ditolak dengan kata lain dalil eksepsi Para Tergugat mengenai kompetensi absolute telah ditolak.
2. Bahwa jawaban Para Tergugat hanya sebatas pengalihan penggunaan undang-undang yang tidak relevan yang sudah diputus dalam Putusan Sela yang telah dibacakan oleh Majelis Hakim pada tanggal 1 Juli 2010, terdapat kesalahan dan pelanggaran HIR dalam menyebut dasar hukum sebagai pengalihan pokok perkara.......
3. Bahwa atas dalil Para Tergugat pada butir-butir jawabannya tersebut di atas dengan penjelasan yang panjang lebar dengan maksud seolah-olah dasar hukum perkara ini adalah perkara Perselisihan Hubungan Industrial yang tunduk pada hukum acara UU No. 2 tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial yang seharusnya jika Para Tergugat tahu pastinya sudah tidak relevan lagi karena sudah diputuskan dalam eksepsi kompetensi absolute bahwa perkara a quo adalah Perbuatan Melawan Hukum (PMH) yang menjadi wewenang Pengadilan Negeri Jakarta Barat berdasarkan putusan pengadilan a quo tertanggal 1 Juli 2010, maka bahwa dasar hukum dalam pokok perkara adalah PMH yaitu pasal 1365 KUH Perdata sebagai hukum materiil dan HIR sebagai hukum formil (hukum acara). Pencatuman dasar hukum UU No. 2 tahun 2004 sangat tidak berdasar dan harus ditolak.
4. Dan selain itu Para Tergugat telah mengalihkan pokok gugatan dengan mengambil dasar dan penjelasan UU No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan adalah keliru, karena perkara a quo adalah perkara PMH yang menjadi wewenang Pengadilan Negeri Jakarta Barat berdasarkan putusan pengadilan a quo tertanggal 1 Juli 2010, maka bahwa dasar hukum dalam pokok perkara adalah PMH pasal 1365 KUH Perdata sebagai hukum materiil dan HIR sebagai hukum formil (hukum acara).
Jika dicermati Para Tergugat mendalilkan dalam jawabannya sebanyak 15 kali penyebutan dan hanya membahas UU No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan ...... sebagai penjelasan dalil yang dibangunnya atas hukum acaranya UU No. 2 tahun 2004, sungguh menjadi ironis pokok perkara a quo yang jelas menurut Putusan Sela tertanggal 1 Juli 2010 adalah Perbuatan Melawan Hukum berdasarkan pasal 1365 KUH Perdata, malah semua dalil pokok perkara oleh Para Tergugat didalilkan dengan dasar hukum UU No. 13 tahun 2003 dan UU No. 2 tahun 2004 akan berdampak negatif terhadap proses hukum acara dan mencabik-cabik atau mengaburkan hukum acara perdata sebagaimana diatur dalam HIR dan juga RBG dalam hukum acara perkara a quo dan hukum materiilnya in casu Hukum Perdata atau BW (Burgelijk Wetboek).
5. Tanggapan Para Penggugat atas jawaban Para Tergugat yaitu: sudah dipastikan Para Tergugat tidak mengetahui proses perkara Perdata yang dasar hukumnya seharusnya adalah pasal 1365 KUH Perdata, faktanya dalam Putusan Sela tentang dalil eksepsi Para Tergugat dalam kompetensi absolutenya telah ditolak untuk seluruhnya. Maka Para Tergugat mau tidak mau, suka atau tidak suka untuk kepastian proses hukum acara perdata harus melayani dalil dalam pokok perkara, oleh karenanya Para Tergugat untuk kepastian hukum sebagaimana diatur dalam HIR maka pembahasan pokok perkaralah yang harus didalilkan baik menolak maupun menerima.
6. Bahwa Para Tergugat malah menyembunyikan perbuatan yang dilakukannya sebagaimana perkara pokok gugatan Para Penggugat. Jawaban Para Tergugat malah kembali mendalilkan eksepsi penggunaan dasar hukum yang tentu akan membuat sia-sia jawaban Para Tergugat karena melanggar HIR. Di sisi lain karena Perbuatan Melawan Hukum yang dilakukan oleh Para Tergugat tidak satupun perbuatan dari serangkaian perbuatan yang dilakukan Para Tergugat yang tidak etis, melanggar hak Para Penggugat yang sudah diatur Undang-Undang yang juga berlaku untuk Para Tergugat sebagaimana dalil gugatan Para Penggugat khususnya dalil dalam pokok perkara yang sudah dituangkan pada gugatan halaman 6 - 16 butir 5 yang juga dipertegas lagi pada bagian konklusi pada halaman 21 butir 1 - 5 adalah bukti pengakuan bahwa perbuatan itu benar adanya, karena tidak dibantahnya dalil Perbuatan Melawan Hukum sebagaimana Gugatan Para Penggugat. Sudah semestinya tidak perlu pembuktian lain bahwa Perbuatan Melawan Hukum tersebut secara sah diakui oleh Para Tergugat dengan kata lain secara hukum Para Tergugat telah melakukan Perbuatan Melawan Hukum atas beberapa tindakan menghalang-halangi hak berunding Perjanjian Kerja Bersama yang tidak dibantah Para Tergugat. Tindakan tersebut telah berdampak melemahnya Serikat Karyawan (Sekar) Indosiar dan melumpuhkan fungsi organisasi Sekar Indosiar serta tidak tercapainya perundingan Perjanjian Kerja Bersama (PKB) yang telah disusun dengan biaya yang cukup mahal serta menguras tenaga dan pikiran Para Penggugat.
7. Menurut Doktrin Prof. R. Subekti, ahli Hukum Perdata yang menyatakan ”Menurut undang-undang, suatu pengakuan di depan hakim, merupakan suatu pembuktian yang sempurna tentang kebenaran hal atau peristiwa yang diakui. Ini berarti, hakim terpaksa untuk menerima dan menganggap, suatu peristiwa yang telah diakui memang benar-benar telah terjadi, meskipun sebetulnya ia sendiri tidak percaya bahwa peristiwa itu sungguh-sungguh telah terjadi.“(R. Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, Jakarta: P.T. Intermasa, 2005, Cet. XXXII)."
REKAM: REPLIK SEKAR INDOSIAR DI PN JAKARTA BARAT
Selasa tanggal 20 Juli 2010 Tim dari Sekar Indosiar dan Tim dari LBH Pers kembali berkumpul di Kantor LBH Pers guna menyusun Replik terhadap Jawaban Pokok Perkara yang telah disampaikan oleh Pengacara Manajemen Indosiar dari Kemalsjah and Associates dalam persidangan Gugatan Anti Berserikat dari Sekar Indosiar pada hari Rabu tanggal 14 Juli 2010.
Penyusunan Replik ini untuk lanjutan Persidangan Anti Berserikat pada Rabu tanggal 21 Juli 2010.
ADHI NOVIE "NO COMMENT....!!"
Pada hari Selasa tanggal 20 Juli 2010 Adhi Novie Ketua serikat pekerja Sekawan Indosiar menghadiri Persidangan PHI atas Gugatan PHK oleh Manajemen Indosiar PHK (union busting) terhadap 22 orang karyawan Indosiar, lalu kepada ke-22 orang Anggota dan Pengurus Sekar Indosiar tersebut dijatuhi putusan skorsing.
Manajemen Indosiar telah melakukan pemberangusan aktivitas Sekar Indosiar sehingga pengurus Sekar Indosiar tidak dapat menjalankan fungsinya untuk mewujudkan perundingan PKB dan meng-upayakan perbaikan kesejahteraan karyawan Indosiar. Sementara serikat pekerja Sekawan Indosiar malah turut membela tindakan Anti Berserikat yang telah dilakukan oleh Manajemen Indosiar.
Manajemen Indosiar telah melakukan pemberangusan aktivitas Sekar Indosiar sehingga pengurus Sekar Indosiar tidak dapat menjalankan fungsinya untuk mewujudkan perundingan PKB dan meng-upayakan perbaikan kesejahteraan karyawan Indosiar. Sementara serikat pekerja Sekawan Indosiar malah turut membela tindakan Anti Berserikat yang telah dilakukan oleh Manajemen Indosiar.
Selasa, 20 Juli 2010
KESAKSIAN HANDY UTAMA, ANGGOTA SEKAWAN TIDAK ADA YANG DI PHK
Handy Utama alias Hans mengakui sebagai pengurus serikat pekerja Sekawan Indosiar Bidang Pengembangan Usaha dan Kesejahteraan Anggota. Hans menyatakan bahwa memang perusahan terasa kinerja sangat menurun. Salah satu parameternya adalah section (bagian) yang dibawahinya Off Air Promo, sama sekali sudah tidak ada lagi aktifitasnya, karena Indosiar sudah tidak punya biaya untuk kegiatan-kegiatan Off Air Promo. Sedang pengakuan Manajemen Indosiar untuk membubarkan Departemen Drama karena sudah tidak ada lagi pekerjaannya, kenapa Bagian Off Air Promo yang tidak ada kerjaannya malah tidak turut dibubarkan?
Hans yang menutupi jabatannya sebagai Direktur di ATKI, dimana sangat jelas terpampang di pintu ruang kerja-nya. Juga mengatakan bahwa Program Pengunduran Diri Secara Terhormat ada diumumkan dengan di tempel di Mading Indosiar dan memang tidak ada sosialisasi langsung dari Manajemen Indosiar ke setiap bagian dan karyawan. Tapi dia tidak tahu kapan ada pengumuman program PHK tersebut. Hans juga mengakui bahwa Form Pengunduran Diri Secara Terhormat sudah ada dari Dept. HRD. Sehingga yang mau mengundurkan diri secara terhormat tinggal mengisi formulir yang sudah ada. Lanjut menurut pengakuan Hans tidak semua surat pengunduran diri ini disetujui.
Handy Utama yang seharusnya sudah Pensiun April 2009, tapi hingga sekarang masih dipekerjakan di Bagian Off Air Promo, menyatakan bahwa efisiensi yang dilakukan oleh Indosiar karena kue iklan sudah berkurang dengan semakin banyaknya Perusahaan yang bergerak dalam industri Televisi. Padahal banyak perusahaan Televisi yang baru berdiri malah memiliki posisi rating dan pendapatan yang lebih baik dari Indosiar. Dan perusahaan Televisi lama lainnya juga masih bisa menghasilkan keuntungan dan tayangan yang lebih variatif dari Indosiar.
Hans yang bersebelahan ruangan dengan Sanjaya dan Manager HRD Dudi Ruhendi ini banyak tidak tahu tentang siapa saja yang di PHK dan alasannya. Handy Utama juga mengklaim bahwa anggota Sekawan Indosiar juga ada yang kena PHK. Tapi saat Andi Irwanda Ismunandar, S.H. dari LBH Pers menanyakan apakah anggota Sekawan mundur karena mengisi form surat pengunduran diri atau PHK atas inisiatif dari Manajemen Indosiar. Lalu Hans mengaku bahwa anggota Sekawan yang kena PHK memang karena telah mengisi Surat Pengunduran Diri Secara Terhormat. Dan tidak ada anggota Sekawan Indosiar yang dijatuhkan PHK atas inisiatif Manajemen Indosiar.
Dalil PHK oleh Manajemen Indosiar karena efisiensi sangat kontradiktif dengan kesaksian Handy Utama. Hans yang sudah seharusnya Pensiun April 2009 saja masih bekerja hingga saat ini di Bagian Off Air Promo. Fakta lainnya banyak karyawan Indosiar yang hingga saat ini masih bekerja sebagai karyawan Indosiar padahal seharusnya sudah pensiun. Dan banyak pula karyawan yang bekerja di Indosiar saat ini tidak mempunyai kapasitas dan load kerja yang memadai, atau sedikitnya mempunyai dampak untuk kemajuan perusahaan. Yang ada hanya jadi beban berat bagi perusahaan Indosiar.
Serikat Pekerja seharusnya menjadi Mitra Strategis bagi Manajemen Indosiar untuk memajukan perusahaan. Bukan malah gerah atas koreksi yang dilakukan Sekar Indosiar atas pembayaran upah dibawah UMP DKI, Kepesertaan Jamsostek yang tidak merata, karyawan kontrak yang sudah lebih dari 3 (tiga) tahun bahkan ada yang sampai 10 (sepuluh) tahun, karyawan harian yang tidak pernah diangkat jadi karyawan tetap walau sudah bekerja hingga lebih dari 5 (lima) tahun, gaji pokok yang tidak pernah beranjak naik sejak tahun 2006.
Jadi proses PHK yang sedang berlangsung di Indosiar saat ini adalah tindakan ANTI BERSERIKAT (UNION BUSTING) terhadap SEKAR Indosiar.
KESAKSIAN SANJAYA BANYAK TIDAK TAHU DAN LUPA
Sanjaya dari Bagian Tradisional Departemen Infotainmen dan Tradisonal menjadi saksi atas PHK 22 orang karyawan skorsing Indosiar. Sanjaya yang dalam pekerjaannya tidak mempunyai slot tayang program di Indosiar ini, dalam kesaksiannya terucap banyak kata lupa dan tidak ingat. Bahkan ketika Sholeh Ali dari LBH Pers, pengacara Sekar Indosiar menanyakan tentang kapan ada pengumuman Program Pengunduran Diri Secara Terhormat disampaikan oleh Manajemen Indosiar? Sanjaya mengatakan: "tidak ingat". Sementara gonjang-ganjing PHK di Indosiar baru berlangsung beberapa bulan yang lalu, yakni sekitar bulan Januari 2010.
Dalam persidangan Selasa 20 juli 2010 di PHI Jalan MT Haryaini, Sanjaya menyampaikan pengakuan bahwa dia cuma tahu Dicky Irawan sebagai anggota Sekar Indosiar, yang lainnya dia tidak tahu. Fakta Sanjaya adalah salah seorang yang menginisiasi adanya rapat di Lantai 1 Produksi Drama tanggal 25 Februari 2010 untuk menggalang dukungan terhadap Manajemen Indosiar, saat Sekar Indosiar akan melakukan pertemuan Bipartit dengan Manajemen Indosiar, yang mana pertemuan bipartit ini di fasilitasi oleh Komisi IX DPR RI. Saat itu Sanjaya dan rombongan, yakni sejumlah anggota Sekawan Indosiar, hadir di Gedung DPR dengan menggunakan satu unit Bus milik perusahaan PT. Indosiar Visual Mandiri. Dan Sanjaya juga hadir dan tahu akan tindakan pengusiran anggota Sekar Indosiar dari dalam ruangan rapat tersebut.
Lalu fakta lainnya, Sanjaya pula yang menjadi orang terdepan untuk mengintimidasi anggota Sekar Indosiar saat ada Aksi Unjuk Rasa di Jalan Damai Daan Mogot tanggal 11 Januari 2010 dan 11 Maret 2010. Sanjaya dengan petantang petenteng membawa Tongkat dan Wayang, melakukan tindakan provokasi terhadap anggota Sekar Indosiar supaya terpancing emosinya, lalu berbuat onar atau bertindak anarkhi. Sama sekali Sekar Indosiar tidak terpancing dengan tetap melakukan Aksi Unjuk Rasa secara tertib dan damai.
Dalam persidangan Sanjaya mengatakan bahwa di Indosiar dia menyaksikan bahwa banyak karyawan Indosiar yang sudah tidak ada kerjaan dan produktifitas karyawan Indosiar sangat menurun. Dalam kesaksiannya dia membenarkan bahwa perusahaan Indosiar juga sudah melakukan upaya efisiensi seperti pembatasan penggunaan listrik dan AC. Sementara bagian tradisional yang sama sekali tidak punya slot time programnya tayang di Indosiar malah aman tidak di PHK. Sanjaya yang kesehariannya main catur dan tidur di ruangan malah jadi saksi atas Gugatan terhadap 22 orang yang di skorsing untuk di PHK karena alasan EFISIENSI yang dilakukan oleh MANAJEMEN INDOSIAR. SANGAT IRONIS!
Langganan:
Postingan (Atom)